Di sepanjang jalan, Kevan tidak melepaskan tangannya Arin. Entah lupa atau tangan Arin yang terlalu nyaman untuk dipegang, tidak tau... mungkin saja alasan kedua."Emm... Kevan??" Arin memanggilnya sebab dia lelah. Pemilik kaki panjang itu berjalan sangat cepat. Melihat kakinya sendiri, tiba-tiba meringis karena ketidakadilan pembagian tinggi tubuh.
Untungnya Kevan cepat sadar dan berhenti berjalan.
"Omongan Helen tadi, jangan dihiraukan"
"..."
"Hah???" Arin bingung dengan perkataannya yang tiba-tiba.
"Perkataan buruk Helen tadi...." Kevan ingin mengulangi apa yang dikatakannya. Tapi Arin sudah sadar dan mengerti apa yang dimaksud jadi dia segera menyanggah
"Tidak, tidak apa. Aku mengerti, lagipula wajar jika Helen tidak suka berada disini. Hidup disini lebih berat dibandingkan di kota" Arin memberikan senyuman lembut dan pengertian.
Membuat Kevan sedikit lega dan kasian pada Arin karena dari kecil sudah mengalami hidup yang cukup berat. Mengingat betapa tidak sopannya Helen tadi, dia rasa Helen memang gadis manja bermulut buruk.
[Kerja bagus tuan rumah, strategi teratai putih memang terbaik. Tidak hanya mendapatkan simpati tetapi juga dapat membuat musuh terlihat buruk]
'ya, itu adalah jalan tercepat menuju kesuksesan'
....
Di pinggir sungai, dua orang yang berhenti berjalan tadi masih bergandengan tangan. Warna air sungai berwarna jingga karena efek matahari terbenam.
Arin melihat ke tangannya, ada rasa malu di wajah kecilnya.
"Kevan, tanganmu.... Bisa lepaskan dulu? Kurasa ini kurang baik jika dilihat orang lain" Arin berbicara dengan lembut menyadarkan Kevan.
"Oh... Maaf"
"Tidak apa"
"..."
Hening
"..."
"Apa kamu akan mengikuti ujian masuk perguruan tinggi?"
Arin mencoba mengalihkan suasana canggung dengan pertanyaan.
"Ya"
"Bagaimana denganmu?"Karena Kevan pikir jawabannya terlalu singkat, jadi dia dengan cepat menambahkan pertanyaan di belakang jawabannya
"Aku juga akan mengikuti ujian masuk"
Ada sedikit kebingungan di mata Arin namun itu dengan cepat hilang setelah kedipan. Walaupun begitu, Kevan telah menangkap mata kebingungannya.
"Apakah ada kenndala dalam pembelajaranmu?"
Kevan menebak, tetapi sepertinya tebakannya itu benar setelah melihat mata terkejut Arin.
"Aku..."
"Beritahu aku jika ada kendala, aku mungkin bisa membantu"
Melihat keraguannya Kevan langsung mengusulkan diri untuk membantu. Tatapannya juga lembut membuat Arin memberanikan diri untuk mengatakan kesulitannya dalam pelajarannya.
"Aku memiliki satu pelajaran yang kurang aku mengerti. Aku sudah mencoba mempelajarinya berkali-kali tetapi tidak mendapatkan hasil." Arin berkata dengan malu.
"Begitu" Kevan mengangguk mengerti
"Kalau begitu, aku akan membantumu.""Ini... sepertinya tidak bagus, aku tidak ingin membebanimu"
"Tidak apa, kamu bukan beban"
"Juga, mengajari seseorang tidak terlalu sulit untuk dilakukan"Arin sedikit berjuang, namun tawaran Kevan cukup menggoda. Melihat tidak ada kemajuan dipelajaran itu, dia pikir bantuan Kevan akan cukup membantunya. Jadi dia menyetujui tawaran Kevan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rebut pahlawan itu!
FantasyArin berkeliling dunia untuk merebut semua pahlawan pria dari pahlawan wanita asli. Menggantikan posisi yang seharusnya menjadi milik pahlawan wanita itu. Dunia pertama: Cerita kampus, merebut dewa kampus sekaligus dewa di hati sepupunya. [Selesai✓]...