Malaka berniat membuatkan minuman untuk tamu Dimar. Kedua lelaki itu berada di ruang kerja, sedang membicarakan sesuatu.
Kedua kaki Malaka hampir menyentuh ke dekat pintu. Sampai ia mendengar suara teriak-teriak dari dalam sana. Malaka berdiri di belakang dinding, mengumping obrolan Dimar dan temannya.
"Nggak!" Malaka memiringkan badan mengintip situasi dari luar pintu.
Seorang lelaki seusia Dimar datang dengan raut wajah yang marah. Malaka hendak menyapa dengan senyum, tapi teman Dimar malah melengos, meneriakki nama Dimar kemudian masuk nyelonong ke ruang kerja Dimar begitu saja tanpa meminta izin.
Awan tidak bisa berkata-kata lagi. Kemarin Nasti, sekarang Malaka, adiknya Nasti. Perempuan itu selalu saja menempatkan Awan dalam kondisi memuakkan. Ketika Nasti masih hidup, Awan rasa Nasti berusaha merebut Awan darinya. Ketika Nasti meninggal pun, Awan malah dituduh sebagai pembunuh perempuan itu! Sekarang adiknya tiba-tiba muncul, dan gilanya, Dimar berniat mau menikahi Malaka! Sinting!
"Buka mata kamu, Mar! Bahkan itu bukan darah daging kamu!" tunjuk Awan berdiri di depan Dimar. "Bapak bayinya aja nggak jelas yang mana. Sekarang, kamu mau tanggungjawab, padahal itu anak orang lain? Jangan sok pahlawan!"
"Wan, dengerin aku dulu." Dimar meminta Awan untuk tetap tenang. "Aku sama Malaka memang akan menikah. Tapi niat aku cuma untuk menolong Malaka yang nggak mau dinikahi sama salah satu pelaku. Kamu tahu dia adiknya Nasti, teman aku. Sekarang Malaka cuma sendiri, nggak ada yang bela lagi."
"Terus?" sahut Awan, ketus.
"Niat aku cuma buat nolong Malaka sama bayinya. Selebihnya, kita hidup masing-masing. Aku sama Malaka udah berunding soal ini."
"Sampai kapan kamu mau jadi suaminya Malaka?!" tanya Awan. "Terus, hubungan kita gimana, Mar?"
"Sampai Malaka menemukan lelaki yang baik. Setelah dia menyelesaikan pendidikannya." Dimar menjelaskan. "Justru dengan aku menikah sama Malaka, kita bisa tetap berhubungan. Ibu aku nggak akan desak aku buat nikah terus."
Alih-alih memperlakukan Malaka seperti seorang istri nantinya, lebih tepatnya Dimar memperlakukan Malaka seperti seorang adik perempuan yang selalu akan ia lindungi.
Bahkan keluarga Malaka sendiri, justru memaksa Malaka agar mau dinikahi oleh salah satu pelaku pelecehan itu. Malaka sampai kabur dari rumah penampungan Sina karena terus dipaksa pulang oleh kedua orang tuanya. Kalau ia menerima pernikahan antara dirinya dan si pelaku, itu sama saja Malaka membiarkan pelakunya bebas berkeliaran, dan tidak menutup kemungkinan akan berbuat hal sama kepada perempuan lainnya lagi.
Semasa hidup, Nasti sudah sangat baik kepada Dimar. Ini saatnya Dimar membalas budi kepada mendiang Nasti. Ia berjanji akan menjaga Malaka, membiayai pendidikan Malaka hingga lulus kuliah nanti. Nasti memiliki keinginan agar semua adik-adiknya bisa lulus kuliah, tidak seperti dirinya dulu. Dan Dimar bersedia mewujudkan keinginan Nasti.
Awan mengetahui keberadaan Malaka, ia melambaikan tangan memberi isyarat agar perempuan itu menghampirinya.
"Iya, kamu." Awan menujuk kepada Malaka.
Malaka membuka pintu ruang kerja Dimar lebih lebar. Ia berdiri di tengah-tengah kedua lelaki itu. Malaka telah mengetahui kondisi Dimar. Tapi ia tidak tahu kalau lelaki yang dikira cuma tamu, ternyata pacar Dimar.
"Aku akan kasih izin Dimar buat nikahin kamu. Tapi, aku punya syarat." Awan menatap Malaka, kemudian berhenti ke perut Malaka. "Setelah bayi dalam perut kamu lahir, bayi itu akan jadi milik aku dan Dimar. Gimana? Kamu bersedia?"
"Wan," tegur Dimar.
Awan mengangkat tangannya ke udara. "Dimar udah menyelamatkan kamu. Nggak ada salahnya kamu kasih bayi kamu, kan? Aku yakin, kamu nggak pernah mengharapkan anak itu..."
To be continue---
KAMU SEDANG MEMBACA
You Are My Home [Sidequel Ayo, Kita Cerai!]
General FictionMalaka adalah korban pelecehan oleh tiga orang teman sekolahnya. Salah satu pelaku berniat bertanggungjawab dengan menikahinya. Namun Malaka menolak. Ia mengalami trauma berat pasca kejadian itu. Bagaimana bisa ia hidup bersama orang yang telah men...