Chapter 15

45 16 0
                                    

◇◇◇

"Ayo," Dylan membukakan pintu mobil bagian penumpang untuk Ileana. Tangannya ia ulur untuk Ileana genggam agar mereka berjalan bersama.

"Ngapain ke sini?" Tanya Ileana dari dalam mobil, enggan keluar. Ileana tahu sekarang mereka berada di area parkir di salah satu mall terbesar di Jakarta - Pacific Place Mall. Namun ia enggan keluar dan tidak akan mungkin keluar. Bajunya basah, dan akan sangat memalukan jika dia masuk ke dalam mall dengan keadaan seperti ini. Atau jangan-jangan, Dylan sengaja ingin mempermalukannya?

"Kamu tuh licik banget, ya?!" Bentak Ileana setelah menyadari seluk-beluk tujuan Dylan membawanya kemari. Tak salah lagi, Dylan pasti ingin mempermalukannya. "Aku gak mau keluar." Sungut gadis itu seraya melipat tangan di depan dada dan membuang pandangan lurus ke depan.

Berdecak sebal, Dylan masuk ke dalam mobil melalui pintu di sisi Ileana guna mengambil jaket militernya di kursi belakang. Ileana memundurkan tubuh merapat pada kursi yang ia duduki guna menghindari tubuh Dylan yang sedang melintasi pahanya. Dan saat ia memperhatikan Dylan yang sedang mengambil jaketnya, sorot matanya berubah memukau. Menatap punggung lebar nan kokoh milik Dylan dari samping. Sempat terbesit opini di benaknya; bahwa rasanya pasti akan sangat nyaman sekali memeluk punggung lebar itu lalu menyandarkan kepala di sana. Itu akan menjadi tempat yang paling nyaman untuk bersandar.

Ileana mengerjap-ngerjap lugu. Kala Dylan hendak keluar, ia menolehkan kepalanya menatap Ileana, tersenyum manis dengan jarak wajah mereka yang amat dekat. Ileana ingin menghindari tatapan lembut itu, tapi tidak tahu bagaimana caranya. Tidak ada ruas untuk menghindar. Jangankan menghindari tubuhnya, untuk menghindari kontak mata dengan Dylan saja dia tidak bisa lantaran posisinya yang terjepit. Beruntung hanya sebentar Dylan menjahilinya. Membuat dia akhirnya menghela napas lega.

"Ayo," Dylan mengulurkan tangannya lagi, mengajak Ileana keluar dari mobil. Ileana menurut namun mengabaikan uluran tangan Dylan. "Nih, pakai." Titahnya sambil mengunjurkan jaketnya.

"Aku gak bakal ditembak karena makai jaket ini, 'kan?" Tanya Ileana paranoid setelah jaket itu ia terima dari Dylan.

"Nggak." Mendapat jawaban santai dari Dylan, Ileana mulai mengenakannya. "Mungkin cuma bakal dilempar rudal aja kalau anggota saya lihat kamu pakai itu." Ileana yang sedang memasukkan tangan kanannya ke dalam lengan jaket membeku seketika dengan mata membulat takut. "Karena sebenarnya kamu gak boleh pakai jaket itu karena kamu bukan bagian dari kami. Juga karena ada nama saya di sana. Kamu bisa aja ditangkap atas kasus pencurian atau pemalsuan identitas." Ileana mulai gelagapan, keringat dingin mulai merambat di pori-pori dahi. Ia teguk saliva yang tercekat di tenggorokan dengan gusar.

"J-jadi... gimana?" Tanyanya panik. Agaknya Dylan tidak sedang mengusilinya. Karena memang ada nama pemuda itu tersemat di bagian kiri dada jaket.

Dylan merangkul Ileana, mendekatkan wajahnya pada telinga gadis itu, membisikkan sesuatu. "Itu urusan kamu." Lalu meninggalkan Ileana menuju pintu masuk mall dari basement. Ileana yang sudah dirundung panik tergopoh-gopoh menyusul dari belakang. "Ngomong-ngomong, saya gak pandai jinakin bom."

"Apa?! Terus gimana kalau aku mati?!" Pekik Ileana yang semakin panik.

"Ya dikuburin lah." Jawab Dylan santai.

"Kamu tuh ya! Hih! Nyebelin!" Erang Ileana frustrasi. Ia menggerakkan tangannya seolah ingin mengcengkeram wajah Dylan.

Dylan mendadak mengulum senyum manis. Membuat Ileana menatapnya curiga. "Selagi saya ada di samping kamu, kamu aman. Saya janji bakal ngelindungin kamu dengan sepenuh hati." Bisiknya. Ileana merotasikan bola matanya jengah. Selain sifat menyebalkannya yang tak tertolong, tentara yang satu ini agaknya juga lihai merayu wanita.

One Man Million FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang