Benar-benar Berakhir

368 20 2
                                    

"Kamu gak boleh gitu. Sekarang kamu juga harus memikirkan satu lagi nyawa yang ada di dalam kandungan kamu itu." Terang Hasna kembali membaringkan Syanum. Syanum yang mendengar itu hanya terdiam mencoba mencerna setiap kata yang diucapkan oleh uminya.

"Maksud, Umi?" tanya Syanum

🌸🌸🌸

"Kamu hamil, Sayang," jawab Hasna sambil memeluk erat tubuh Syanum. Air mata yang tanpa diminta Syanum untuk keluar pun berhasil meloloskan diri. Perasaan senang dan haru memenuhi relung hatinya.

"Tadi Umi coba menghubungi Nak Hafiz tapi nomornya gak bisa dihubungi," sambung Hasna sambil melepaskan pelukannya.

"Gak usah kasih tau dia, Mi." ketus Syanum membuang tatapannya ke luar jendela.

"Maksud kamu, Nak?" tanya Hasna yang tak habis pikir dengan ucapan Syanum.

"Syanum mohon Umi jangan kasih tau dia atau pun keluarganya," pinta Syanum menatap lekat mata Hasna.

"Kamu ada masalah sama Nak Hafiz, Syan?" tanya Hasna hati-hati.

"Syanum sudah lelah, Mi. Syanum udah gak bisa ngelanjutin hubungan ini," ucapnya kembali tertunduk dengan air mata.

"Apakah Umi akan membenci Syanum, kalau Syanum memutuskan untuk mengakhiri pernikahan ini?"

Hasna yang mendengar pertanyaan Syanum semakin terdiam. Ia tak tau harus menjawab apa. Bagaimana bisa seorang ibu membenci keputusan anaknya jika itu menjadi yang terbaik untuk kebahagiaannya.

"Syanum sayang! Dengarkan Umi Sampai kapan pun Umi akan terus mendukung keputusan kamu jika itu yang bisa membuat kamu bahagia. Tidak akan pernah ada kata benci dari mulut Umi untuk anak-anak Umi," jawab Hasna semakin memeluk erat tubuh Syanum.

***

Sudah dua minggu sejak kepergian Rifai. Sejak itu pula Syanum tak mau kembali ke rumah Hafiz. Kini ia benar-benar lelah dengan semua sikap dan perlakuan Hafiz padanya. Beberapa hari yang lalu laki-laki itu kembali menghubunginya namun Syanum tak mau menjawabnya. Rasa sakitnya kini telah terlalu besar. Hingga ia meminta sang umi untuk merahasiakan keberadaannya dari Hafiz dan keluarganya. Ia benar-benar membutuhkan ketenangan.

"Syan!" panggil Nabil dari balik pintu kamarnya.

"Iya, Kak," jawab Syanum saat melihat Nabil sudah Masuk ke dalam kamar.

"Lagi ngapain, Dek?" tanya Nabil mendekat pada Syanum.

"Aa, gak lagi ngapa-ngapain kok, Kak," jawab Syanum seadanya.

"Kita turun, yuk! Tadi Kakak udah masakin kamu makanan kesukaan kamu, loh. Lagian Dedek yang di sini juga udah lapar, kan?" ajak Nabil sambil mengelus pelan perut Syanum yang masih datar.

Saat mengingat kalau ada nyawa lain yang tengah ia jaga di dalam rahimnya, Syanum kembali bersemangat untuk menjalani hidup. Ia sudah bertekat dirinya akan merawat calon bayinya itu dengan baik.

Tanpa pikir panjang Syanum langsung menuruti ajakan Nabil.
Kini usia kandungannya sudah memasuki bulan ketiga. Hampir sama dengan ibu hamil pada umumnya, Syanum terkadang menginginkan sesuatu yang aneh untuk dimakan. Saat seperti itulah peran Azzam harus lebih ekstra. Ia begitu sigap menjalankan tugasnya sebagai abang yang baik untuk adiknya. Ia tak ingin adik dan calon anaknya itu kekurangan apa pun. Hingga kini Azzam dan keluarganya tetap menyembunyikan keberadaan Syanum.

Tak banyak yang Syanum lakukan selama kembali tinggal di rumah uminya. Semua orang di dalam rumah itu selalu memanjakannya. Melarangnya melakukan ini dan itu, selalu menjadikan kandungannya sebagai alasan. Sepanjang hari Syanum hanya disibukkan dengan membaca buku-buku miliknya. Jika sudah bosan dengan sederetan tulisan itu Syanum malah selalu menghabiskan waktunya bermain dengan sang keponakan.

Imam dari Sepertiga MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang