Bagian 40

601 70 2
                                    

Suasana hening menyertai makan malam saat itu. Mereka terlihat menikmati makanan tanpa bersuara. Kara merasa ada yang sedikit berbeda tapi tidak bisa Kara temukan. Semuanya ada dan suasananya juga seperti biasa. Anehnya Kara masih merasa ada yang berbeda

"Mama tadi keluar naik motor?" Kara terdiam dan menghentikan aktifitasnya yang sedang memotong daging begitu mendengar pertanyaan tiba-tiba dari Arya. Kara sedikit was-was namun Dian masih terlihat santai. Beralih Radit yang juga masih terlihat tenang. Hanya Kara yang sepertinya terlalu berlebihan

"Tidak, pa. Mama seharian di rumah. Mama memang sempat keluar tapi pakai mobil"

"Radit yang pakai pa. Soalnya tadi sore, ada urusan di luar"

Kara mengalihkan perhatiannya pada Radit. Tidak mengira Radit mengatakan hal itu. Kara mengira Radit akan mengatakan kepada Arya tentang tindakan Kara yang mengendarai motor. Respon Radit terhadap Kara yang menatapnya hanya tersenyum simpul. Namun Kara bisa mengartikan senyuman itu yang seakan mengatakan bahwa Kara tidak perlu khawatir. Radit seakan tahu kegelisahan Kara

"Tidak biasanya. Motormu kemana?"

"Bengkel pa. Masa papa lupa. Aku sudah mengatakannya dua hari yang lalu"

"Benarkah? Papa sepertinya benar-benar lupa. Oh iya, tanyakan juga motor adikmu"

"Motor siapa? Karan? Seingatku motor Karan masih ada di garasi. Dia kan jarang naik motor"

"Bukan. Motor Kara"

"Oh itu"

"Daripada menunggu motor itu, kenapa papa tidak membelikan Kara saja yang baru? Papa pasti tidak akan bangkrut kalau hanya membeli satu unit motor" Brian dengan santai berkata tanpa menghiraukan Kara yang menatap horor padanya. Bria merasakan hawa itu namun lebih memiliki cuek dan tidak peduli

Arya bukannya tidak mau, hanya saja melihat dari sikap puterinya itu Arya tentu kembali berpikir. Kara lebih memilih mengambil barang-barang lamanya daripada dibelikan yang baru. Kecuali ponsel, Arya membelikan itu dengan menjadikan Brian sebagai perantara saat itu. Kalau Kara mau, Arya bisa memesannya saat itu juga tapi melihat sikap Kara sepertinya tidak mau

"Tidak perlu pa. Kalau masih bisa digunakan, tidak usah membeli yang baru. Apalagi motor yang pastinya harganya cukup mahal" Kara menolak dengan sopan. Bukan sombong tapi Kara hanya merasa terlalu berlebihan jika membeli yang baru

"Jadi pa, aku sudah diizinkan mengendarai kendaraan?" Kara kembali bertanya untuk memperjelas

"Papa juga tidak bisa melarangmu terus. Papa izinkan. Tapi, Kara harus hati-hati dalam berkendara"

"Terima kasih papa. Kara tentu akan selalu berhati-hati. Lagipula rumah sakit sangat tidak nyaman"

Kara duduk memeluk lutut seraya menatap bintang di halaman samping. Kara merasa bosan dan tidak tahu harus melakukan apa. Membaca buku bosan, menonton bosan, main game bosan, scrolling media sosial bosan, belajar lebih membosankan. Kara tidak memiliki kegiatan sama sekali dalam artian sedang gabut. Bingung juga dalam situasi seperti ini

Bukan sekali dua kali Kara merasa seperti ini tapi sudah seringkali. Merasa tidak semangat dalam melakukan apapun bahkan untuk hobi yang sudah mendarah daging. Jika biasanya Kara hanya akan berbaring di kasur melamunkan entah apa. Bahkan lamunannya juga sama sekali tidak jelas. Pikirannya seakan menerawang jauh tak berpenghujung yang gambarannya tak terdeteksi

Dentingan suara piano membalikkan situasi Kara yang sedang tidak tahu harus melakukan apa. Rasa penasaran muncul dalam dirinya yang membuat semangat itu muncul secara perlahan. Mendengar dari suaranya, lokasi pemain dan piano tentu tak jauh dari tempatnya berada. Selama berada di rumah ini, Kara baru tahu bahwa ternyata ada piano. Walau sudah menjelajah nyatanya Kara masih ada yang belum diketahuinya

KarakterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang