Fakta yang Tersembunyi

2K 280 31
                                    

Sudah lama Awan tidak pernah pulang ke rumah mereka. Terakhir Rea bertatap muka dengan Awan, di malam lelaki itu memperingatkan Rea agar tidak menemui Malaka. Jika Rea tetap nekat, dan membuat masalah, maka Dimar akan melaporkan Rea. Setelah itu, Rea tidak pernah melihat keberadaan Awan lagi. 

Setiap hari Rea menunggu tidak jauh dari rumah Dimar. Memerhatikan aktivitas Malaka di rumah itu. Terkadang sampai ke tempat kerja Malaka. Siapa tahu Awan diam-diam menemui Malaka di sana daripada di rumah, karena sudah ketahuan oleh Rea?

Rea menekan garpu di tangan, menusukkannya pada potongan daging steak di atas piring. Rea menarik kedua sudut bibir, tersenyum iri pada kehidupan Malaka yang tetap baik-baik saja padahal jelas sekali berselingkuh dengan Awan.

Kabar yang beredar, perempuan itu hamil anak kedua. Setiap hari Rea melihat kemesraan Malaka dan Dimar. Dimar sangat berbeda dengan Awan. Jika Awan selalu mengabaikan istrinya, maka Dimar justru sebaliknya.

Rea bertanya kepada diri sendiri. Bagaimana bisa Malaka memiliki kehidupan yang hampir sempurna? Suami tampan, mapan, perhatian, penuh kasih sayang, serta seorang putri cantik berusia  enam tahun. Dan kini, perempuan itu tengah mengandung kembali. Rea bahkan penasaran bagaimana cara Malaka bisa mengambil hati Awan yang beku?

"Kamu sudah temukan Awan?" Suara Ibu Rea menyambut di meja makan.

"Belum." Rea menjejalkan potongan daging steak ke dalam mulutnya. Mengunyah tanpa rasa nikmat sedikit pun.

Ibu Rea membersihkan sisa makanan pada kedua sudut bibirnya. "Jangan sampai kabar hilangnya Awan diketahui sama keluarganya. Kamu tahu, kita nggak bisa lepasin Awan begitu aja?"

Rea menatap ibunya, sinis. "Hm."

Rea tidak memiliki tenaga lagi untuk sekadar berdebat dengan sang Ibu. Sedari dulu Rea cuma bisa mengangguk, mengiyakan semua permintaan sang Ibu. Seolah hidupnya adalah milik orang tuanya. Rea tidak diberi kesempatan untuk memilih apa yang menjadi tujuannya. Ia ditekan agar tetap bersama Awan, supaya ibunya tidak kehilangan jabatan. Padahal yang Rea tahu, ibunya sangat pandai mencari muka di depan keluarga Awan yang kaya raya.

Jika saja Rea diberi pilihan pergi atau tidak, ia akan memilih pergi. Terserah ia akan tinggal di mana nantinya. Di jalanan pun, Rea rasa jauh lebih baik daripada terjebak oleh dua keluarga gila hormat, gila harta. Rea muak, ingin pergi, namun ia tidak memiliki keberanian lebih.

***

Di tepi ranjang mereka, Dimar sedang serius berbicara di telepon. Lelaki itu mengerutkan dahi, intonasi suara Dimar seolah geram. Malaka menajamkan pandangan, ketika ia perhatikan untuk kedua kali, ponsel yang menempel di telinga Dimar adalah miliknya.

Tangan kanan Malaka menahan handuk yang membungkus tubuhnya. Hanya cukup sebatas di atas lutut. Rambut panjang Malaka basah, ia biarkan tergerai, meneteskan air dari ujung rambutnya.

"Siapa, Kak?" tanya Malaka begitu berada di dekat Dimar.

"Nggak tahu. Salah nomor kayaknya," jawab Dimar, ketus.

"Sini, coba aku lihat nomornya. Siapa tahu itu teman aku." Malaka mengulurkan tangan kanannya.

Dimar mengangkat wajah, ia dengan sengaja menyembunyikan ponsel Malaka. "Udah aku hapus nomornya."

Malaka berusaha menyambar ponselnya yang disembunyikan Dimar ke belakang punggung. Dimar menjauhkannya, kemudian menjejalkan benda itu ke dalam kantong celananya.

"Ambil sendiri kalau mau," ujarnya. Dagunya bergerak naik-turun menunjuk ponsel yang telah ia simpan di saku.

"Kak, aku cuma mau lihat aja. Siapa tahu itu penting. Mungkin itu teman aku di rumah sakit mau nanya jadwal atau apa," kata Malaka memberi pengertian.

You Are My Home [Sidequel Ayo, Kita Cerai!] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang