23. Sederhana Tapi Berkesan

592 137 713
                                    

Kalau suka sama cerita Tarigan jangan lupa vote, boleh di share juga ke teman-teman kalian. Boleh bantu ramaikan juga di tiktok dengan hastag #tariganwattpad. Terimakasih💙

Ok kita lanjutkan, selamat membaca💙

📌

Biasakan vote dahulu sebelum membaca;)

Part 22 di Unpublish demi kepentingan penerbitan😊🙏

○○》《○○

Diantara kesunyian dua manusia dalam satu rumah, Tristan membiarkan televisi menyala tanpa ada yang menonton

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Diantara kesunyian dua manusia dalam satu rumah, Tristan membiarkan televisi menyala tanpa ada yang menonton. Niatnya semata-mata hanya ingin membuat suasana tidak begitu horor sebab sedari tadi dia dan Jovan sama-sama membisu padahal duduk berdekatan, hanya beda sofa.

Semenit, dua menit keduanya membiarkan suara detak dari jarum jam dinding mengisi pendengarannya dengan irama yang seakan-akan menyeramkan beriringan dengan tempo detak jantung mereka, kompak bagai nada yang di rencanakan. Selama beberapa saat Tristan melirik ke arah Jovan yang masih membisu, tangan kanannya terangkat menutup matanya seperti berlagak bagai orang frustasi.

Detik itu juga Tristan ingin buka suara, tapi melihat bagaimana Jovan begitu tenang seperti enggan merespon apapun, pada akhirnya dia membuka langkah memilih untuk berjalan keluar setidaknya tidak satu ruangan dengan Jovan rasanya tidak akan sampai secanggung sekarang.

"Dek." baru mengambil jarak, langkah Tristan berhenti.

"Luka lo?"

"Gapapa," jawaban dari Tristan, tangan yang semula menutup penuh dua mata itu turun perlahan-lahan.

"Gapapa dari mananya?" Jovan menegapkan posisi duduknya. "Ayah sama bunda? Pasti marah kalau lihat lo begini."

"Kak... tadi gue pergi," Jovan diam, sebab bukan jawaban yang dia dengar.

"Gue udah sampe sana, tapi gue malah pergi."

"Gue tau." kali ini giliran Tristan yang berhasil dibuat terdiam. Bukan karena dia tidak punya jawaban atau kehabisan kata-kata, tapi karena Tristan sadar kalau kenyataannya Jovan memperhatikannya lebih jauh daripada dugaannya.

Selama beberapa saat lelaki itu membiarkan tatapan matanya tidak beda jauh dengan sorot milik Jovan, kosong dan hanya menuju ke satu arah. Bedanya, Jovan melihat kegelapan sementara dirinya menatap penuh kegamangan sosok di depan sana.

"Terus? Lo marah?"

Tapi alih-alih seperti pemikirannya barusan, sosok yang begitu tenang itu malah tersenyum kecil. Seolah-olah kesalahan Tristan tadi bukanlah apa-apa.

"Lo tahu dek?" Jovan bertanya ketidakpastian. "Semuanya emang sulit, tapi setidaknya masih ada satu alasan yang buat kakak bertahan sampe sekarang."

"Apa?"

Terbit[✔]Tomorrow•Esok Tak Pernah DatangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang