Chapter 9

35 15 0
                                    


Ileana tersentak kecil. Perlahan ia angkat kepalanya dari atas kedua lipatan tangan yang dijadikan bantal. Lalu mendudukkan tubuh yang setengah berbaring di kursi. Dengan mata yang masih setengah terbuka, Ileana amati keadaan sekitar. Ia mengerjap-ngerjapkan mata beberapa kali guna mencari tahu lokasinya kini. Dan ia sadar dia masih berada di Sweet Coffee sejak semalam. Ia tatap jam dinding di arah Utara kedai yang menunjukkan pukul tujuh pagi. Tangannya bergerak mengusap-usap mata, mengembalikan penglihatan yang sedang kabur. Aroma kopi yang menguar membuat Ileana seutuhnya terbangun. Asap minuman itu masih mengepul, pertanda jika minuman itu baru saja dibuat.

"Ah… kamu emang sahabat yang baik, Van. Kamu selalu perhatian sama aku. Aku bahagia banget punya sahabat kayak kamu." Ileana tersenyum lebar pada cangkir di hadapannya. Pasti Nevan yang telah membuatkan kopi itu untuknya. Ileana juga yakin, Nevan pasti merasa prihatin melihat dirinya tertidur di kursi kedai. Itu sebabnya lelaki itu buatkan secangkir caramel macchiato untuknya.

Tangan Ileana terulur untuk meraih cangkir yang masih mengepulkan asap, bertepatan dengan lonceng di pintu kedai yang berdenting nyaring. Dengan cepat ia tolehkan kepalanya ke sana, dan seketika matanya membola. Sosok Nevan Reyshiva muncul. Orang yang ia duga telah membuatkan caramel macchiato untuknya faktanya baru menampakkan batang hidungnya sedetik lalu. Ia pikir Nevan sedang di dapur tengah berbenah. Namun nyatanya kemunculan sosok yang sejak beberapa detik lalu ia puji di dalam hati sukses mengacaukan isi kepala Ileana.

"Morning, Lea. Kamu nginap di sini lagi?" Dan sapaan lelaki itu kala melewatinya kentara sekali jika dia memang baru datang. Secara bergantian Ileana tatap Nevan dan cangkir di hadapannya bergantian. Terakhir, netranya terfokus pada cangkir. Di sebelah benda itu ada secarik kertas berisi sebuah pesan. Ileana penasaran dengan isi pesan itu. Ia sambar dengan cepat kertas tersebut guna membaca aksara yang tersemat di dalamnya.

Hello ^^
Good morning, Baby ^^
Pasti tidur kamu nyenyak banget, ‘kan, semalam? Jelas dong. Karena ada aku di samping kamu. Juga… karena apa yang udah kita lakuin semalam. Kamu pasti kecapean sampai ketiduran. Mana tidurnya pulas banget lagi. Makanya aku buatin caramel macchiato untuk kamu. Dahi Ileana mengernyit tak mengerti. Tercetak jelas kebingungan di wajah cantiknya. Seingatnya dia dan alien aneh itu tidak melakukan apa-apa semalam. Tapi kalimat ambigunya…

Dan Ileana yakin surat itu dari Dylan. Karena ketika membaca isi di kertas itu, suara bariton milik Dylan bermain dalam kepala Ileana.

Mengesampingkan beribu argumen di benak, Ileana kembali melanjutkan membaca pesan itu yang telah ia pastikan dari Dylan.

Aku gak nyangka kamu jago banget mainnya di balik sikap polos kamu selama ini. Kamu jago banget mimpin permainan kita semalam. Aku suka cara kamu mimpin permainan. Dan aku harap kita bisa ngulangin itu lagi di lain waktu.

Your bae :3

"Bangsat!" Pekik Ileana berapi-api. Dadanya naik turun dengan tangan yang masih menggenggam kertas dari Dylan. Rasa panas mulai meradang dalam dada.

Ileana tergugu kala kertas yang ia pegang direbut oleh Nevan yang kini duduk di hadapannya, tubuhnya sudah dibalut apron.

"Siniin!" Ileana berusaha merampas kertas di tangan Nevan, sementara Nevan berusaha menjauhkannya. Kendati kalimat-kalimat ambigu itu sama sekali tidak benar, tapi pasti akan menimbulkan tanda tanya besar di benak pembacanya. Alien itu benar-benar sialan!

"Ini apa?" Nevan berusaha menjauhkan kertas itu dari Ileana sekaligus berusaha membaca isinya.

"Van, please, jangan percaya alien itu. Kamu tahu sendiri ‘kan dia gak waras…" rengek Ileana.

"What?!" Mata Nevan melebar, sementara Ileana meringis lalu mendengus pasrah. Ia menyerah. Nevan mungkin mulai menangkap hal-hal tidak benar di sini.

"Lea! Kamu ngapain semalam?! Sama siapa di sini?" Cecar Nevan dengan mata membulat tak percaya. Ia amati Ileana lekat-lekat. Tak sengaja tujuan netranya justru malah meleset, jatuh pada kemeja Ileana, tepat pada dua kancing teratasnya yang terbuka.

"Itu gak benar, Van. Dia gila. Kamu tahu sendiri, 'kan?" Ileana masih berusaha membela diri.

"Itu udah jelas sebagai bukti." Ileana menunduk, mengarahkan arah pandangnya mengikuti arah manik Nevan. Dan seketika matanya membola, segera ia kancingkan kemejanya yang sedikit terbuka.

"Aaaaaaaa!!!!!" Jerit Ileana frustrasi. Apa yang sudah dilakukan Dylan padanya semalam? Apa laki-laki itu memperkosanya? Bisa saja dia memberi Ileana obat secara diam-diam, lalu …

"Aaaaaaaaa!!!" Ileana meraung dengan kaki menghentak-hentak di lantai. Dia menjerit, meraung, menangis kuat dengan kedua tangan yang memukul-mukul meja layaknya sedang kesetanan. Dylan benar-benar sialan. Jika bertemu dengannya hari ini, Ileana bersumpah akan meremukkan tulang-tulang alien itu hingga habis tak bersisa. Dylan akan dia jadikan fresto hari ini.

"Dan,"

"Van, demi Tuhan, aku dan orang gila itu gak ngelakuin apa-apa semalam. Aku berani sumpah." Ileana mengangkat jari telunjuk dan tengahnya. Menatap Nevan lekat, memberi keyakinan.

Mendengar kata manusia gila yang diucapkan Ileana, Nevan tahu siapa yang gadis itu maksud kini, seseorang yang bersamanya semalam di sini. Sudah pasti tentara itu.

"Terus kenapa baju kamu kebuka gitu? Itu udah cukup ngejelasin apa yang udah kalian lakuin semalam." Tuding Nevan sarkastik, menyudutkan Ileana.

"I-ini…" Ileana mendadak tergagap tak bisa menjawab. Ia sendiri juga tidak tahu mengapa bajunya bisa terbuka. Tidak mungkin Dylan yang membukanya, 'kan? Kecuali jika benar Dylan sudah memperkosanya. "Hm?" Tantang Nevan dengan kedua alis yang ia naik turunkan dengan cepat, dibubuhi satu sudut bibir yang ditarik menyeramkan.

"Kamu sama dia…" Nevan sengaja menggantungkan kalimatnya memancing Ileana. Sekadar menjahilinya. Karena sejujurnya Nevan sepenuhnya percaya pada Ileana. Gadis itu tidak pernah berbohong mengenai apa pun dan terhadap siapa pun.

Ileana mencoba merekam ulang semua yang ia lakukan dan bicarakan dengan Dylan semalam baik-baik. Ia ingat semuanya kini. Dan tidak ada hal aneh yang mereka lakukan semalam, seingatnya. Seingatnya.

Namun pada detik berikutnya mata Ileana membola secara mendadak, tubuhnya duduk dengan tegap. Membuat Nevan yakin bahwa gadis itu telah mengingat sesuatu.

Ya, sekali lagi, kecuali jika Dylan memberi obat dalam makanan atau minuman untuknya, dan mereka melakukan itu. Apalagi sebelumnya lelaki itu sempat membahas tentang seks, bukan tidak mungkin jika semalam dia…

"Aaaaaaaaaaaaa!!!" Nevan mengernyit risih kala Ileana kembali memekik. Gadis itu merengek kembali layaknya anak kecil yang direbut mainannya. "Berengsek!" Umpat Ileana seraya menghentak-hentakkan kaki. Dia meraung kuat, benar-benar seperti anak kecil. Tidak hanya di mata Nevan, tapi mungkin di mata orang lain jika melihat tingkah Ileana saat ini.

"Bener, 'kan? Kamu sama dia…" Nevan menatap Ileana dengan mata menyipit curiga. "dan itu," Nevan menunjuk jaket yang bertengger di bahu Ileana yang sontak membuat Ileana menyentuh pundaknya. Ia ambil jaket itu dan membaca bordiran yang tertulis ‘DYLAN ARKANA KAGENDRA’ yang tersemat di dada kiri. Ileana ingat, lelaki itu menyampirkan jaket ini di kursinya semalam.

"Jadi nama alien itu Dylan Arkana Kagendra?" Desis Ileana sengit. "Awas kamu, Dylan Arkana Kagendra! Habis kamu hari ini! Hari ini bakal jadi hari terakhir kamu bernapas di bumi!" Geram Ileana seraya menggenggam kuat-kuat jaket navy di tangannya, meremasnya geram seolah itu adalah wajah Dylan.

***

Jangan lupa vote.

One Man Million FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang