"Pagi Uncle Jimin" sapa Victor saat masuk mobil bersama Arin.
"Pagi Victor"
"Arin, Bagaimana kandungan kamu?"
"Baik Pak"
"Masa masih manggil Pak sih, Kakak aja kaya Tzuyu" ucap Jimin.
"Uncle, berati di dalam perut Mommy ada baby dong?" Tanya Victor.
"Iya, kamu akan punya adik. Kamu seneng gak?" ucap Jimin melihat Victor dari sepion tengah.
"Emm, Gak tau" ucap Victor.
"Kenapa begitu?" Tanya Jimin membuat Arin juga menatap Victor.
Namun karena tidak mendapat jawaban dari Victor membuat Arin mengusap kepala Victor.
"Victor mau makan buah gak? Tadi bibi bawain buah" ucap Arin sambil mencari di dalam tas.
Sesampainya di rumah sakit, Victor sedang di periksa sedangkan Jimin dan Arin serta beberapa anak buah Taehyung ada di depan.
"Apa kamu memikirkan Victor soal di mobil tadi?" Tanya Jimin.
"Enggak Kak"
"Kalaupun iya, Victor hanya belum mengerti bukan berati Dia tidak suka dengan kehamilanmu" Jimin.
"Iya Kak Arin paham kok"
"Dan untuk Taehyung apa Dia memperlakukan mu dengan baik?" Tanya Jimin dan Arin mengangguk.
"Bersabarlah, Kakak yakin Taehyung perlahan akan bisa membuka hati untuk mu"
"Apa yang Kak Jimin bicarakan?"
"Ah tidak, Oh itu dokter Victor" ucap Jimin saat dokter yang memeriksa Victor keluar.
"Victor mau makan siang di luar?" Tanya Jimin.
"Iya" ucap Victor semangat.
"Ya Mom, kita makan siang di luar aja"
"Tapi pasti Bibi udah masak, Daddy juga belum tentu bolehin kan?"
"Mommyyyy"
"Gak papa Rin, Taehyung urusan saya" ucap Jimin.
Namun saat mereka akan masuk kedalam restorant ternyata mereka berpapasan dengan.
"Wow siapa ini?" Ucap Jaehyun.
"Hallo keponakan uncle" ucap Jaehyun sedikit menunduk ke arah Victor.
"Uncle yang waktu itu bawa Mommy kan?" Tanya Victor.
Jaehyun tersenyum menunjukan lesung pipi nya dan tangannya terulur ingin mengusap kepala Victor namun Arin lebih dulu menarik Victor mundur.
Jaehyung menegakan tubuhnya menatap Arin dan Jimin yang sudah menatapnya tidak suka.
KAMU SEDANG MEMBACA
✅ PAIN
FanfictionRasa sakit yang selalu dia pendam membuatnya menjadi seseorang yang dingin pada siapapun, Seperti ada dinding Es yang menyelimuti hatinya. Sampai ada seseorang yang meruntuhkan Dinding Es itu.