Bagian 9

3.5K 359 14
                                    

Seberapa buruk ataupun seberapa kesepiannya Kara dalam kesendirian, tak melupakan fakta bahwa Kara berasal dari dunia nyata. Dunia dimana Kara hidup sendiri tanpa satu pun keluarga yang menemaninya. Ayah dan ibunya meninggal dalam kecelakaan dan pihak keluarga dari keduanya sama sekali tak Kara ketahui. Mereka seakan menutup mata dengan keadaan Kara. Setidaknya Kara bersyukur karena ayah dan ibunya meninggalkan bekal yang cukup untuk kehidupan Kara setidaknya sampai lulus kuliah. Orang tuanya seakan sudah mempersiapkannya untuk Kara

Berbohong jika Kara tidak merindukan dunia nyatanya. Dunia dimana Kara itu nyata. Kehidupan yang dijalani sejak lahir. Namun percuma meratapi hal itu karena kenyataan membawa Kara tersadar bahwa dirinya masuk dalam dimensi lain dimana alur kehidupan ditentukan oleh sang penulis. Tidak ada satu pun petunjuk yang memberikan informasi bagaimana Kara akan kembali ke dunia sebenarnya. Belum tentu Kara bisa kembali ke kehidupan nyatanya meskipun ceritanya berakhir karena nyatanya sebuah cerita kehidupan tidak akan ada akhirnya bahkan setelah kematian. Hal yang bisa Kara lakukan hanyalah mengikuti alur kehidupan barunya di dunia novel

"Apa yang kau lakukan? Aku bukan barang yang seenaknya bisa kau seret kemanapun"

Pikiran Kara terpecah begitu mendengar keributan di sekitarnya. Kara sedikit penasaran dengan hal itu dan mencoba mencari tahu. Ternyata Gauri dan Brian yang sepertinya sedang memperdebatkan sesuatu hal. Padahal mereka mulai akur akhir-akhir ini namun masalah malah datang di antara mereka. Penulis sepertinya tidak bisa melihat hidup para karakter utama tenang

"Katakan jika kau ingin meminta mereka membatalkannya"

"Kenapa harus aku? Kau bisa mengatakannya sendiri. Jangan jadi pengecut, Brian"

"Tidak akan ada yang mendengarkan pendapatku. Mereka bahkan tidak membiarkanku berbicara. Hanya kau yang selalu didengarkan"

"Kau menyalahkanku? Jangan mengambil kesimpulan sepihak tanpa mengetahui semuanya"

Gauri terlihat kesal dan meninggalkan Brian yang merasa frustasi disana. Kara sama sekali tidak mengerti inti dari pembicaraan mereka. Namun sepertinya hal itu sedikit rumit bagi mereka

Kara tersentak ketika tatapan Brian mengarah lada tempat mengintipnya. Kara dengan cepat bersembunyi agar tidak ketahuan namun seakan keberuntungan tak berpihak pada Kara

"Aku sudah melihatmu. Keluarlah"

Kara melangkah dengan pelan dan berdiri tepat di depan Brian seraya menunduk. Kara takut menatap Brian saat ini. Terlebih Brian dikendalikan oleh emosi saat ini. Seseorang bisa saja melakukan apapun di bawah kendali emosi

"Kenapa kau menunduk? Kau takut padaku, hm?"

Suara yang begitu lembut mengalun dalam pendengaran Kara. Dari suaranya, Kara jelas mengenal bahwa itu suara Brian. Kara tidak mungkin salah mengenali. Brian tidak marah padanya? Kara mengira Brian akan memarahinya karena mencuri dengar pembicaraan antara Brian dan Gauri. Namun nyatanya tidak. Entah menghilang kemana emosi Brian dalam sekejap mata

Kara memberanikan diri mendongak dan menatap Brian. Tatapan Kara dan Brian bertemu. Kara memalingkan pandangan memutus kontak di antara mereka

"Bukankah kau marah karena aku mencuri dengar pembicaraanmu dengan Gauri?"

"Aku memang marah namun bukan kepadamu. Walaupun aku marah, aku tidak akan melampiaskannya kepada orang yang tidak bersalah"

"Jadi kau tidak marah kepadaku?"

"Aku tidak akan mengulang jawaban yang sama untuk pertanyaanmu Kara"

Kara tersentak ketika Brian tanpa permisi menyenderkan kepalanya pada bahu Kara. Posisi mereka yang berhadapan terlebih Brian yang menunduk menyembunyikan wajahnya membuat Kara tidak bisa melihat ekspresi Brian saat itu

KarakterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang