38. Awal Keberhasilan

432 127 368
                                    

Adakah yang belum follow aku? Yang belum follow, tolong follow dulu ya readers! Karena akan ada saatnya aku kasih informasi seputar cerita ini, dan nanti kalian malah gak tahu💙

Silahkan follow : intanaaw_

°°°

Andai ada keajaiban
Ingin ku ukirkan
Namamu di atas
bintang-bintang angkasa
Agar semua tau
Kau berarti untukku

📌
Wajib vote sebelum baca!!
(Luangkan 1 detiknya untuk klik bintang)

Note:

Di part ini aku buat seakan-akan Jovan sudah laluin harinya selama berhari-hari. Jadi aku minta kalian bacanya pelan-pelan ya readers. Karena kalau buru-buru, nantinya kalian malah gak fokus dan akan mikir. "Ini terlalu cepat." Atau akan timbul pertanyaan. "Kok cepet banget?" Bisa jadi kan.

Happy Reading💙

○○》《○○

Secepat kilat bulan Januari tinggal menunggu tanggal-tanggal akhir. Jakarta kembali memasuki musim panasnya, namun jalanan menjelma bagai musim semi. Selain karena banyak pepohonan Kembali subur, bunga-bunga tabebuya yang berjatuhan di sepanjang jalan juga bisa menjadi saksinya. Biar begitu kemacetan dan ramainya arus lalu lintas tetap tidak dapat dihindari.

Setelah sempat bertemu dengan Anya beberapa hari lalu di makam Tristan, Jovan mafhum: dia perhatikan belakangan ini anak itu lebih banyak diamnya, bagai orang paling kesepian. Bicaranya tak seacap dahulu. Jovan menduga-duga, Tristan memang sudah melekat hebat dalam diri anak itu. Mungkin bukan hanya sebatas seseorang yang dia cintai tapi juga teman masa kecilnya.

Oleh karena itu, semalam Anya dapat telepon dari Jovan.

"Besok ikut kak Jovan mau gak, Nya?"

"kemana?" singkat Anya dari telepon.

Ini yang bisa Jovan jadikan sasaran empuk karena untungnya mereka punya kesukaan yang sama. "Cari buku."

Anya tidak langsung menjawab, membiarkan waktu telepon masih berjalan tanpa ada suara sama sekali selama beberapa saat. Semuanya terasa berhenti saat sebuah suara melintas di kepalanya begitu saja. "keliling kota Jakarta, terus udahnya mampir toko buku gimana?"hatinya Kembali nyeri secara tiba-tiba, hembusan napas menjadi pengiring, tapi setidaknya hal itu membuat anya menemukan jawabannya.

"Boleh deh kak."

Dan di sinilah mereka sekarang pada sebuah tempat yang orang-orang sebut sebagai perpustakaan tapi menurut Anya lebih cocok disebut sebuah ruang imajinasi. Bagaimana tidak? Ketika pandangan Anya mengedar pada setiap sudut, Anya merasakan pikiran dan hatinya telah dibuat nyaman dan jatuh cinta akan tempat ini. Dan lagi tempatnya tidak begitu ramai, mengingat bahwa negeri ini diisi oleh orang-orang yang mengalami krisis literasi. Tiba-tiba Anya kebingungan. Kemana saja dia selama ini? Sampai-sampai baru mengetahui kalau di Jakarta ada tempat seperti ini.

Kedatangan mereka ternyata disambut lebih dulu oleh adanya Aheng yang sepertinya memang niat bertemu di sana dengan Jovan. Anya yang merasa canggung memilih untuk mengasingkan diri, keliling rak-rak buku kayu yang menjulang tinggi; dalam hati membatin siapa tahu nanti ketemu buku idamannya. Padahal kenyataan sebenarnya Jovan dan Aheng pun sama-sama larut akan fantasi masing-masing pada buku dalam genggaman mereka. Aheng sadar ini bukan tempat yang cocok untuk mengeluarkan banyak suara, sehingga memilih diam sedari tadi, bicarapun dikecil-kecilkan.

Terbit[✔]Tomorrow•Esok Tak Pernah DatangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang