Si kembar sampai di depan apartemen Arzan. Menjemput cowok itu supaya bisa segera ke kafe cloudsweet menemui Jo. Arya memasukkan pin apartemen Arzan seperti biasa. Diikuti Ayyara yang melangkah masuk ke dalam. Arya membanting badannya di sofa.
“Samperin sana, Ay. Gue udah terlanjur duduk.”
Ayyara mendengkus kasar. Terpaksa ia melangkah menuju kamar Arzan agar mereka cepat-cepat pergi menemui Jo. Ia mengetuk pintu kamar Arzan dua kali.
“Zan!” panggilnya.
“ARZANO LO PUNYA TELINGA NGGAK SIH?!”
Takut jika terjadi apa-apa pada Arzan, Ayyara langsung membuka pintu kamar Arzan dengan kasar, dan ... Arzan sedang berganti baju. Sontak Ayyara membanting pintu kamar Arzan sedikit keras hingga mengejutkan Arzan di dalam.
Buru-buru Ayyara berlari menghampiri Arya dengan jantung berdegup kencang akibat penampakan badan sempurna Arzan yang dia lihat beberapa detik lalu.
“Gimana?” tanya Arya.
“Masih ganti baju.”
Ayyara mengatur napasnya perlahan supaya tidak terlihat panik. Tiba-tiba Arzan sudah di sebelahnya, berdeham singkat.
“Ayo, Kak!” Ayyara menarik tangan Arya untuk segera keluar apartemen Arzan tanpa berani menoleh pada Arzan yang tersenyum miring ke arahnya.
☆☆☆☆
Mobil Arya berhenti tepat di depan kafe cloudsweet sesuai atas rencana yang sudah triple A susun. Ayyara, Arya dan Arzan keluar dari alat transportasi tersebut. Mereka melangkah memasuki ramainya kafe malam ini.
Ayyara mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kafe, namun sosok yang dicari sepertinya belum datang. Akhirnya mereka bertiga memilih meja dekat kaca kafe. Memesan makanan, lalu mengeluarkan buku-buku untuk berpura-pura belajar.
“Gimana kompetisinya tadi? Langsung diumumin?” tanya Arzan berusaha menetralkan keadaan canggung di antara mereka.
“Iya, habis perform gue langsung dinyatakan lolos. Minggu depan ada seleksi 25 besar buat diambil 5 orang yang lanjut ke babak Eternity,” jelas Ayyara.
Arzan mengangguk paham meskipun Ayyara tidak melihat anggukkan kepalanya sebab gadis itu menatap kertas-kertas di hadapannya. Arzan iseng, menyobek sebuah kertas yang kemudian ia bubuhkan tulisan tangannya si atas sana.
“Lo mau jadi murid gue nggak, Ay?” tanya Arzan random.
“Gue kasih soal nih, biar lo makin jago matematika.”
Ayyara menatap tulisan tangan Arzan yang didominasi absis dan ordinat. Ayyara tebak ini adalah soal koordinat cartesius. Namun, kenapa sudah ada jawaban yang tertera di sana?
Y = 1/x
X² + y² = 9
Y = |-2x|
X = -3|sin y|“Susah.”
Arya melirik kertas di depan Ayyara. Ia terkekeh ringan mendapati coretan Arzan yang sudah ia prediksi jawabannya.
“Lo harus berjuang buat dapatin jawabannya.”
Sebelum sempat bertanya atas kebingungannya. Eksistensi seorang cowok yang memasuki kafe menarik perhatian Ayyara. Ia langsung melambaikan tangannya ke arah Jo.
“Udah lama?”
“Baru aja.”
Jo menatap Arya, lalu menatap Arzan yang di sebelahnya. “Kok ramean?”
“Kalau ramen itu mi,” sahut Ayyara random. Jo mendengkus mendengar ujaran tersebut.
Arzan memesan beberapa menu makanan untuk Jo dan untuk menemani obrolan berat mereka. Obrolan tentang kebijakan kelas unggulan.