Manusia hanya bisa merencanakan.
Tapi Tuhan yang menentukan.
Segala upaya telah dilakukan demi menjaga janin dalam kandungannya. Calon buah hati mereka. Namun takdir berkata lain. Malaka mengalami kecelakaan dan calon bayi mereka tidak bisa diselamatkan.
Ya, Malaka keguguran.
Jangan tanya lagi bagaimana perasaan pasangan suami dan istri tersebut. Terang saja mereka begitu sedih dan terpukul. Calon bayi yang mereka tunggu-tunggu justru dinyatakan tidak bisa diselamatkan saat kecelakaan terjadi. Kondisi Malaka bahkan sangat mengkhawatirkan.
Setelah Malaka berhasil melewati masa kristisnya, Dimar dibantu oleh Meriam menjelaskan mengenai kondisi janinnya. Sontak saja Malaka menjadi histeris. Menangis sejadi-jadinya.
Keluarga Mahaprana sedang berduka atas yang menimpa Malaka. Semua keluarga merasa sedih, tapi yang paling terguncang secara emosional tentu saja Malaka. Meriam harus melihat Malaka terus menangis, menanggung rasa bersalahnya.
"Dimar." Meriam menyentuh sebelah bahu sang putra. "Mending kamu pulang buat istirahat dan temani Yayya di rumah. Kasihan dia nangis terus dari kemarin."
Semula pandangan Dimar cuma tertuju pada Malaka di atas ranjang, tengah tertidur setelah menangis cukup lama lalu akhirnya ketiduran. Dimar memutar kepalanya lantas mendongak menatap sang Ibu.
Meriam menepuknya sekali lagi. Lebih lembut dari sebelumnya. "Nggak usah khawatir. Ada Ibu yang jaga istri kamu di sini. Pulang ya, Nak. Kasihan Yayya nangis terus karena merasa bersalah sama Malaka. Ibu tahu kamu sama Malaka sangat sedih. Tapi kalian nggak boleh lupa ada Yayya yang masih butuh perhatian kedua orang tuanya."
Meriam tidak berhenti memberi nasihat dengan tutur kata yang lembut. Baik kepada Malaka atau Dimar. Siapa yang tidak akan sedih jika kehilangan calon bayinya? Mereka tidak bisa sedih terlalu lama karena adanya Yayya.
Yayya tidak berhenti menangis mendengar ibunya mengalami kecelakaan, dan ia kehilangan calon adiknya. Meriam bisa merasakan bahwa Yayya merasa bersalah atas apa yang terjadi sebelumnya. Siang hari sebelum malamnya Malaka kecelakaan, gadis kecil itu meluapkan kekesalannya selama ini. Sekaligus ketidaksukaannya ibunya yang hamil lagi. Yayya terlalu takut kasih sayang serta perhatian kedua orang tua, hingga semua keluarga akan hanya tertuju pada adiknya kelak. Namun, begitu Yayya mendengar calon adiknya meninggal saat masih di perut sang Ibu, ditambah Malaka sempat mengalami kritis, Yayya menjadi sangat histeris. Anak sekecil itu bahkan menyalahkan dirinya sendiri. Karena ia, Diam-diam meminta pada Tuhan agar tidak mempunyai adik selamanya.
"Gimana kalau Tuhan kabulin doa aku?"
Kala itu, Meriam dan kedua adik perempuan Dimar menemani Yayya di rumah. Sementara Dimar berasa di rumah sakit sejak Malaka kecelakaan. Belum sempat pulang sama sekali. Hanya Kanyes yang mengantar baju dan beberapa keperluan yang dibutuhkan sang Kakak.
"Aku jahat banget ya, Nek?"
Keluarga Mahaprana kehabisan kata-kata. Meriam, Myeesa, dan Rassi memberi pengertian serta kalimat penghibur agar Yayya tidak terus menyalahkan dirinya. Karena sesungguhnya, memang bukan salah Yayya. Sudah menjadi takdir kedua orang tuanya harus kehilangan calon bayinya.
"Nanti kalau Malaka bangun, Ibu akan bilang kamu pulang buat istirahat. Dia pasti mengerti." Meriam tersenyum tipis. "Kamu juga butuh istirahat."
Dimar tidak mengatakan apa-apa. Sejujurnya ia tidak berniat meninggalkan Malaka sedetik pun. Ia ingin tetap berada di sisi Malaka.
Lelaki itu menggenggam tangan Malaka, menciuminya sebelum ia beranjak dari kursi. Dimar membungkukkan setengah punggung, mengecup kening istrinya cukup lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Are My Home [Sidequel Ayo, Kita Cerai!]
General FictionMalaka adalah korban pelecehan oleh tiga orang teman sekolahnya. Salah satu pelaku berniat bertanggungjawab dengan menikahinya. Namun Malaka menolak. Ia mengalami trauma berat pasca kejadian itu. Bagaimana bisa ia hidup bersama orang yang telah men...