BF-22

1.7K 252 23
                                    

Shen Qingqiu seringkali menangis ketika terbangun ditengah malam. Hal itu juga membuat Luo Binghe merasa terganggu karena laporan Ning Ying Ying yang selalu datang dan berkaitan dengan keadaan Shen Qingqiu.

Shen Qingqiu sendiri menganggap Luo Binghe seperti bocah labil pada umumnya. Perkataannya selalu berubah-ubah, janjinya tak pernah ditepati, kadang kasar kadang lembut, rencananya tak sesuai perkataannya. Shen Qingqiu bingung, manakah Luo Binghe yang asli?

Seperti tadi malam, Luo Binghe kembali bersikap lemah lembut padanya. Memeluknya seperti seorang suami yang bertanggungjawab, berbicara dengan begitu halus, sarat akan kasih sayang.

Tak bisa dipungkiri bahwa dirinya juga terbuai dengan sikap Luo Binghe. Diapun tak tahu mana perasaannya yang sebenarnya. Setiap kali Luo Binghe bersikap baik, dia selalu mengatakan dalam hati bahwa Luo Binghe itu pria bejat yang sesungguhnya.

Mengeraskan hati untuk menutupi kebenaran, dia enggan menerima Luo Binghe dalam hidupnya begitu saja. Menjadikan masalalu kelam sebagai media untuk menutup perasaan, dia berhasil untuk sementara waktu membenci Luo Binghe.

Perasaannya kacau balau. Hatinya tak karuan. Hormon kehamilannya membuatnya menginginkan kasih sayang dan kebahagiaan, sementara hatinya yang sudah dalam kegelapan begitu membenci Luo Binghe, namun keadaannya tak memungkinkan untuknya melawan, dan hanya bisa bertahan dengan menuruti setiap kalimat Luo Binghe. Dia benar-benar kacau.

"Shizun." Menarik nafas dalam, Shen Qingqiu melirik lewat ekor matanya. Terjadi lagi. Di mana Luo Binghe bersikap seperti suami yang sebenarnya.

"Apa yang kau lakukan di sini? Ini dingin, ayo masuk." Hati Shen Qingqiu kembali dibuat bingung, diremas, lalu dihempaskan.

"Ada apa, hm? Tidak nyaman?" Hatinya bahagia, tapi kebahagiaan yang ia pandangi ini hanyalah ilusi untuknya. Luo Binghe takkan begitu berbaik hati menaruh jubah ke punggungnya untuk menutupi rasa dingin dari udara malam. Semuanya terasa seperti ilusi.

Dia sangat sakit. Namun,  sebanyak apapun dia membantah, jubah Luo Binghe memang bertengger melindungi punggungnya. Malam ini, dia kembali tenggelam dalam kebingungan.

"Ada apa? Apa dia nakal?" Mata Shen Qingqiu memejam, merasakan tubuh hangat yang memeluknya dari belakang, tangan besar yang melingkari pinggang dan telapak tangan yang berhenti pada perutnya yang bulat. Air matanya jatuh.  Menangis dalam kesakitan.

Luo Binghe berbisik. "Shizun, sampai kapan kau akan membenciku?"

Bersamaan dengan semilir angin malam yang berhembus, Shen Qingqiu memejamkan matanya dan meneguhkan perasaan.

'Sampai aku mati'
.
.
.

Istana dalam keadaan kacau. Pelayan Luo Binghe berhamburan ke sana ke mari. Suara-suara mereka datang bagai angin ribut. Sang Penguasa Istana, Luo Binghe, mengamuk karena tak menemukan Shen Qingqiu berada di  rumah bambunya.

"Apa saja yang kalian lakukan!" Baik itu gelas tembikar, piring, gulungan bambu dan beberapa dokumen penting berhamburan menjadi satu.

Pelayan wanita duduk terdiam dalam keadaan takut. Pelayan pria mati dipenggal didepan mereka.

"Sepertinya kalian sudah bosan hidup!" Tak ada yang berani membuka suara. Tiga ribu selir yang termasuk Ning Ying Ying dan Liu MingYan berdiri di belakang Luo Binghe. Diam memperhatikan.

Saat itu, sekitar pukul sembilan pagi, Luo Binghe datang bersama Ning Ying Ying ke rumah bambu, namun, yang dia dapati di sana adalah rumah kosong. Buku di etalase tertata dengan rapi, gulungan-gulungan bambu yang berisi kisah-kisah kuno beserta kuas dan tinta di tumpuk dengan apik. Tak ada tanda-tanda bahwa Shen Qingqiu kabur atau sengaja merusak ruangan. Jendela terbuka seperti biasa, teh yang sudah mendingin di atas meja, tempat tidur yang rapi, tak ada yang mencurigakan.

Ketika Luo Binghe bertanya pada semua selir, kecuali selir kesayangan, mereka menjawab tidak tahu dan hal itu menyulut api emosi Luo Binghe.

"Bagaimana bisa kalian tidak mengawasi Shen Qingqiu, hah! Bedebah!"

Tidak adanya Shen Qingqiu di rumah bambu adalah hal yang membuat Luo Binghe marah. Jika dia berani kabur dan pergi, maka Puncak Qiong Ding akan menjadi Lembah Api.

"Kalian para sampah kotor! Percuma aku memelihara kalian! Mati saja!" Pedang Xinmo sudah terangkat, bilahnya yang tajam turun dengan kecepatan angin, hendak memebelah leher prajurit iblis yang duduk di depannya, sampai suara prajurit lain datang dengan keras.

"Kami sudah menemukan Selir Shen, Jun-shang." Bilah pedang Xinmo tertempel di leher prajurit itu. Tubuhnya sudah banjir oleh keringat.

"Di mana?"

Dibalik punggung prajurit yang berdiri, sosok Shen Qingqiu keluar dari balik punggung, membawa sekeranjang buah persik, dengan jubah mantel berwarna hijau pemberian Luo Binghe.

"Kau... apa yang kau lakukan?"

"Aku memetik buah yang ada di dekat istana. Kenapa?" Shen Qingqiu sedang bersantai menikmati rasa buah persik di bawah pohon yang rindang. Jika prajurit iblis tidak datang dan memberitahu keadaannya, mungkin seluruh istana ini akan benar-benar menjadi istana penuh mayat.

"Kenapa kau memetik buah?" Luo Binghe belum mendekat, namun jarak keduanya hanya dua meter, sehingga suara mereka masih terdengar begitu jelas.

Sambil mengusap perutnya, Shen Qingqiu berkata, "dia menginginkannya."

Luo Binghe terdiam, dia kemudian berbalik dan bersuara, "kalian semua bubar. Jangan ada yang tinggal seorangpun di aula istana kecuali Shen Qingqiu."

Perintah Luo Binghe mutlak. Dalam sekejap, semua orang yang hadir di sana pergi dan menyisakan ruang kosong untuk Shen Qingqiu dan Luo Binghe.

"Shen Qingqiu." Suara Luo Binghe terdengar agak dalam dan berat. Shen Qingqiu menarik nafas dalam, menelan ludah dengan susah payah.

"Y-ya?"

"Puaskan aku. Sekarang. Di sini."
.
.
.

Tbc.
Eeee maap pendek.

Penulis minta maaf karena telat update wkwkw. Sekalihya update malah 1 chap doang wkwkw. Penulis ada buat cerita baru, kali ini versi BingYuan ya. Silahkan check profil, judulnya DRAMA. semoga suka dan jangan lupa vote dan coment

Bamboo Forest | HiatusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang