Terjadi Sebuah Masalah

1.8K 264 26
                                    

"Mau ayamnya," tunjuk Yayya ke piring di atas meja. 

Keluarga kecil Dimar tengah makan malam bersama. Yayya duduk di atas pangkuan Dimar, menerima suap demi suap kepada sang putri.

Di samping kursi Dimar, Malaka tengah memandangi suami dan putrinya. Makanan di piringnya masih penuh, belum disentuh Malaka sama sekali. Ia malah fokus melihat Dimar menyuapi Yayya.

"Yya..." Kedua jari Malaka menarik ujung lengan baju Yayya.

Yayya mengunyah makanannya menoleh ke arah ibunya. "Apa?" sahutnya, tanpa ekspresi.

"Ibu boleh ikut disuapin Ayah, nggak?" Malaka meminta izin Yayya dulu. Gadis kecil itu akan marah-marah kalau ayahnya berbagi perhatian kepada orang lain termasuk pada ibunya sendiri. "Ibu juga mau disuapin Ayah. Boleh, ya?"

Malaka menggerakkan kepalanya naik-turun sambil memandang tampang memelas. Fase manja yang dirasakan Malaka masih hinggap di usia kandungannya yang ketiga bulan. Ia tidak ingin jauh-jauhan dari Dimar. Di rumah, Malaka harus rebutan dengan Yayya. Baru juga Malaka bersandar ke lengan Dimar, Yayya sudah menjerit.

"Nggak boleh." Yayya melengos. Ia menerima suapan selanjutnya dari ayahnya. "Ibu minta suapin ayahnya Ibu aja. Jangan sama ayahnya aku."

"Ayahnya Ibu ada di kampung, Yya. Masa buat disuapin aja, Ibu harus pulang kampung dulu?" keluh Malaka lucu.

Yayya menjerit kesal ketika Malaka menyentuh lengannya, terus membujuknya agar mau berbagi perhatian. Malaka ingin makan malamnya disuapi Dimar. Tapi gadis kecil itu tidak memberikan izin. Posesif sekali kepada ayahnya, sih. Tidak boleh ada satu orang pun yang menyentuh ayahnya selain dirinya sendiri.

Sebenarnya ini hal lumrah yang terjadi. Adik bungsu Malaka yang lelaki juga sangat manja kepada ayahnya ketika masih kecil. Apa-apa harus ditemani ayahnya. Tidur, makan, sampai mandi pun harus ayahnya yang melakukannya. Ibunya cuma disuruh diam sambil menghela napas. Dan sekarang Malaka ada di posisi ibunya dulu.

"Malah bengong. Katanya minta disuapin?" Dimar tiba-tiba menyodorkan nasi di depan bibirnya. Lelaki itu menggerakkan dagu menunjuk ke sendok yang ia arahkan.

"Nggak... Ayah nggak boleh suapin Ibu!" Sontak, meja makan menjadi riuh karena tangisan Yayya.

Dengan cepat Malaka menerima suapan dari Dimar, sengaja menunjukkan ekspresi mengejek di depan Yayya hingga gadis kecil itu bertambah keras suara tangisnya.

"Udah, Yya. Jangan nangis. Ayah suapin Yayya sama Ibu juga biar adil. Ayo, sini, buka mulutnya lagi..." Yayya menggerakkan kepala, menolak disuapi oleh ayahnya.

"Ya udah kalau nggak mau. Biar Ayah suapin Ibu aja, nih." Malaka menyentuh tangan Dimar, mengarahkan sendok itu ke mulutnya sendiri.

Yayya bertambah marah melihat itu. Ia tidak terima karena ayahnya juga menyuapi ibunya. Yayya memberontak turun dari pangkuan ayahnya. Dimar menahan tubuh kecil Yayya, menepuk punggung Yayya lembut.

Seringkali Dimar yang bingung setiap kali dihadapkan dengan kondisi begini. Sejak Malaka hamil memang sangat manja, bahkan begitu jahil kepada Yayya. Dengan sengaja istrinya menggoda Yayya, meledek putrinya sendiri karena Dimar berbagi perhatian.

Dan keributan yang paling sering terjadi akhir-akhir ini ketika menjelang tidur. Yayya dan Malaka berebutan memeluk Dimar. Yayya tidak mau kalah. Gadis kecil itu mendorong lengan ibunya sembari menangis. Kata Yayya, ibunya tidak boleh merebut ayahnya. Malaka malah disuruh tidur dengan kakeknya Yayya—yang ada di kampung. Sontak saja Dimar dan Malaka menertawakan Yayya—yang tangisnya menjadi lebih kencang.

"Kalau kayak gini, aku berasa punya dua anak." Dimar berdecak, menggelengkan kepala dengan heran.

"Yya, dengerin Ayah dulu." Dimar memelankan suara. Ia mencoba memberi perhatian selembut mungkin supaya Yayya tidak menangis lagi. "Di perut Ibu sekarang ada calon adiknya Yayya. Ibu minta disuapin karena adik bayinya yang minta disuapin. Nggak apa-apa berbagi perhatian, ya. Kan kalian sama-sama anaknya Ayah."

You Are My Home [Sidequel Ayo, Kita Cerai!] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang