Chapter 25

20 12 0
                                    

◇◇◇

Tujuan Dylan terbang jauh-jauh ke Seoul tentu bukan hanya sekadar untuk melihat penampilan menawan Jovanka memainkan tuts-tutsnya di atas panggung, bersama penyanyi-penyanyi terkenal. Sebelumnya dia bertugas beberapa hari di sini, latihan gabungan dengan Tim Armada Korea. Kebetulan latihan gabungan itu selesai tepat di saat Jovanka sedang mengisi acara yang diisi oleh para penyanyi internasional. Karena tugasnya sudah selesai, tentu Dylan juga selesai. Dia harus kembali ke Negaranya. Dia memang sedang libur sekarang. Tapi waktunya tak banyak, tak bisa ia habiskan seluruhnya di sini. Dia lebih nyaman berada di Negaranya sendiri. Berjaga-jaga sembari menunggu. Kalau bisa seluruh sudut Jakarta akan ia kelilingi guna mencari Ileana lagi.

Malam ini ia dan Jovanka duduk berhadapan, bersantai sembari menunggu keberangkatan pesawatnya di sebuah coffee shop yang satu kawasan dengan bandara. Mereka ke bandara dua jam lebih cepat. Karena memang ini tujuan Jovanka, mengajak Dylan bicara serius.

Sebenarnya hubungan mereka memang sehangat ini - dulu. Mereka berteman sejak kecil. Apalagi setelah ibu Jovanka pergi untuk selamanya, hanya bersama Harini dan Dylan lah Jovanka menghabiskan waktu. Ayahnya sering menitipkan Jovanka bersama keluarga Kagendra karena beliau sering keluar Negeri untuk urusan bisnis. Semuanya terasa indah dan manis. Namun setelah Harini mendeklarasikan perjodohan antara Jovanka dan Dylan, kehangatan mereka lesap detik itu juga. Terlebih Jovanka menaruh harap besar pada rencana perjodohan itu, kerap menuntut Dylan agar mengabulkan keinginan orangtua mereka. Membangun sikap dingin Dylan terhadapnya. Dan anggap saja kedatangan Dylan di konsernya semalam sebagai permintaan maaf atas sikap dinginnya selama ini. Ia mencintai Ileana, dan Jovanka tahu betul. Dia juga sudah mengatakannya berkali-kali. Ia harap gadis itu akan mengerti, dan mereka memulai semuanya seperti dulu lagi.

"Berapa lama lagi pesawatnya take off?" Tanya Jovanka seraya memotong waffle yang sudah ia pesan.

"Dua jam lagi." Jawab Dylan santai. Matanya dengan liar mengitari lingkungan sekitar, memindai wajah di sana satu per satu. Barangkali wajah yang masih terukir jelas dalam memorinya ia temui di sini kendati hatinya meledek isi kepala. Dalam hati Dylan berpikir, mana mungkin Ileana melarikan diri hingga sejauh ini. Menghindarinya ke Seoul? Itu konyol sekali.

"Apa?! Itu sebentar banget, Dyl! Kamu nipu aku!" Protes Jovanka karena Dylan mengatakan waktunya masih tersisa lima jam lagi tadi. Hingga mereka bisa sedikit lebih lama untuk menghabiskan waktu berdua. Nyatanya lelaki itu malah membohonginya.

Dylan tergelak gemas, "aku cuma gak mau kamu nunggu lama di sini. Setelah penampilan indah kamu semalam, pastinya kamu butuh banyak waktu untuk istirahat." Ucapnya beralasan. Dan alasan itu memang bukan sembarang alasan. Dylan hanya tak ingin Jovanka merasa lelah. Setelah semalam mereka terlelap pukul empat pagi, dan tadi Jovanka juga sempat menemaninya berbelanja di Hongdae. Dylan tak ingin menahan gadis itu semakin lama bersamanya. Apalagi besok pagi gadis itu akan terbang ke Paris, ada acara yang harus ia isi di sana. Toh nanti jika dia sudah mendapatkan masa libur full, Dylan akan menghabiskan seluruh waktu liburnya bersama Jovanka. Dia berjanji.

"Bukan itu masalahnya." Sangkal Jovanka. Air mukanya mulai terlihat serius. Memancing rasa penasaran Dylan.

"Terus?" Rasanya mata Dylan telah memutih mengamati orang-orang di sekitar. Namun netranya tak urung menangkap sosok yang diinginkan. Jadi Dylan kembalikan fokusnya pada Jovanka, menatap gadis itu penasaran. Kalimatnya tadi merenggut seluruh atensi rasa Dylan.

Jovanka mengangkat cangkirnya hingga sejajar dengan mulut, menyesap isi di dalamnya sedikit. "Ada yang mau aku bicarain sama kamu." Beritahu Jovanka dengan sorot menatap Dylan lurus. Cangkirnya ia letak kembali di piring kecil di atas meja, pertanda siap memulai.

One Man Million FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang