Kenyataan Pahit

679 45 3
                                    


Note: jangan membaca cerita ini di waktu-waktu Sholat

Setelah acara akad selesai dilaksanakan, akhirnya resepsi perpisahan keduanya pun digelar dengan meriah. Suasana penuh suka cita di antara kedua belah pihak sangat ketara terlihat. Semuanya tersenyum penuh ketulusan dan kebahagiaan.

Berbeda halnya dengan kedua mempelai yang tengah bersanding di atas pelaminan itu. Keduanya terlihat sangat serasi, Namun, keduanya pun terlihat begitu canggung dengan senyum yang tampak dipaksakan. Tampak jelas pula raut wajah Hafiz yang begitu tak menikmati setiap acara yang mereka lalui.

Tepat pukul 10 malam acara resepsi pernikahan mereka pun usai diselenggarakan. Berbagai alasan Hafiz coba untuk meyakinkan kuarga mereka agar mengizinkan mereka untuk langsung pulang ke kediaman miliknya. Setelah berdebat cukup lama dengan uminya, akhirnya Hafiz mendapat izin untuk membawa Syanum langsung pulang ke kediamannya setelah acara itu benar-benar usai.

"Tak perlu khawatir, kamu boleh kapan saja mengunjungi umi bila kamu rindu," ucap Hafiz membuka pembicaraan di dalam mobil yang tengah mereka kendarai.

Hafiz dapat melihat kegelisahan di wajah Syanum saat ia memutuskan untuk langsung membawanya tinggal di kediamannya. Tanpa bertanyapun Hafiz dapat menyimpulkan bahwa wanita yang kini berstatus sebagai istrinya itu tengah memikirkan keluarga yang tak lagi bisa tinggal dalam satu atap dengannya.

"Terima kasih," jawab Syanum dengan suara yang sedikit serak sebab perlalu lama membisu.

Sepanjang perjalan Syanum hanya berdiam diri. Antara canggung dan tak berani menyelimuti hatinya untuk memulai pembicaraan. Setelah bergelut dengan lamunan masing-masing akhirnya mobil yang mereka kendarai berhenti di depan sebuah rumah berlantai dua itu.

"Kenapa masih bengong? Masuk," sergah Hafiz yang melihat tingkah Syanum. Syanum masih saja tertegun di depan mobil itu, seakan enggan untuk Masuk ke dalam rumah.

"Sa...saya," jawab Syanum ragu-ragu.
"Saya kenapa? Udah masuk! Kamu mau tidur di luar?" sambung Hafiz dengan nada suara yang begitu datar.

Mendengar itu Syanun langsung bendegus kesal. Tanpa memperhatikan Syanum, Hafiz langsung melenggang masuk ke dalam rumah sambil membawa koper milik mereka berdua.

"Syanum! Sampai kapan mau diam di luar? Ini beneran saya kunci loh nanti pintunya," omel Hafiz dari dalam rumah yang menyadari Syanum belum juga melangkahkan kakinya untuk masuk.

Mendengar omelan itu dengan segera Syanum melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam rumah.

"Kamar kamu yang di lantai dua," ucapnya singkat. Mendengar itu Syanum melongo heran. Bagaimana ceritanya suami dan istri tidur di kamar yang terpisah!

"Kenapa masih bengong? Jangan terlalu berharap dengan pernikahan ini karena dari awal kamu sendiri sudah tau kalau saya tidak pernah menginginkan pernikahan ini," sambung Hafiz memaparkan semua kebenaran yang harus kembali diingat oleh Syanum.

Mendengar itu air matanya seakan langsung memberontak ingin meloloskan diri. Sesak di dadanya semakin memburu. Tanpa memikirkan perasaannya, laki-laki itu langsung melenggang pergi membawa koper miliknya.

Tanpa permisi, akhirnya air mata itu benar-benar berhasil meloloskan diri. Isakan tertahan semakin menggetarkan bahu wanita itu. Setelah puas dengan isakannya, akhirnya Syanum melangkahkan kakinya menyusuru anak tangga itu dengan helaan nafas panjang dan dibuang secara kasar.

Seminggu sudah pernikahan itu berjalan. Semuanya masih tampak sama, kecanggungan dan sikap dingin Hafiz masih mendominasi pernikahan mereka. Bahkan Hafiz sangat jarang memulai pembicaraan kepada Syanum. Semuanya semakin berat bagi Syanum saat setiap perkataan Hafiz selalu memaksanya untuk kembali mengingat kenyataan di balik pernikahan mereka.

"Mas! Makan dulu. Syan udah buatin sarapan." Panggil Syanum saat melihat laki-laki itu tengah menuruni anak tangga dengan stelan jas yang sudah rapi.

"Gak usah! Nanti saya sarapan di kantor saja," jawabnya datar tanpa menoleh sedikit pun pada Syanum.

"Tapi, Mas, ini aku udah masak, loh," sungut Syanum saat melihat laki-laki itu menolak ajakannya.

"Syanum! Bisa tidak kamu jangan mengatur saya? Kalau saya bilang gak ya enggak," sergahnya dengan nada suara yang semakin tinggi.

"Maaf, Mas," jawab Syanum yang mulai takut mendengar suara Hafiz yang meninggi.

"Kamu harus ingat! Pernikahan ini bukan atas dasar cinta. Jadi tidak perlu berlagak seperti seorang istri pada umumnya," bentak Hafiz dan berlalu pergi meninggalkan Syanum yang masih mematung mendengar ucapan Hafiz.

Mendengar ungkapan Hafiz itu, Syanum hanya bisa mematung tanpa bergeming dari tempat ia berdiri. Gadis itu meremas ujung gamis yang ia kenakan. Sesak seketika menyeruak di dadanya. Perlahan ia menari dan membuang napasnya kasar lalu berjalan gontai kembali menuju meja makan seorang diri.

"Sebegitu tak berartinyakah aku, Mas?" gumam Syanum lirih menatap nanar makanan di piringnya.

Air matanya kembali menitik. Kata demi kata yang selalu Hafiz lontarkan kepadanya berputar cepat di memori ingatannya. Besit kecewa mulai memenuhi diri Syanum. Apatah lagi saat melihat Hafiz yang selalu menghela napas berat saat melihatnya. Seakan kehadirannya adalah sebuah kesalahan besar.

🌸🌸🌸

Allhamdulillah, aku update IDSM lagi nih.
yuk buruan baca...
Aku mohon maaf karena akhir-akhir ini jarang banget update.
Tapi kalian gak usah khawatir karna, insyaallah aku bakal slow update.
dan aku mau kasih kabar gembira buat kalian, allhamdulillah beberapa waktu lalu IDSM lolos seleksi penerbitan dan insyaallah IDSM akan segera ada versi cetaknya. jangan lupa buat tungguin POnya ya🤗🤗 aku bersyukur banget dengan adanya kalian yang mau membaca IDSM di sini sehingga aku punya keberanian untuk mengikuti seleksi tersebut. aku bukan apa-apa tanpa kalian semua💜💜

Imam dari Sepertiga MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang