◇◇◇
Dylan membaringkan tubuh Ileana dengan hati-hati di atas ranjangnya. Ia lepas sepatu gadis itu lalu menyelimuti tubuhnya. Dylan menghela lega melihat gadis itu sudah tenang sekarang, terlelap dengan begitu nyenyak. Dia tak lagi menangis ataupun menggumam. Dan Dylan tak mungkin meninggalkan Ileana dengan keadaan seperti itu. Dia harus menemani Ileana. Tak masalah jika hanya tidur di sofa.
Dylan duduk di tepi kasur, merapikan rambut Ileana yang menutupi wajah gadis itu. Ia mengulum senyum melihat betapa pulasnya tidur perempuan yang begitu ia cintai. "Sleep tight, My Love." Mengecup dahinya sejenak, lantas Dylan beranjak untuk tidur di sofa ruang bersantai.
"Jangan pergi!" Ileana menangkap lengan Dylan. Membuat Dylan duduk kembali, menatapnya penuh tanya. Dengan matanya yang masih terpejam rapat, gadis itu berhambur memeluk Dylan erat. Kembali menangis kuat seperti tadi. Bahkan bahunya bergetar hebat kini. Dia memeluk Dylan semakin erat seiring isakan yang terdengar semakin tak terkendali. "Jangan pergi, Pa..." mata Dylan sedikit membulat lantaran terkejut. Apa Ileana mengira dia ayahnya? Sejak tadi gadis itu terus saja memanggil sang ayah, apalagi ketika Dylan menciptakan skinship di antara mereka.
"Jangan pergi... jangan tinggalin aku lagi... aku sendiri di sini. Jangan tinggalin aku. Papa gak boleh pergi..." mohon Ileana dengan sangat, isakannya semakin terdengar pilu. Dylan mendekap Ileana semakin erat sembari tangannya mengusap kepala gadis itu dengan lembut.
"Iya... Aku gak akan ninggalin kamu, Sayang. Aku akan selalu bersama kamu. Aku di sini, aku di sini untuk kamu. Aku gak akan pernah jauh dari kamu." Ucap Dylan menenangkan Ileana sembari mengecupi kepala gadis itu.
Alih-alih merebahkan tubuh, Ileana malah semakin mengeratkan pelukannya pada daksa hangat Dylan. Kehangatan yang telah lama tak ia rasakan kembali dapat ia nikmati. Ileana tentu tak akan rela rasa hangat dan nyaman ini sirna begitu saja. Dia merasa ayahnya benar-benar tengah mendekapnya saat ini. "Aku kangen Papa..." Dylan membaringkan Ileana dengan dia yang juga ikut berbaring di sisi gadis itu. Menarik selimut menutupi tubuh mereka, lalu merengkuh Ileana erat. Gadis itu melesakkan kepalanya ke dada Dylan, mencari posisi ternyaman.
"Aku kangen Papa..." lirihnya. Dylan mengusap rambut panjang Ileana seraya menerawang jauh. Mencoba mencari tahu sendiri apa yang terjadi dengan ayah Ileana. Dylan merasa ada yang Ileana sembunyikan tentang kepergian ayahnya.
Dylan tidak tahu apa yang tengah mempengaruhi Ileana saat ini. Entah efek kelelahan atau karena sedang banyak pikiran. Seharian ini, setelah menyelesaikan tesnya, Dylan dan Ileana menghabiskan hari berdua. Berakhir di rumah pada pukul dua belas malam. Di perjalanan menuju rumah Ileana sempat tertidur, dan agaknya mendapatkan mimpi buruk. Bahkan Dylan harus menghentikan mobilnya untuk menenangkan gadis itu yang tiba-tiba sesenggukan.
Dan sekarang mereka tiba di rumah, hal seperti tadi terjadi lagi. Ileana tiba-tiba menangis, mengatakan bahwa dia merindukan orangtuanya, sang ayah terutama. Membuat banyak tanya tercipta dalam tempurung kepala Dylan. Dan cukup merasa bersalah pada Ileana. Dia takut, pertanyaan-pertanyaan tentang keluarganya yang Dylan lontarkan pada Ileana mengganggu pikiran gadis itu hingga berakhir seperti ini. Dylan merasa bersalah, karena barangkali pertanyaan darinya kembali mengungkit kesedihan Ileana. Jadi Dylan berniat dalam hati, pelan-pelan untuk mencari tahu sendiri tentang keluarga Ileana, mencari sumber kesedihan gadis itu. Apalagi jika mengingat tentang cerita Ileana mengenai kepergian ayahnya yang terdengar ganjil, mengusik rasa penasaran Dylan. Seperti ada yang disembunyikan Ileana darinya. Dan Dylan akan mencari tahu itu sendiri. Demi kebaikan Ileana sendiri.
.
.
.
1 month later
KAMU SEDANG MEMBACA
One Man Million Feelings
Romance- 𝐎𝐧𝐞 𝐌𝐚𝐧 𝐌𝐢𝐥𝐥𝐢𝐨𝐧 𝐅𝐞𝐞𝐥𝐢𝐧𝐠𝐬 - Malam itu, Dylan Arkana Kagendra hanya ingin melepas penatnya setelah seharian penuh bekerja dengan menikmati kopi kesukaannya - caramel macchiato - di sebuah kedai kopi kecil di sudut kota. Senyap...