16. Pengakuan Mengenai Rasa Sakit

727 164 724
                                    

Sekian lama mendung masih disini
Belum permisi tinggalkan pengap didada
Kecewanya hatiku hilangkan relung hati
Hampir saja ku mati. mati rasa padamu

Kembalikan lagi senyumku yang manis
seperti dulu. Ku rasa kini aku tertahan
Menahan luka yang amat dalam

Kembalikan lagi senyumku aku tak
betah begini. Semenjak hati dan jiwa luka
Ku kehilangan senyum.

~Melly Goeslaw - Kembalikan senyumku~

Sebelumnya aku mau tanya, kalian gak lupa kan kalau impiannya Jovan itu jadi penulis? Kalo lupa aku ingetin hehe.

Happy Reading all💙

📌
Biasakan vote sebelum membaca;)

○○》《○○




Angin dingin sore itu seakan memasuki pori-pori kulitnya Jovan lebih dalam lagi. Dari kaca mobil yang dibiarkan terbuka, Jovanka bisa menghirup bau khas aroma jalanan yang membawa polusi udara kota Jakarta menusuk indra penciumannya. Samar-samar gelagar petir sudah terdengar dari berbagai sisi, sehingga tidak salah kalau sedari tadi bunda terus meminta ayah untuk sedikit lebih cepat lagi mengendarai mobilnya, hanya karena katanya ada jemuran yang harus diangkat juga takutnya keburu turun hujan.

Perjalanan pulang tidak seasik waktu berangkat, karena selain bunda yang sudah cemas sendiri memikirkan nasib jemuran. Jovanka justru mendadak diam, tidak banyak bicara. Dari awal duduk pada bangku mobil pria itu hanya menunduk, seolah pasrah dan tidak peduli pada angin dingin yang bisa saja membuatnya masuk angin begitu pulang nanti.

"Kak? Yang tadi..."

Tristan tidak lagi melanjutkan, karena Jovan sudah menggeleng belum apa-apa. Sampai detik berikutnya dia hanya bisa menarik napas pasrah.

"Liburan Van? Kalau gue..., ini gue lagi kunjungan atas dasar merayakan terbitnya novel ke empat."

Sumpah rasa-rasanya ketika pria bernama Antonius itu berkata begitu, ingin sekali tangan Tristan bergerak hanya untuk merontokan gigi-giginya. Siapa yang bertanya? Tidak ada. Tristan tahu kalau bicaranya lelaki itu, semata-mata hanya ingin membuat Jovanka iri terus terkagum-kagum. Cuihh! Pernah pakai cara licik, kok bangga?

"Lo kalau sempet baca lah novel-novelnya gue, ada di gramedia kok... sebagai bentuk dukungan kan."

Sekali lagi Tristan sudah akan melangkah maju, hanya untuk mengatasi tawaan jahanam milik Antonius. Tapi lagi dan lagi kakaknya itu berhasil menahannya. Dan ini yang paling Tristan tidak suka, dengan senyuman kentara yang nyaris seperti dipaksakan Jovan berkata.

"Lanjut jalan dek, kasian ayah sama bunda takut nungguin." seolah tidak ada beban.

Tristan hanya mengikuti, meninggalkan sosok Antonius dengan segudang sikap sombongnya disertai tawaan bodohnya. Sumpah, Tristan benci melihatnya!

Cuman karena perjalanan sampai lebih cepat dibanding sebelumnya, karena Jakarta tidak begitu ramai sore itu. Pada akhirnya bunda bisa bernapas lega, walau langit semakin kentara mendungnya tapi untungnya hujan belum benar-benar turun. Begitu semuanya keluar dari mobil, tanpa ada basa-basi Jovan sudah meminta Tristan untuk mengantarkannya ke kamar. Selama beberapa detik Tristan belum mengiyakan, lalu dia lihat ayah dan bunda saling lempar pandang, berakhir menatap dirinya seolah bertanya ada apa?

Sejujurnya Tristan ingin memberi tahu detik itu juga, tapi dia pikir sepertinya bukan waktu yang tepat untuk buka suara. Mau gak mau Tristan hanya jawab dengan mengangkat bahu, kemudian mulai menuntun Jovan menuju kamarnya.

Terbit[✔]Tomorrow•Esok Tak Pernah DatangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang