Dunia kedua 08

8.3K 1.3K 57
                                    


Karena kejadian makanan tidak enak itu, Helen tetap belajar memasak. Dia telah menggunakan banyak bahan makanan untuk proses belajar memasak ini. Darimana bahan-bahan ini dia dapat? Tentu saja dia membelinya dengan uang yang dikirimkan oleh keluarganya.

Begitu banyak waktu dan bahan terbuang, tidak ada satupun makanan yang dibuatnya itu enak. Ini membuatnya kesal, sehingga dia tidak tahan lagi untuk segera mencari seorang guru untuk mengajarkannya memasak. Tapi siapa?

Sambil bekerja, dia memikirkan siapa yang dapat membantunya belajar memasak.

Sibuk berfikir, di sisi lain. Arin telah selesai mengerjakan tugasnya, dia bergegas mendekati Helen.

"Aku sudah selesai, apa kamu butuh bantuan?" Arin bertanya dan menawarkan dirinya untuk membantu.

Helen yang melihat Arin berada di depannya sedikit kesal, 'orang ini yang selalu menempel pada kak Kevan!' dia menyeringai.

"Terimakasih, kalau begitu, ambil ini dan bye" dia meninggalkan Arin sendiri.

'Karena kamu ingin membantu, aku akan menerima bantuanmu dengan senang hati. Semangat berkerjanya, aku akan belajar memasak lagi'

Hanya Arin yang tersisa di sini, dia menawarkan bantuan agar pekerjaannya Helen lebih cepat, bukan mengambil alih semuanya. Walaupun begitu, Arin tidak keberatan dan tetap melakukannya dengan baik. Hal ini dilihat oleh, Kevan yang tidak jauh dari situ.

"Hei kenapa berdiam diri di sini, ayo kembali" Robby yang datang dari belakangnya segera berbicara. Dia ingin melihat apa yang di lihat Kevan tetapi Kevan keburu menarik pandangannya dan berkata pada Robby.

"Kamu duluan, aku akan menyusul nanti"

"???"

"Oh... Yaudah kalau begitu, aku pergi dulu"

Robby menepuk bahu Kevan lalu segera pergi dari sini. Setelah memastikan Robby pergi, Kevan mendekati Arin.

"Dimana Helen?"

Kevan yang datang tanpa suara langsung mengagetkan Arin, sehingga kakinya yang ingin beranjak pindah tempat, malah tidak sengaja tersandung sesuatu. Alat bertani di tangannya terlepas dan dia akan segera jatuh, Arin menutup matanya menunggu rasa sakit tetapi dia setelah lama menunggu dia tidak merasakan rasa sakit itu dan malah merasakan sebuah lengan melingkari pinggang ramping miliknya. Dia berada

Arin membuka matanya, wajah tampan memenuhi pandangannya. Garis wajah yang tegas, memiliki double eyelid, bulu mata lentik, bibir tipis yang seksi, hidung mancung, garis wajahnya sangat menawan. Rambutnya masih menempel di wajahnya karena keringat, walaupun berkeringat begitu, aroma tubuhnya masih tetap wangi.

Arin berkedip berkali-kali, otaknya tiba-tiba berhenti bekerja.

"Apa kamu baik-baik saja?" Kevan bertanya, sedikit khawatir dan merasa bersalah karena mengejutkannya.

"Ah... Tidak apa" Arin segera berdiri tegap dan keluar dari pelukan Kevan dengan malu.

"Maaf mengagetkanmu"

Arin menggelengkan kepalanya "Tidak masalah, apa yang kamu lakukan si sini? Tidak kembali? Arin bertanya dengan lembut.

"Tidak, bagaimana denganmu?"

"Oh... Aku masih ada kerjaan, aku akan menyelesaikannya dulu"

"Aku bantu" Kevan mengambil alih alat yang tidak terpakai.

"Tidak, tidak perlu. Aku bisa sendiri"

Arin menolak, tetapi Kevan tetap ingin membantunya, dia sudah mulai bekerja sekarang. Arin tidak bisa menghentikannya, jadi dia hanya bisa ikut bekerja. Berharap tangannya bisa bergerak cepat sehingga Kevan tidak perlu Berkerja banyak, tapi sayangnya fakta berkata lain. Dengan sepasang tangan kecil dan kaki pendek ini, dia hanya bisa bekerja lebih lambat daripada Kevan.

Rebut pahlawan itu!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang