Prolog

252 33 0
                                    

Di sebuah gang sempit, yang letaknya diapit oleh bangunan tua tak berpenghuni, seorang siswa SMA kelas dua tengah menjadi bulan-bulanan beberapa teman sekelasnya.

Pemuda itu tidak melawan sama sekali. Dia hanya melindungi bagian tubuhnya yang vital agar tidak sampai terluka.

Meskipun diam, pemuda itu juga tidak mau mati.

"Cuihhh!" pimpinan grup pengeroyok tersebut meludahi wajah si korban.

Bukannya merasa senang karena berhasil menumbangkan rivalnya, dia justru merasa semakin kesal karena tidak mendapatkan perlawanan sama sekali.

"Bangun, sialan!"

Siswa yang sudah babak belur itu tidak menanggapi. Dia menunggu waktu sampai mereka semua pergi.

"BANGSAT!"

Amarah ketua geng tersebut sudah sampai di ubun-ubun. Dengan gerakan cepat dia hendak menendang area perut si korban namun terhenti karena tubuhnya sudah jatuh terlebih dahulu.

"BRAM!" empat orang siswa, rekan si ketua, berteriak panik ketika mendapati ketua mereka sudah tak sadarkan diri.

Kepalanya berdarah hebat karena pukulan benda tumpul.

"Cihh! Ditabok sedikit saja sudah mau sakaratul maut. Bagaimana kalau dihajar sungguhan? Bisa masuk neraka jalur prestasi kalian semua!"

Bukan seorang pria. Orang yang memukul kepala Bram dan membuat ketakutan empat pria lainnya adalah seorang wanita.

Siswi SMA yang memiliki mata setajam bintang orion itu sedang mengayun-ayunkan besi yang masih berlumuran darah segar Bram.

"K-kamu  ... Kenapa kamu ada di sini?" tanya kawan Bram ketakutan saat melihat perempuan iblis itu.

"Penting sekali ya untuk dijelaskan? Lebih baik kalian bawa si Brambang ke rumah sakit kalau tidak mau dia mati penasaran."

Keempat siswa itu saling melempar tatapan penuh ketakutan. Di antara mereka tidak ada yang berani melawan gadis gila di hadapannya sekarang.

Pada akhirnya, mereka benar-benar pergi. Sambil memapah tubuh Bram yang sudah lemas tak bertenaga. Berusaha menjauhi sumber masalah.

"Ckkk ... cupu!" teriak gadis itu marah ketika salah satu dari keempat siswa tadi ada yang kencing di celana.

Siswi SMA yang masih menggunakan seragam lengkap itu kemudian berganti menatap si korban yang terlihat sudah bangkit dari tidur selonjoran.

Meskipun wajahnya sudah babak belur, tapi pemuda itu nampak biasa saja. Dengan santainya dia membersihkan debu yang menempel di seragam putih abu-abu kepunyaannya.

"Kamu-" si gadis diam sejenak mengamati pria itu. Begitu juga dengan pria tersebut yang membalas tatapan gadis di hadapannya saat ini, "si anak panti itu, kan?"

Pemuda itu mengangguk. Wajahnya datar-datar saja meskipun nada bicara perempuan itu terdengar seperti sedang meremehkan statusnya.

"Mau ke mana kamu?" tanya gadis itu penasaran saat melihat pemuda itu berjalan terhuyung-huyung ke arah luar gang.

"Pulang." jawabnya dingin.

"Selesai begini saja?" gadis itu bergegas mengikuti pemuda tersebut. Namun tidak ada tanda-tanda dia akan membalasnya.

"Kamu tidak akan balas dendam pada mereka? Ini aku punya rekaman waktu kamu dihajar, loh. Laporin polisi atau sebarin ke-"

"Hapus saja." pemuda itu masih berjalan gontai. Dia bahkan tidak berhenti untuk menanggapi ocehan gadis tersebut.

Yes! My Quinn.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang