Kedua netra Arya langsung terbuka lebar tatkala jantungnya berdetak kencang. Sebagai sosok kembaran Ayyara, tiba-tiba pikirannya melayang kepada gadis itu. Arya buru-buru bangun, berlari ke kamar Arzan. Kosong.
“ARZAN!” teriaknya memanggil Arzan.
“Ayyara ke mana?”
Arzan menggeliat, merasa terganggu dengan teriakan Arya. Dia bergumam tak jelas membuat Arya menarik selimutnya kasar.
“Bangun kebo! Ayyara gue ke mana?”
“Tidur di kamar kan?” ucap Arzan pelan masih dengan mata terpejam.
Secara kasar, Arya melemparkan sebuah bantal hingga menubruk wajah Arzan. Dia berusaha menghubungi Ayyara. Tidak mungkin jika Ayyara pergi ke sekolah karena Ayyara tidak memiliki seragam.
Suara dering ponsel dari kamar Arzan menarik atensi Arya. Cepat-cepat dia bergegas mengecek ponsel kembarannya. Fokusnya tertuju pada sebuah pesan dari Bu Dewi.“Sialan,” umpat Arya pelan.
Kembali lagi menghampiri Arzan. Arya menarik paksa cowok itu supaya bangun.
“Bangun cok!” sentak Arya di ambang kepanikan.
Mau tidak mau, Arzan membuka matanya. Menatap wajah khawatir nan cemas dari Arya yang begitu kentara. Dia mendudukkan dirinya, disusul menguap sekali lagi.
“Lacak posisi Bu Dewi!” pinta Arya.
Arzan segera bangkit, menyambar ponsel Ayyara di tangan Arya. Dia bergegas menuju komputer di kamarnya, menuruti ucapan Arya.
Sebelum cowok itu memulai aksinya, suara Arya menghentikan.
“Ada pesan masuk.” Arya membuka pesan di ponselnya.
4A4C.4F5A4F4E This is the answer key to the question on page 22.
Dua laki-laki itu memutar otak mereka sekeras mungkin. Ini bukan kunci jawaban soal sekolah karena pilihan di sekolah hanya sampai opsi E.
Arya dan Arzan bertukar tatap. Sepertinya mereka memikirkan satu jawaban yang sama.“Heksa,” celetuk keduanya serempak.
Arya dan Arzan langsung menyambar jaket mereka. Dengan tergesa-gesa mereka pergi ke sebuah tempat yang pesan di ponsel Arya dapatkan.
☆☆☆☆
Pandangan Arya dan Arzan menyapu seluruh pekarangan rumah kosong. Kedatangan mereka tepat sekali dengan mobil polisi serta ambulans. Mereka berdua menatap bingung keadaan. Tidak ada satu di antara mereka yang menghubungi pihak kepolisian dan rumah sakit.
Arya menginjak pedal gasnya dalam-dalam. Menabrak tempat yang terlihat seperti gudang itu.
“Ayyara,” gumam Arya keluar dari mobilnya diikuti Arzan.
Jantung Arya berdegup kencang seiring langkah lebarnya menapaki tempat itu. Tatapan Arya jatuh pada kepala sekolah dan Bu Dewi. Lebih tepatnya pada pisau di tangan Pak Han. Jantung Arya mencelus menyadari bahwa Ayyara sudah tergeletak tak berdaya di atas lantai.
Para polisi langsung meringkus.
Sementara, Pak Han dan Bu Dewi bersiap kabur melalui sebuah pintu lain. Tepat sekali sedetik sebelum dua orang itu melarikan diri, peluru polisi melukai kaki Pak Han dan Bu Dewi.
“
Angkat tangan!”
Para polisi berhasil membawa dua pihak tersangka. Menyeret Pak Han dan Bu Dewi agar sampai ke pihak berwajib.
Arya berlari menghampiri Ayyara yang sudah memejamkan matanya. Mata Arya memerah tatkala tangannya menyentuh tubuh Ayyara yang berangsur dingin.