Vote jangan lupa...vote jangan lupa...vote jangan lupa...vote jangan lupa...vote jangan lupa...vote jangan lupa...vote jangan lupa...vote jangan lupa...vote jangan lupa...vote jangan lupa...
Happy Reading all💙 part yang satu ini sederhana hehe..
¤¤¤¤
📌
Orang baik vote dulu;)"Gawat."
Hal pertama yang diucapkan Anya begitu dia menutup pintu kamarnya rapat-rapat. Dan alih-alih itu mengartikan suatu masalah besar, ini hanya perkara bayang-bayang Tristan yang tanpa sadar mengikutinya sampai sejauh ini. Padahal beberapa kali tangan gadis itu bergerak, sebatas menepuk-nepuk pipinya supaya sadar. Sayang itu tidak berpengaruh apa-apa.
Jam 8 malam lewat 20 menit, itu yang Anya dapatkan ketika menoleh, melihat jam beker bulat berwarna merah muda di atas nakas, bersampingan dengan jejeran buku novel yang bertumpuk penuh dan hampir jatuh. Kalau saja Anya tidak sadar, dan bergerak untuk membenarkan. Lalu tiba-tiba fokusnya malah berhenti pada satu buku novel fiksi berwarna putih milik Aruna.
Jika saja Anya tidak memperhatikan tumpukan buku itu, mungkin dia tidak akan ingat pasal buku novel milik Aruna yang belum dia kembalikan selama dua minggu ini. Tapi anehnya, Aruna juga tidak bertanya apa-apa. Atau ada kata minta bukunya di kembalikan pun tidak ada, setidaknya.
Anya mengambil buku itu, berniat untuk dimasukan ke dalam tas sekolahnya, sebagai pencegahan takut-takut akan kelupaan lagi. Lalu tangannya bergerak membuka laci nakas, satu persatu novel tadi dia taruh di sana, supaya rapih dan gak numpuk sembarangan kayak tadi. Dan ketika laci kembali ditutup, entah kenapa pikirannya yang tidak ada niat apa-apa seketika terdorong untuk membuka laci paling bawah.
Refleks dia mengukir senyum begitu laci sepenuhnya terbuka. Apa yang ada? Cuman satu buah notebook berwarna biru keungu-unguan, juga lilin aromaterapi. Tidak ada yang wah, kalau saja benda-benda imut ini bukan Tristan yang beri. Hadiah sederhana yang prianya kasih kala ulang tahunnya yang ke 17 tahun.
Senyuman Alanya semakin kentara, saat tangannya bergerak untuk mengambil korek dan menyalakan lilin aromaterapi berwarna putih dengan corak-corak biru itu. Lalu seketika harum aroma ala-ala summer breeze mengisi ruangan di sana. Dimana semakin harumnya menusuk indra penciumannya, semakin Alanya terpancing untuk mengingat kenangan mengapa benda-benda ini bisa ada pada dirinya.
Buat Anya Tristan itu bukan tipe pria yang akan membelikan sesuatu yang mewah untuk dia, sebaliknya Anya pun sama sekali tidak berharap itu. Kalau laki-laki lain berlomba-lomba akan membelikan pacarnya barang-barang mewah. Itu artinya Tristan pria yang akan membelikannya benda-benda sederhana seperti ini, tapi entah kenapa Anya suka. Atau kalau modelan boneka pun, dia punya. Tristan yang kasih, tapi itu hasil kerja kerasnya dengan mesin capit saat mereka main di timezone.
Anya ingat betul saat itu saking bahagianya, mereka sampai teriak histeris juga loncat-loncat kegirangan karena dapat boneka kucing, pada percobaan capit-mencapit ke lima kali.
Notebook, Tristan bilang itu untuk dia nulis-nulis agenda, atau sebatas coret-coret menyempurnakan bentuk tanda tangan sebelum punya KTP, begitu katanya Tristan saat itu. Sedangkan lilin aromaterapi, Tristan hanya bilang kalau aromanya senantiasa akan selalu membuat dia jadi lebih tenang.
Jika ada yang bertanya pasal mengapa Anya bisa sesuka itu pada sosok Tristan, maka jawabannya hanya satu.
"Tristan itu apa adanya."
~Tarigan~
Di depan televisi flat entah berapa inch yang dibiarkan mati, Tristan duduk bersandar pada kursi kayu dengan bantalan empuk, sembari memperhatikan bayangannya sendiri yang terpantul dari layar televisi, buram dan samar-samar. Diam-diam hati dan pikiranya berhasil dibawa menyatu dengan alunan lagu yang detik itu mengisi indra pendengarannya. Terdengar damai, seirama dengan suasana malam yang tenang, diiringi semilir angin dingin yang masuk tanpa izin lewat celah pintu depan yang sedikit terbuka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terbit[✔]Tomorrow•Esok Tak Pernah Datang
Fiksi RemajaSEBAGIAN PART DI UNPUBLISH DEMI KEPENTINGAN PENERBITAN:) "Tristan, seperti apa bentuk cahaya di atas langit sana? Kakak hampir lupa. Apa kelihatannya sekecil harapan untuk kakak bisa lihat mereka lagi? Apa intensitas terangnya mampu malampaui harapa...