Melepas bayangnya? Aku tak bisa

130 22 5
                                    

WARNING!
*
Dilarang mengcopy seluruh atau sebagian isi tanpa seizin penulis. Cerita sudah diterbitkan, memiliki hak cipta dan terdaftar di ISBN
*
*
*

"Eh ... nggak, kok, Pak. Saya nggak buru-buru, rasanya sedikit haus. Chelsea, aku boleh minta minum?" Hema tersenyum lembut, padahal saat ini dia sedang mengibarkan bendera perang pada gadis itu.

Chelsea menajamkan tatapan matanya, kenapa lelaki itu merubah niatnya untuk pergi?

"Kalau begitu ayo masuk, Nak. Chelsea, ambilkan minum. Dia tamu kita."

"T-t-tapi, Pa."

"Chelsea!" Tekan lelaki itu.

Lelaki bernama Roy itu masuk lebih dulu, Hema tersenyum dan mengedipkan sebelah matanya. Menggoda gadis yang tengah memerah itu.

"Ish ... Papa apa-apaan, sih?" gerutunya geram sendiri.

***

Chelsea meletakan segelas air dengan sedikit membanting. Tangannya tersilang di depan dada.

"Minumlah, setelah ini cepat pergi. Terima kasih sudah mengantarku kembali."

Roy menggelengkan kepala, melihat tingkah si gadis bungsunya itu.

"Maaf, ya, Nak. Chelsea suka begitu kalau gilanya kumat."

Hema menangkupkan tangannya di depan mulut, menahan tawa agar tak pecah. Gadis itu semakin kesal, terlihat dari wajah yang kian memerah.

"Ish ... Papa kok gitu, sih?" Dia menghentakkan kaki, berjalan ke arah dapur menemui wanita yang lebih tua.

Hema tertawa seraya menggelengkan kepala. Mata tua itu terus memandangi wajah tampan Hema dengan lekat.

"Tinggalah untuk makan siang bersama, sekalian ucapan terima kasih saya karena kamu sudah menjaga Chelsea sampai rumah."

"Nggak usah, Pak. Saya nggak enak."

"Nggak apa-apa, saya yang nggak enak. Mengingat tingkah Chelsea padamu."

Lelaki berdarah Nias itu tersenyum, meneguk air yang telah disediakan.

"Dia memang sekasar itu dulu, tapi satahun ini menjadi lebih pendiam dan tertutup. Mungkin karena kalian teman, dia menjadi seperti semula lagi."

Hema terdiam, matanya beralih pada gadis yang sedang membantu ibunya di dapur sana. Lekat, memperhatikan setiap gerakannya. Bagaimana mungkin gadis sekasar itu berubah menjadi pendiam dan tertutup?

"Em, maaf. Tapi kalau saya boleh bertanya, apa Nak ini temannya dari Bandung?"

"Oh, bukan, Pak. Saya dan Chelsea kenal di sini. Nggak sengaja jumpa Chelsea di Bandara saat saya sedang .... " Lelaki itu menggantungkan kalimatnya, apa yang harus dia katakan?

"Kalau boleh saya tanya, apakah kamu tau apa yang gadis itu kerjakan di Bandung?"

"Entahlah, dia hanya pergi ke beberapa tempat, setelah itu pulang. Seperti ada yang dicari."

Roy  mendesah panjang, matanya teralih pada anak gadisnya yang tengah tertawa menggoda sang Bunda.

***

Roy membuka pintu kamar anak gadisnya, seketika pandangan Chelsea teralih. Ia tersenyum dan kembali sibuk pada laptopnya.

"Sea, Papa mau bicara."

"Iya, Sea dengar, Pa." Tanpa menoleh gadis itu menjawab.

"Kenapa kamu bohongi, Papa, Nak?"

Gerakan tangannya terhenti, beralih menatap sang lelaki yang duduk di tepi ranjang.

Pena Cinta [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang