note: jangan membaca cerita ini di waktu-waktu sholat.
“Selamat pagi semuanya,” sapa Syanum ketika masih menuruni anak tangga.
“Pagi Dek, sini duduk, kita sarapan dulu,” jawab Nabil dengan senyum yang merekah miliknya itu.
“Waaa, ini banyak banget menunya, Kak. Kenapa gak bilang-bilang sih kalau Kakak mau masak sebanyak ini?” Rajuk Syanum sebab tak membantu di dapur pagi ini.
“Gak papa kok, Dek, lagiankan kamu harus nyelesain naskah-naskah kamu itu. Kakak gak tega gangguin kamu,” terang Nabil dan dibalas dengan anggukan dan senyum oleh Syanum.
“Pagi,” sapa Azzam pula yang baru keluar dari kamarnya dan langsung mencium puncak kepala Nabil.
“Ini pengantin baru, bikin rusuh aja pagi-pagi. Ingat Bang, di sini masih ada yang jomblo loh,” cibir Syunum yang tak menyangka kalau abangnya itu akan bertingkah seperti yang dilihatnya tadi.
“Mangkanya, Dek, suruh Rifai cepetan balik. Katanya cinta!” sindir Azzam diselangi dengan tawanya yang pecah.
“Ok, mentang-mentang udah punya istri, sekarang Syan mulu yang selalu dizolimi,” tambahnya pula dengan wajah yang pura-pura di tekuk.
“Udah, makan dulu. Ntar baru sambung kelahinya.” Akhirnya Nabil menjadi penengah mereka kali ini. Ya, karena Umi mereka tengah pergi ke kampung halaman mereka.
Suasana hening pun mulai merasuki mereka. Hanya dentingan sendok yang beradu dengan piringlah yang membuka suara. Sambil menyuapi makanannya Syanum sesekali memandang abang dan kakak iparnya itu. Ia merasa sangat bersukur karena Allah telah menitipkan begitu banyak orang-orang yang menyayanginya dengan tulus.
“Kak, Bang. Abis ini Syan pamit buat ke butik, ya! Sekalian mau nemenin Fazira,” gumam Syanum membuka suara saat makanan mereka telah habis tersantap.
“Iya, tapi hati-hati, ya,” balas Azzam dan dibalas anggukan oleh Syanum.
“Sini, Kak, biar Syan bantuin beresin piringnya.” Melihat kedekatan kedua wanita itu senyum Azzam langsung merekah sempurna.
Ia sangat bersyukur bisa dititipkan seorang istri yang sangat baik seperti Nabil.
“Kak, Bang. Syan berangkat dulu ya. Assalamualaikum,” pamit Syanum.
“Waalaikumsalam, Dek. Hati-hati," jawab Azzam dan Nabil dari ruang tamu mereka itu.
Lantunan kalam Allah itu terus saja terlantun dengan merdu di dalam mobil yang ia kendarai. Perlahan mobil itu kian cepat membelah jalanan ibu kota. Senyum yang terus merekah sempurna, akhirnya gadis itu sampai di butik yang telah ia rintis itu.
“Assalamualaikum, Zi,” sapa Syanum ketika sudah memasuki butik miliknya itu.
“Waalaikumsalam, Syan,” balas wanita yang dipanggil itu dengan senyuman yang terlihat jelas di balik cadarnya itu
“Syan, jadi ya temenin aku buat nyari buku yang aku bilang kemaren malam,” pinta Fazira.
“Iya, Zi, tenang aja ntar sekalian kita makan siang di luar, ya!”
“Gimana? Ada peningkatan gak dengan penjualanan kita?” tanya Syan kepada wanita itu.
“Alhamdulillah, Syan, setiap harinya selalu ada peningkatan,” jawab Fazira yang merupakan sahabatnya sewaktu kuliah dan kini tengah menjadi rekan kerjanya di butik.
Perbincangan mereka pun terus berlanjut. Fazira adalah wanita bercadar yang ia jumpai ketika awal masuk perguruan tinggi dan beruntungnya, mereka memiliki jurusan yang sama. Hingga, takdir melukiskan perjalanan keduanya hingga saat ini mereka telah menjadi sahabat dan rekan kerja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Imam dari Sepertiga Malam
Espiritual[Bila Berkenan Follow Dulu Ya Sebelum Membaca] Romance-Spiritual . . Gadis berparas ayu dengan senyum yang selalu merekah bak matahari, ya dia adalah syanum wardatul arsy. gadis yang memiliki kisah cinta dalam diam di masa Smanya. terungkapnya rasa...