Jika Berkehendak.

57 10 5
                                    

....

....

Dokter Lee mengangguk. "Lebih jelasnya, ia memilih mu dan tahta Shin."

Miris. Senyuman Ryujin langsung menghilang mendengar kalimat itu begitu lancar keluar dari Calon kakak iparnya.

"Banyak hal yang Kak Jaehyun timbangkan." Ryujin bergumam dengan kecil. Melirik Bibi Kim yang tengah menaruh segelas susu hangat di meja. Juga buah-buahan untuk cemilan mereka.

"Aku akan menjadwalkan mu nanti, dan tidak ada kata absen."

"Tapi aku mempunyai jadwal yang tidak bisa diundur. Kau bisa melihatnya di Bami. Sesuaikan saja."

Lee mengernyit, mulai memakan buah yang dihidangkan. "Kau punya jadwal?." Seingatnya, kini Ryujin hanya diam dirumah menikmati kekayaan miliknya dan milik sang suami setelah keluar dari aktifitas girl groupnya.

Ryujin hanya mengangguk, tersenyum lebar. "Kau akan tahu besok."

"Kau beraktifitas sebagai idol lagi?."

Ryujin tidak menjawabnya. Ia mengangkat bahunya seraya menghabiskan susunya selagi masih hangat.

....

....

Mobil putih dihalaman rumahnya begitu asing di mata Ryujin, dirinya baru saja pulang dari rumah sakit untuk pembicaraan beberapa hal dengan Dokter Lee. Ia menatap Bami yang berdiri di sampingnya. "Plat nomor mobil punya siapa?."

"Tuan Jeno."

"Siapa dia?."

"Hanya anak dari pemilik perusahaan Jenx Corp nyonya."

Kakinya ia langkahkan ke halaman belakang rumah, sesuai arahan tangan Bami. "Tuan mengundangnya untuk beberapa hal."

Sepenglihatannya, halaman belakang rumah tidak ada siapa-siapa. Beomgyu pasti membawa tamunya di ruangan tengah. Makanya ia kini masuk ke dalam rumah lewat pintu belakang. "Bawakan saja aku susu dan beberapa buah ke taman belakang. Suruh Beomgyu datang setelah tamunya pergi."

Tangannya membuka tote bag berisi novel yang baru saja di beli Bami selagi dirinya pemeriksaan tadi. Badannya ia baringkan di sofa di bawah pohon besar. Di sebelah taman bunganya yang tengah bermekaran. 

Membawa dirinya masuk ke dalam untaian kalimat-kalimat yang indah pada novel tersebut. Udara siang yang begitu panas, tidak mengganggu Ryujin. Halaman belakangnya cukup di payungi oleh papan yang menghalau sinar masuk. Sampai batas awal taman bunganya cukup teduh.

Tangannya sudah membuka lembaran di tengah buku, saat ujung matanya menatap kursi di depannya di tempati seseorang. Kemeja abu yang masih rapih dapat Ryujin lihat dalam sekilas. "Kau sibuk."

Bukan pertanyaan yang ia lemparkan. Ryujin menyatakan hal menurutnya benar. 

"Kau punya banyak pikiran?." Beomgyu malah bertanya demikian.

Lirikannya tajam, mengarah pada Beomgyu yang kini juga tengah menatapnya dengan menyatukan telapak kedua tangannya di depan.  Lelaki itu seakan tidak tahu apa tentang kesalahannya kemarin. "Aku tidak mudah seperti perkiraan awalmu."

Beomgyu mengangguk. Menarik kursi itu untuk berada di samping Ryujin yang masih berbaring di sofa. "Tidak ada yang mudah dari dirimu sedari awal."

Ryujin tertawa miris. Ia menutup bukunya, duduk bersila di atas sofa. "Kau menyesal?."

"Tidak, aku tengah bersyukur."

"Bodoh. Apa yang menguntungkan dari itu?."

Mereka saling menatap dalam beberapa detik, hingga Ryujin yang pertama mengalihkan pandangannya. Jika terlalu lama, mungkin dirinya akan kembali kalah. "Bahkan kali ini tidak ada kata maaf." Ucapnya seraya berdiri, meninggalkan Beomgyu yang mengusap wajahnya kasar. 

Our , Secret (우리, 비밀) -Ryujin&BeomgyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang