"Kak, pelan. Sakit," ringis Malaka sembari memegangi pergelangan tangan Dimar saat mengobati luka di ujung keningnya.
"Ini udah pelan, La. Sabar, ya." Dimar mengulas senyum tipis ketika menundukkan kepala. "Kamu nih perawat, kenapa nggak langsung diobatin lukanya. Sampai biru-biru kayak gini. Atau sengaja nunggu aku yang obatin?"
Malaka mengerucutkan bibir. "Aku nggak sempat obatin luka karena nemenin Yayya tidur dulu. Daripada dia uring-uringan nanyain Kakak terus."
Dimar selesai mengobati luka di wajah Malaka, segera membereskan kotak obat lalu menaruh ke tempatnya semula. Ia kembali menghampiri Malaka yang tengah menyentuh wajahnya sendiri.
"Akh," erangnya.
Dimar menarik tangan Malaka, menggelengkan kepala sebagai isyarat agar perempuan itu tidak menyentuh lukanya terus menerus.
"Sekarang kamu cerita kenapa bisa Rea datang dan mukul kamu sampai kayak gini," tunjuk Dimar ke luka-luka Malaka.
Kedua tangan Malaka turun. Sebelah tangannya berada di atas paha Dimar karena masih dipegangi lengannya oleh lelaki itu. Malaka menceritakan kronologinya pelan-pelan agar Dimar mengerti maksudnya.
"Kayaknya, dia ngira aku sama Kak Awan selingkuh selama ini. Dia nunjuk aku, katanya aku udah rebut Kak Awan," terang Malaka.
"Rea bilang gitu?" tanya Dimar memastikan.
Malaka mengangguk. "Iya. Aku belum sempat ngasih penjelasan karena Kak Awan keburu bawa keluar istrinya. Setelah itu aku pergi ke ruang tengah ditemenin sama Yayya."
Dimar menghela napas kemudian mengembuskannya. Ia membawa lengan Malaka yang sebelumnya telah ia pegangi, menjadi lebih dekat ke arahnya. Dimar memeluk Malaka dari samping, mengusap rambut belakang Malaka kemudian mengusap lengan istrinya dengan lembut.
Malaka mendongak, mengangkat wajahnya mencoba mengintip reaksi yang ditunjukkan lelaki itu setelah ia menjelaskan masalah yang menimpanya.
Kira-kira apa yang sedang dipikirkan Dimar saat ini? Dimar berada di kubu siapa? Malaka menurunkan wajahnya kembali, menenggelamkan setengah wajahnya ke dada Dimar. Pasangan suami dan istri tersebut sibuk dengan isi kepala masing-masing. Jika Malaka sibuk kepada siapa Dimar akan membela, justru Dimar menyayangkan kenapa Awan membiarkan istrinya memperlakukan Malaka dengan sangat kasar. Dimar bahkan tidak tega melihat Malaka mendapat luka-luka seperti itu.
"Coba sini, aku pengin lihat sekali lagi." Dimar mengurai pelukannya, menangkup wajah Malaka dengan lembut sembari memerhatikannya. "Pasti sakit banget, ya? Apa kita perlu pergi ke rumah sakit buat periksa? Takutnya ada yang serius."
Malaka memegangi kedua tangan Dimar, lantas menggeleng pelan. "Ini cuma luka ringan, Kak. Jangan khawatir. Aku nggak apa-apa."
"Besok aku akan tegur Awan sama Rea."
"Kak, nggak usah, ya? Nanti malah Kakak sama Kak Awan yang berantem. Aku beneran baik-baik aja. Udah Kakak obatin juga, nih..." Malaka menunjuk luka yang telah diobati Dimar.
Bisa-bisanya perempuan itu tersenyum ceria di depannya—padahal Dimar tahu, luka yang didapatkan Malaka karena ulah Rea, tidak bisa dibilang kecil.
"Kakak jangan diam aja. Jangan tegur Kak Awan, ya?" pinta Malaka sembari menggoyangkan lengan Dimar. "Kak..." Malaka tidak mau menyerah sampai Dimar mengiyakan.
"Ayah," panggil Yayya. Gadis kecil itu tahu-tahu muncul dan memanggil sang Ayah.
Dimar menarik tangannya dari wajah Malaka, kemudian beralih menggendong Yayya yang agaknya masing mengantuk. Dimar meletakkan putrinya ke atas pangkuannya. Mengelus rambut hitam panjang Yayya dengan lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Are My Home [Sidequel Ayo, Kita Cerai!]
General FictionMalaka adalah korban pelecehan oleh tiga orang teman sekolahnya. Salah satu pelaku berniat bertanggungjawab dengan menikahinya. Namun Malaka menolak. Ia mengalami trauma berat pasca kejadian itu. Bagaimana bisa ia hidup bersama orang yang telah men...