Menjaga

622 63 4
                                    


note : jangan membaca cerita ini di waktu-waktu sholat.


"Aku bukanlah seseorang mudah untuk menerima jarak.
Aku juga sangat tidak menyukai kata jarak itu.
Namun, keyakinan dan janji itu meluluhkanku dan menggiring diriku untuk terus menjaganya."

🌸🌸🌸


“Dek rencananya, abis lulus mau ngelanjutin kemana?” Pertanyaan Azzam itu berhasil membuka keheningan di ruang makan pagi ini.

“Hm, kayanya, lanjutin di sini aja deh, Bang,” balas gadis yang diajaknya berbicara itu.

“Gak ada niatan mau ngelanjutin keluar Dek?” Kali ini uminya juga turut bertanya pada gadis itu.

“Mm, gak deh Mi. Ntar kalau Syan lanjutin kuliah keluar anak Umi yang cantik ini bakalan jarang jumpa sama Umi lagi,” balasnya malah dengan candaan.

“Ada-ada aja kamu Dek, tapi kalau kamu ada niat buat kuliah keluar Umi juga ngizinin kok,” tambah uminya kembali meyakinkan niat anaknya itu.

“Gak ahh Mi, Syan lanjutin di sini aja,”

“Kenapa Dek? Takut ntar kalau lanjut keluar malah kecantol sama yang lebih ganteng ya?” tanya Azzam sambil meledek adiknya itu.

Ya, Umi dan Azzam kini tau betul, sudah hampir satu tahun laki-laki yang dikagumi Syanum itu menuntut ilmu ke negri orang dan selama itu pula adiknya itu menutup rapat hatinya agar tak merusak janji yang mereka buat waktu itu.

Hingga saat ini Syanum yang sudah menginjak kelas 3 SMA itupun enggan melanjutkan pendidikannya keluar daerah. Entah itu benar alasannya karena tak ingin jauh dari ummi dan abangnya atau karena laki-laki itu, yang jelas sampai saat ini kedua insan itu masih saling menjaga komitmen itu dan masih sering bertukar kabar walau tak sesering pada saat keduanya masih duduk di bangku SMA.

“Apaan sih Bang, gak kok,” jawab Syanum yang mulai tersipu malu dengan hal itu ummi dan abangnya malah terbahak melihat tingkahnya.

“Udah ahh Bang, anterin ke sekolah. Ntar telat lagi. Mi Dyan berangkat ya. Assalamualaikum.” Tak mau melihat abangnya semakin menjadi Syanum akhirnya memilih berpamitan kepada umminya dan menarik Azzam untuk segera mengantarnya.

Selama perjalanan menuju sekolah Azzam masih saja merayu adiknya dengan menjadikan Rifai sebagai topik pembicaraan.

“Rifai apa kabar Dek?” tanya Azzam sambil melirik menggoda adiknya kembali.

“Baik Bang.”

“Hmm, baik. Rencananya kapan mau datang ke rumah?” tanya Azzam lagi.

“Iii, apaan sih Bang. Baru juga setahun. Masa langsung mau ke rumah. Emang abang ridho kalau Syan dulu yang nikah?” skakmat. Seketika Azzam terdiam mendengar jawaban adiknya itu, melihat abangnya yang hanya diam menanggapi kata-katanya itu tawa Syanum pun pecah.

“Mangkanya jangan jail jadi orang Bang. Gak bisa jawabkan?” Kini balik Syanum yang menjahili laki-laki itu.

“Udah sana turun Dek. Udah sampai nih,” gumam Azzam saat menghentikan mobil yang ia kendarai. Seakan menjadi penyelamat baginya,untung saja mereka segera sampai di depan gerbang sekolah Syanum.

“Hahah, iya-iya. Syan masuk dulu Bang. Jangan lupa segera cariin kakak ipar yang shalehah buat Syan ya. Assalamualaikum,” balas syanum sambil menekankan kata segera pada kalimatnya dengan segera ngacir meninggalkan mobil itu.

Benar saja laki-laki yang bergelar sebagai abang semata wayang Syanum itu kini telah menginjak usianya yang ke 24 tahun. Namun tak pernah sekalipun dia mengenalkan seorang wanita pun kepada umi dan adiknya itu. Dia selalu saja mengatakan kalau jodoh gak akan ke mana.

“Assalamualaikum. Tumben nih udah ramai aja,” sapa Syanum dan tercengang melihat teman-temannya yang biasanya datang terlambat kini mereka semua sudah hampir berkumpul di kelas itu.

“Waalaikumsalam Bidadari Syurga,” jawab Yuda yang sadar akan kehadiran Syanum di ambang pintu dan langsung saja rayuaan mautnya itu mendarat mulus.

“Dasar nyari kesempatan aja lo Yud,” sergah Syifa yang mendengar kata-kata Yuda barusan dan hanya dibalas cengiran oleh Syanum karena melihat tingkah kedua makluk itu.

“Tumben cepat datangnya Za,” tanya Syanum yang tak kalah heran melihat Reza yang merupakan rajanya telat di kelas itu sudah hadir lebih dahulu darinya.

“Ya iyalah, Syan, berhubung udah gak belajar,” jawabnya dengan cengiran kuda yang tak bersalah itu.

“Dasar, pas masih ada jam belajar aja suka telat,” tambah Syanum tak percaya dengan jawaban temannya itu.

Saat ini mereka telah menginjak kelas 3 SMA dan setelah menyelesaikan segala macam bentuk ujian, mereka dibebaskan dari yang namanya belajar seperti biasanya. Mereka hanya datang ke sekolah untuk mengisi absen kehadiran dan melakukan latihan untuk perpisahan nantinya.

“Syan abis lulus mau ngelanjutin ke luar gak,” tanya Syifa yang sudah mengambil posisi di samping Syanum.

“Gak Fa, aku ngelanjutin di sini aja.”

“Gak ada niatan buat nyusul Kak Rifai gitu?" tanya Syifa kembali

“Hmm, gak Fa. Sayang duitnya,” timpa Syanum sambil tersenyum.

“Dasar pengiritan bener lo Neng, buat ngejar cinta doang mikir dua kali Lo,” semprot Syifa tak menyangka dengan jawaban sahabatnya itu.

"Cinta mah gak perlu dikejar Fa, yang jadi pembuktian cinta kita tulus apa gak itu kesetiaan. Emang Lo kira Syanum sama kaya Lo, bar-bar!" potong Reza yang berbicara sok puitis.

"Bar-bar gini juga banyak yang suka. gak kaya Lo. Udah muka pas-pasan," umpat Syifa yang tak terima dengan perkataan Reza.

"Udah, ahh, jangan ribut mulu," potong Syanum yang mulai merasa tak suka dengan kata-kata Syifa.

"Gimana gak ribut coba. Ni anak suka banget ngebandingin gua sama Syanum," protesnya lagi dengan muka yang semakin di tekuk. perkataan Syifa itu berhasil membuat Syanum terdiam. rasa bersalah semakin menyeruak di benaknya.

“Udah, ganti topik. ribut mulu Lo pada. ngerusak suasana aja tapi beneran Lo gak mau nyusul Kak Rifai Syan?” Kali ini yuda sudah ikut-ikutan mengalihkan pembicaraan.

“Udah deh, Yuda Prasetya, gak usah modus mulu. Lo taukan Syanum itu tipe cewek yang setia banget.” Bukannya Syanum yang menjawab tapi malah Syifa yang angkat bicara, sambil menekankan kata setia di ujung kalimatnya itu.

“Ya kan, mana tau ada setitik ruang buat gue masuk ke hati lo Syan,” ucap Yuda tak kalah dramatis.

“Yud cinta itu gak bisa dipaksain, Syan saranin nih buat cari yang jau lebih baik dari Syan ya,” balas Syanum dengan sopan

“Tuh dengar, gak usah nyosor mulu,” tambah Syifa

“Yah, kena skatmat dah gue. Tapi kalau  Bidadari yang sholehah dan terbaik itu udah ada disini. ke mana lagi aku harus mencari?” Gombalan receh itu selalu ia lontarkan tanpa henti, sifat gilanya yang suka kumat itu kadang membuat Syanum dan yang lainnya menggelengkan kepala.

“Kalau lo mau ngelanjutin ke mana, Mak Lampir,” tanya Yuda berbalik kepada Syifa.

“Mak Lampir pala otak Lo. Tapi kayanya gua lanjut ke luar deh,” jawab Syifa.

“Widih, luar Negri? di mana?” Dan dibalas anggukan oleh Syifa tapi iya enggan untuk memberitahu dimana persisisnya.

jeng jeng jeng
akhirnya kita ketemu lagi 👋
terimakasih buat kalian yang udah menjadi pembaca setia IDSM
semoga kalian suka ya dengan part ini.

jangan lupa buat kasih vote di pojok kiri dan comannya ya, karena itu sangat berarti buat aku🤗

salam jum'at. semoga puasanya barokah ya semuanya💓
jangan lupa Al-kahfinya📖

salam Author IDSM
pebni sonia (Wafiq Hawa)👋

Imam dari Sepertiga MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang