Walau kita tidak lagi berlari bersama lagi
Tetapi doaku ini selalu untukmu
Sampai suatu hari nanti kita 'kan bersama lagi
Berbagi cerita terbaik dari hidup ini'Ku hanya diam menatap langkahmu
Meninggalkan kita-Lebih Baik-
📌
Di bawah pojok kiri ada ☆ jangan
Lupa klik itu ya😊•Baca pelan-pelan ya, ada pesan yang harus kalian cerna baik-baik di part ini•
○○》《○○
Part Ending atau part 41 dengan judul (Hari esok yang tak pernah datang) di unpublish untuk kepentingan penerbitan. Terima kasih🥰🥰🫶
♡♡♡♡
Suatu hari di 2015...
Cahaya lampu dalam sebuah ruangan terlihat remang-remang, banyak orang yang mengisi tempat ini fokus akan kegiatannya masing-masing. Seorang lelaki berbalut seragam putih biru Nampak tak jenak dalam duduknya, jantungnya memompa dua kali lebih cepat di dalam sana kala seorang guru Wanita menyerahkan sebuah buku rapot kepada seorang pria dewasa di sampingnya yang tak lain ialah sang papah.
Dengan gerak pelan lembar perlembar dari rapot dibuka oleh tangannya yang tak lagi muda. Matanya memicing penuh kefokusan, ada tampang-tampang geram Ketika ia mendapati sesuatu yang tidak sesuai dengan ekspektasinya. Begitupun Aruna paham kala itu nilainya ada tiga mata pelajaran yang hasilnya dibawah kkm.
"Diperbaiki lagi hasilnya, ya," ucap sang guru Wanita sebagai kalimat penutup.
Pria dewasa di sebelahnya mengangguk. "Terima kasih bu," lalu melenggang keluar lebih dulu. Di susul Aruna yang sudah harap-harap cemas. Tangannya berkali-kali meremas celana birunya sebatas menormalkan perasaan takut.
Di parkiran Ketika Langkah keduanya sudah dekat dengan mobil. Papahnya menghentikan Langkah menyertai satu tarikan napas frustasi, Aruna yang di belakangnya merasa kepalanya pening bukan main dalam hati meyakini, dia sudah pasrah seandainya bukan hanya kemarahan yang akan dia dapati tapi juga uang sakunya akan berkurang. Papahnya berbalik menatapnya dengan mimik wajah yang tidak bersahabat, di serahkannya rapot itu tepat mengenai dadanya yang belum bidang cukup keras.
"Belum sempurna!," tekannya, "Sia-sia dong papah masukin kamu les, supaya kamu dapat bimbingan tambahan, supaya nilai kamu ada peningkatan. Tolong dong Run, jangan buat usahanya papah seakan-akan gak ada gunanya!"
Tanpa jawaban Aruna menunduk, fokus pada noda saus yang terlukis di ujung sepatunya sejak jam istirahat tadi. Biar begitu, otaknya kebas bahkan hanya untuk merangkai kalimat demi sebuah jawaban yang sekiranya pantas. Dia muak akan les yang dijalaninya setiap malam, tidak ada satupun pelajaran yang masuk ke dalam otaknya kecuali kefrustasian setiap harinya. Aruna hanya Lelah dituntut untuk menjadi sempurna, ia menjalankan les serta merta hanya karena paksaan bukan keinginan sepenuhnya.
"Papah tuh selama ini mantau kamu loh. Kamu keseringan main hp lah, keseringan main game, sama keluyuran gak jelas sama temen kamu. Gak ada gunanya, buat pinter enggak kan?"
Aruna masih diam, namun matanya memburam dalam pandangan kosongnya yang masih menunduk.
"Setidaknya ada satu Run. Satu hal yang bisa papah banggain dari kamu, sesuatu yang bisa papah banggain di depan orang-orang seakan-akan anak papah hebat!" papah berkata begitu, sedetik kemudian tangannya ada pada kedua bahu Aruna hingga tubuh pria itu menegang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terbit[✔]Tomorrow•Esok Tak Pernah Datang
Novela JuvenilSEBAGIAN PART DI UNPUBLISH DEMI KEPENTINGAN PENERBITAN:) "Tristan, seperti apa bentuk cahaya di atas langit sana? Kakak hampir lupa. Apa kelihatannya sekecil harapan untuk kakak bisa lihat mereka lagi? Apa intensitas terangnya mampu malampaui harapa...