Bagian 35

477 87 9
                                    

Karan benar-benar dibuat terkejut dengan tindakan Brian yang tiba-tiba. Untuk pertama kalinya, Brian bertindak seperti itu. Karan tidak pernah melihat Brian semarah itu. Pernah sekali dan itu berkaitan dengan Dian, sang mama

"Karan?"

"Ya ma?"

Karan tersadar dari keterkejutannya. Dian masih berada di sana. Bukan hanya itu, Radit, Arlo dan Arya yang masih berdiri kaku di depan pintu mengalihkan perhatian Karan. Entah sejak kapan mereka berada disana. Mumgkinkah mereka mendengar semuanya?

"Bisa jelaskan apa yang sedang terjadi?" Arya angkat bicara melihat sang istri dan putera ketiganya hanya terdiam seakan tak ingin menjelaskan apapun. Arya sempat mendengar namun tidak semuanya

"Ma?" Kini si sulung Arlo yang juga ingin tahu

Dian menghela nafas panjang dan mengajak semuanya untuk masuk terlebih dahulu. Kelima orang itu duduk berkumpul di ruang keluarga. Dian masih diam memikirkan kata-kata yang akan dikeluarkannya sebagai pembuka. Dian sebenarnya cukup bingung darimana harus memulai namun dirinya tetap harus berbicara. Dian tidak mengharapkan Karan untuk berbicara karena sepertinya putera ketiganya itu sedang memikirkan sesuatu hal yang mungkin rumit untuknya

Dian pun mulai angkat suara dan menceritakan mulai dari Brian dan Kara pulang sekolah hingga dimana Brian mengatakan segala hal yang sepertinya sejak lama dipendam oleh putera bungsunya itu. Dian menatap satu per satu melihat respon dari mereka. Karan masih tetap diam. Arlo terlihat menghela nafas panjang seraya memijit keningnya. Dian tidak tahu apa yang dipikirkan oleh Radit. Putera keduanya itu juga seakan menyimpan sesuatu. Sementara Arya sang suami tidak terlalu merespon namun Dian yakin bahwa suaminya itu juga sedang berpikir keras. Dian rasanya ingin berteriak di hadapan Arya. Bukankah dia yang bersikap seperti sejak awal? Lebih mementingkan ego dibandingkan perasaannya sendiri. Jika sudah seperti ini, bagaimana? Pasti bingung

Dian tahu Arya tidak membenci Kara hanya karena egonya yang tinggi hingga Arya bersikap seakan menolak keberadaan Kara. Dian menganggap Arya sebagai pengecut. Selalu diam-diam menemui sang puteri ketika sudah tertidur atau hanya sekedar melihat dari jauh. Kara hanya tidak pernah sadar bahwa sejak Kara ditemukan, Arya adalah orang pertama datang. Bahkan Arya rela bolak-balik luar kota hanya untuk melihat keadaan Kara. Tidak ada yang tahu tentang hal itu kecuali Dian

"Kenapa kau mau memukul Kak Karan? Tidak baik seperti itu. Kau marah kepadaku tapi melampiaskannya kepada Kak Karan"

"Aku bukan marah hanya kesal. Gara-gara dia kau mau pergi meninggalkanku"

"Bukankah sudah kukatakan bahwa kita masih bisa bertemu? Aku tidak pindah sekolah. Kau juga bisa datang berkunjung ataupun menginap"

"Tidak mau. Aku akan tinggal bersamamu. Kemanapun kau pergi aku ikut"

"Kau mau meninggalkan rumah yang kau tinggali sejak kecil hanya karena aku?"

"Aku akan kembali kesepian jika tidak ada kau"

"Masih ada mama, papa, Kak Arlo, Kak Radit dan juga Kak Karan"

"Tidak sama. Mereka memiliki kesibukan sendiri. Aku tidak bisa mengganggunya"

"Jadi kau menahanku hanya karena ingin menggangguku?"

"Jangan salah paham. Setidaknya aku menjadi diriku ketika denganmu. Menjadi remaja pada umumnya. Jika dengan mereka, aku hanya menjadi anak kecil di mata mereka. Aku harus bersikap dan berpikiran dewasa. Mereka tidak memaksa namun tetap saja salah satunya harus mengalah jika adanya perbedaan umur yang cukup jauh. Di saat aku harusnya bermain malah diajak belajar. Bang Arlo yang saat itu kuliah, Bang Radit yang mempersiapkan diri untuk ujian nasional tingkat SMA dan Bang Karan yang sementara sibuk dengan organisasinya. Aku harus mengerti mereka agar mereka mau bermain denganku. Tidak boleh merengek dan tetap tenang"

KarakterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang