Chapter 28

19 12 0
                                    

◇◇◇

Begitu mobil Dylan terparkir di tempat tujuan, Ileana segera keluar dari mobil, berlari ke pinggir danau dengan girang. Ia berlari dengan tangan merentang seraya berteriak girang layaknya burung yang lepas dari sangkar. Rambutnya yang digerai berterbangan mengikuti arah angin. Tungkainya begitu cepat bergerak, bahkan Dylan melihatnya seolah gadis mungil itu terbang, tubuh kecilnya seakan terbawa angin. Melihat tingkah lucu gadis itu mengundang tawa geli Dylan. Lantas ia susul dari belakang.

"Ah ... kangen banget... rasanya udah lama banget aku gak ke sini." Desis Ileana.

"Lima tahun itu bukan waktu yang sebentar asal kamu tau." Celetuk Dylan yang sudah berdiri di sebelah Ileana, menatap lekat wajah gadis itu dari samping. Gadis itu menengadah, bulu matanya saling berhimpitan sebab matanya terpejam damai menikmati rasa rindu yang terbalas akan tempat yang penuh kenangan bersama mendiang sang ayah. "Kamu kangen banget sama tempat ini?" Desis Dylan.

"Hm. Tempat ini adalah tempat terakhir yang aku datangin sama papa. Aku rindu banget sama taman ini..." ada sirat pilu dalam nadanya. Dylan menangkap itu dengan jelas.

Dylan menatap lurus ke depan dengan pandangan menerawang. "Seperti itu juga rasa rindu aku ke kamu selama ini. Bahkan aku rasa lebih dari itu. Aku hampir mati, hampir mati karena gak kuat nahan rindu." Ileana membuka matanya lalu menoleh pada Dylan. Dylan juga menoleh padanya. Membuat mereka saling bertatapan. Melihat senyum manis Dylan membuat Ileana merasa paginya semakin cerah.

"Ayo!" Dylan secara tiba-tiba menggandeng tangan Ileana, membawanya entah kemana. Membuat Ileana berjalan agak sempoyongan lantaran mengikuti gerak tungkai Dylan yang menciptakan langkah lebar.

Dan ternyata pemuda itu membawa Ileana ke tempat penyewaan sepeda. "Pilih sepeda yang kamu suka." Titahnya seraya mengamati sederet berbagai macam jenis sepeda di hadapan. Dan Ileana memilih sepeda berkeranjang sewarna merah muda. Dylan mendengus malas seraya merotasikan bola mata. "Aku udah yakin kamu bakal pilih sepeda yang itu." Gerutunya seraya mengambil sepeda yang dipilih Ileana. Mendengar gerutuannya, Ileana hanya menampilkan cengiran lebar. Ia memang sengaja ingin mengerjai Dylan. Dalam benaknya, lelaki itu pasti akan terlihat manis mengendarai sepeda merah muda dengan jumbai-jumbai yang menggantung pada stang.

"Naik." Titah Dylan saat dia sudah lebih dulu duduk di atas sepeda. Sebelumnya ia sudah membuat kesepakatan penyewaan sepeda kepada si pemilik sepeda.

"Let's goooo!" Ileana berseru antusias dengan kepalan tangan yang ia angkat ke udara. Dengan lengkungan yang menghias bibir, Dylan mulai mengayuh sepedanya dengan penuh semangat.

"Pagi ini cerah banget ya? Cerahnya gak kayak biasanya." Gumam Dylan. Bibirnya menciptakan lengkungan indah kala memandang langit biru yang menaungi bumi, ditemani gumpalan-gumpalan awan putih yang membentuk buntalan. Skyline yang sangat indah.

"Hm. Karena mereka juga pengin ngerayain kepulangan aku." Jawab Ileana penuh rasa percaya diri. Dylan tertawa kecil mendengarnya. Ileana adalah anak yang penuh dengan rasa percaya diri, penuh dengan semangat yang membara. Dylan baru menyadarinya hari ini.

"Kita mau ke mana?" Ileana memajukan wajahnya menatap Dylan yang sedang mengayuh sepeda dengan penuh semangat. Sesekali ia berdiri untuk mengumpulkan energi. Bahkan lelaki itu tetap terlihat tampan sekalipun dilihat melalui garis rahangnya. "Jangan terlalu jauh." Pesan Ileana.

"Kamu gak mau aku capek?" Ucap Dylan, mencoba menerka isi pikiran Ileana.

Dia... masih bisa baca pikiranku. Apa dia ini bener-bener manusia?

"Aku banyak makan akhir-akhir ini." Ileana kembali memundurkan kepala, memilih menyandarkannya pada punggung lebar Dylan. Lingkaran tangannya di pinggang Dylan belum mengendur sejak awal ia tautkan di sana.

One Man Million FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang