Kembali tanpa kabar

564 56 2
                                    

Note: jangan membaca cerita ini diwaktu-waktu sholat.

🌸🌸🌸

Setelah selesai dengan ritual khusus untuk mengisi perut kedua insan itu, akhirnya mereka memutuskan untuk kembali ke butik. Tanpa terasa waktu begitu cepat, rasanya baru saja ia berbincang dengan teman lamanya itu. Namun, matahari sepertinya sudah tidak sabar untuk kembali beristirahat.

Di tengah perjalan Syanum berdelik sebal, bagaimana tidak. Jalanan ibukota di sore hari seperti ini begitu macet dan membuat kepala semakin pening. Syanum menggerutu tak jelas sambil memukul stir mobilnya kasar. Setelah cukup lama bergelut dengan kemacetan ibu kota, akhirnya Syanum berhasil menghentikan mobil yang ia kendarai dengan selamat sampai di depan rumahnya.

"Dari mana, Dek? Biasanya jam segini udah balik dari butik." Baru saja Syanum mendaratkan diri di ambang pintu, pertanyaan itu sudah mendarat lebih dulu padanya.

"Itu, tadi abis zuhur, Syan nemanim Zi ke toko buku Bang, sekalian langsung makan siang niatannya. Taunya malah ketemu sama Yuda, jadi agak lama."

"Teman SMA kamu yang suka sama kamu kemaren, Dek?"

"Hmm, iya Bang. Masa ingatnya tentang itu doang."

"Ya, abisnya itu yang paling abang ingat dari dia, tapi, Dek, abang lebih suka sama dia dari pada Rifai loh," gunam Azzam jujur.

Tak pernah berubah, itulah yang Syanum tangkap dari setiap perkataan Azzam bila sudah membahas laki-laki itu. Sejak awal Syanum sudah tau kalau abangnya itu kurang menyukai Rifai.

"Tukan, Abang mulai lagi, deh," balas Syanum sebal mendengar ucapan abangnya itu.

“Tapi, Dek, abang mau ngomong sesuatu sama kamu,” jawab Azzam kembali dan tidak seperti biasanya kakak laki-lakinya itu berbicara dengan nada suara seperti itu.

“Mas, suara kamu itu, ngomongnya pelan-pelan. Jangan emosi dulu.” Kali ini tingkah kakak iparnya itu juga membuat Syanum bingung.

“Mau ngomong apa, Bang?” Akhirnya ia buka suara.

“Rifai kapan balik, Syan?” tanya laki-laki itu dengan intonasi suara yang ia tahan agar tak menyudutkan adiknya itu.

“Belum tau, Bang,” jawabnya singkat.

Mendengar jawaban itu Azzam menghela napas panjang dan menatap sendu adiknya itu. Baru saja ia ingin membeberkan semuanya, istrinya itu kembali meliriknya penuh arti.

“Mas,” panggil Nabil dengan lembut.

“Kakak sama Abang kenapa sih, dari tadi kaya gitu! Mau buat jomblo ini cemburu?” tanyanya dengan memanyunkan bibirnya.

“Dek, Abang lagi serius ini,” tegur Azzam  yang kembali bersuara.

“Iya, Syan dari tadi juga serius, Bang,” protesnya tak mau disalahkan.

“Abang tadi liat Rifai di mall,” pungkas Azzam langsung.

Seketika rasanya petir menyambar ulu hatinya, bukannya senang mendengar hal itu tapi dia malah merasa was-was.

“Dek, kamu gak papa, 'kan?” tanya Nabil.

“Hmm, gak papa kok, Kak,” jawabnya mencoba untuk tetap mengukir senyum di sudut bibirnya.

“Abang mau kamu jawab jujur, Dek. Kamu masih kontakan sama dia 'kan?” Pertanyaan itu kembali mengiris hatinya.

“Dek, kenapa diam? Jawab abang!” bentak Azzam yang sudah kembali meninggikan suaranya.

“Mas, bicarain dengan kepala dingin,” bujuk Nabil yang melihat suaminya sudah mulai tak terkontrol dan ia melihat Syanum hanya tertunduk.

“Tadi, abang ngeliat dia jalan sama perempuan,” sambung Azzam seakan tak memikirkan lagi perasaan gadis yang sedari tadi hanya tertunduk itu.

Imam dari Sepertiga MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang