Rutinitas belajar malam Ayyara terganti menjadi menghafalkan partitur berisi not balok Canon In D. Netra indahnya terpejam sesekali terbuka guna melihat partitur di hadapannya. Ingin sekali Ayyara menggunakan biolanya untuk berlatih, namun itu sangat tidak bisa ia lakukan. Karena, ia yakin jika ada suara biola di rumahnya akan membangunkan singa tidur dalam jiwa orang tuanya.
Di atas meja terdapat ponselnya yang tidak hidup sejak tadi pertanda tidak ada satu pun pesan masuk termasuk dari Apin. Pikiran Ayyara mulai bercabang ke sana-sini. Tidak biasanya Apin tidak rewel menghubungi.
Jengkel sendiri sebab tidak bisa konsentrasi, Ayyara menyambar kertas dan ponselnya lalu bergegas menuju kamar Arya. Sebelum sampai di kamar cowok itu, Ayyara menghirup oksigen sebanyak mungkin agar tenang. Ada Arzan yang menginap di kamar Arya malam ini. Ayyara sangat berusaha mengontrol emosinya supaya tidak memancing keributan dengan Arzan.
“Kak!” panggil Ayyara, kemudian membuka pintu kamar Arya.
Hanya ada Arya yang bermain ponsel dan suara gemercik air.
“Gue mau ikut kompetisi Erudite,” kata Ayyara.
“Lo mau diusir dari rumah?” sinis Arya.
“Support kek, bukan malah dipojokkin.”
Saat akan kembali ke kamar, Ayyara teringat sesuatu. Sebuah kalimat tantangan yang Apin katakan padanya.
“Lo terima ajakan debat Apin?”
“Iya. Kalau gue menang lo putus sama Apin, gimana?” tanya Arya iseng.
Mata Ayyara membulatkan terkejut. Ia tidak ada di tempat kejadian, namun ia yang jadi bahan taruhan.
“Nggak, gue nggak ikut campur. Jadi nggak usah bawa-bawa nama gue sebagai alasan lo terima debat dari Apin.”
Pintu kamar mandi terbuka, menampilkan Arzan yang baru selesai membersihkan diri. Sembari mengusap rambutnya menggunakan handuk, Arzan berjalan mendekati Ayyara.
“Canon In D?” tanya Arzan menarik kertas di tangan Ayyara.
“Hm, menurut lo mending Canon In D atau Fairytale?”
“Contradanza.”
Sebuah jawaban yang tidak ada di opsi. Ayyara menghembuskan napasnya pelan.
“Contradanza lo udah bisa, nggak jelek-jelek banget juga. Kenapa enggak?”
“Gue nggak confident!”
Arzan menduduki kursi dekat meja belajar Arya, menatap jengah pada Ayyara yang berdiri menunggunya berbicara.
“Kalau nggak PD yaudah nggak perlu ikut kompetisi.”
“That’s my big dream, Zan.”
“Kalau lo lolos, lo bakal masuk ke jenjang lebih tinggi. Banyak risiko jadi top star. Belum apa-apa lo udah bilang nggak PD, gimana nanti coba?”
Ayyara terdiam untuk beberapa saat sebelum kesadarannya kembali terkumpul. Ia memperhatikan Arzan yang membuka ponsel.
“Daripada lo capek-capek mikir mending tanya pacar lo kenapa dia ngedate sama Fanny.”
Jantung Ayyara berdegup kencang mendengar penuturan Arzan. Bahkan cowok itu menunjukkan sebuah foto dari Instagram Fanny.
“Jangan anggap remeh hal kecil, nanti lo yang diremehin.”
“Gue nggak ngerti, sekeren apa dia sampai-sampai kelakuan kayak buaya?”
Arya memutar malas matanya akibat pertanyaan mengandung api dari Arzan. Tidak segan-segan Arzan juga membuat Ayyara overthinking.