"Kotak pos belum diisi mari kita isi dengan isi-isian. Siapa yang kena harus terima tantangan!"
Tepukan terakhir dari permainan Kotak Pos jatuh di tangan Melody. Gadis itu mencondongkan tubuh ke tengah-tengah kami dan dengan cekatan mengambil satu dari lima belas kertas yang sudah ditulis pertanyaannya.
Melody mulai membaca isi kertas tersebut. "Siapa murid tercantik di kelas?"
"Jawab jujur!" pintaku.
"Pasti aku jawabannya," banyol Widya sambil mengibas rambut.
Kertas dilipat, pandangan teman sebangkuku itu menyapu seisi kelas. Kami semua mengikuti arah matanya sampai Melody menemukan sesosok perempuan berkacamata yang duduk di saf pertama banjar kedua dekat pintu. Gadis yang sedang membaca buku itu memakai atribut tidak relevan seperti kaos kaki berbeda warna, tali sepatu tidak diikat, kancing seragam yang tidak pada tempatnya, dasi yang miring—
Astaga, mataku sakit.
"Prita," jawab Melody setengah berbisik begitu dia menemukan sosok yang baru saja kudeskripsikan. "Dengan catatan: khusus kalau pakaiannya rapi." Membuat satu lingkaran permainan ini tergelak.
Ya ... nggak salah, sih. Sosok perempuan dengan pakaian aneh tadi—sebut saja Prita—memang cantik. Dia bahkan menjadi yang terpintar di kelas kami sebab selalu kedapatan membawa buku-buku tebal yang tidak bisa dipahami sembarang murid sepertiku. Hanya saja ... aku tidak mengerti kenapa gadis itu selalu berpakaian tidak rapi. Aku bahkan sangsi kalau dia bisa mengikat tali sepatu.
"Ayo, main lagi!"
Kali ini, Selly yang memulai. Kami kembali duduk bersila sambil membentuk lingkaran dengan telapak tangan yang saling tumpang tindih di lutut masing-masing.
"Kotak pos belum diisi mari kita isi dengan isi-isian. Siapa yang kena harus terima tantangan!"
Tap!
Tepukan itu berakhir tepat di tanganku.
"Ayo, Nau! Ambil kertas pertanyaannya!"
"Oke!" Dengan sigap, aku memungut salah satu kertas yang masih tersisa. Membacanya lamat-lamat hingga perlahan air mukaku yang semula semringah berubah lesi.
Tunggu sebentar, pertanyaan ini ....
"Ayo, Nau! Apa pertanyaannya?"
Bergegas kulipat kertas tersebut dan coba menggaet yang baru sambil berkilah, "Pertanyaannya nggak kebaca. Aku ambil yang baru aj—"
"Sini, aku bantu bacain," sambar Rika yang tiba-tiba sudah mencuri kertas pertanyaanku. Tawanya keluar seketika begitu melihat rentetan kalimat yang ada.
"Apa? Apa? Ayo, kasih tahu!"
"Iya, nih. Aku jadi penasaran!"
Aku mencoba untuk meraih kembali lembaran itu, akan tetapi Rika malah membacanya dengan lantang.
"Pertanyaan untuk Naura: Siapa cowok yang kamu suka di kelas?"
"WOAAHH!"
Sontak saja hal itu membuat satu lingkaran kami berteriak 'cieee' hingga membuat teman-teman yang baru saja masuk ke ruangan ini terheran-heran. Gawat!
"Ayo, siapa, Nau? Pasti ada kan salah satu cowok yang pernah kamu suka? Siapa? Siapa?"
"Iya, nih. Aku jadi penasaran. Ayo kasih tahu, Nau! Ini rahasia kita-kita aja!"
Mulutku tertutup dan terbuka secara bergantian dengan kedipan mata yang bergerak lebih cepat dari biasanya.
Apa-apaan? Siapa sih yang dengan tega menulis pertanyaan seperti itu?!
"Ayo, Nau! Waktu terus berjalan, nih! Dikit lagi bel masuk!"
"Iya. Buruan, dong!"
Aku menggaruk kening yang sama sekali tidak gatal, kemudian melirik sesosok cowok ganteng yang sedang mengobrol di pojok kelas bersama beberapa siswa lain. Pandangan kami sempat berserobok beberapa detik begitu dia tiba-tiba tertawa akibat celetukkan aneh teman sebangkunya. Membuatku buru-buru mengalihkan pandang ke arah lain.
Aku sih bisa saja berbohong dan mengatakan 'tidak ada' pada mereka semua. Toh, Selly dan yang lain juga tidak akan tahu kalau sejujurnya aku menaruh perasaan pada Sena—laki-laki yang aku deskripsikan tadi. Namun, semakin aku berusaha mengatakan 'tidak', mulutku seolah tak bisa bersuara. Ini gila! Tidak mungkin kan aku mengaku pada mereka semua bahwa aku menyukai cowok ramah yang sekarang sedang bercanda gurau di pojok kelas sana?
"Ayo, Nau! Udah bel, nih! Siapa yang kamu suka?"
Seolah menambah musuh, dering bel sekolah seakan menjadi bala mereka untuk terus mendesakku. Membuatku semakin gelagapan dan sulit mengatakan jawaban kebohonganku.
Aku mengambil napas panjang. Memaksimalkan fungsi syaraf yang menghubungkan antara otak dan mulut. Bibirku baru saja terbuka dan bersiap mengatakan 'nggak ada', tetapi sosok cowok jangkung dengan jaket navy baru saja melewati pandanganku untuk menuju kursinya. Tatapan kami sempat berserobok selama satu detik sebelum aku kembali membuka mulut dan menjawabー
"Gilang! Dipanggil Bu Farah!"
— "Gilang."
"...."
"...."
"...."
"...."
"...."
"...."
"CIEEEEEE~"
Sebentar. Ini salah paham!
🌸 Bersambung 🌸
🌹
Catatan penulis :
Haloo semuanyaa. Aku kembali lagiii xixi. Setelah sekian lama nggak main wattpad, ternyata ngangenin juga. Adakah yang masih bertahan di sini?
Anyway, seperti biasa aku membawa cerita teen fiction dengan genre romance-comedy yuhuuu!
Cerita ini pernah dipublikasikan di aplikasi Joylada dan Wattpad. Selain dari dua aplikasi tersebut, itu bukan aku ya.
Selamat membaca ♥
Dibuat pada tahun 2022
Diunggah di wattpad pada tahun 2023
Revisi total pada tahun 2024
Itnaivonn
KAMU SEDANG MEMBACA
Accismus (VERSI REVISI)
Teen Fiction"Kotak pos belum diisi mari kita isi dengan isi-isian, siapa yang kena harus terima tantangan!" * Aku Naura, murid biasa-biasa saja yang menyukai Sena, teman sekelas super-famous dalam diam. Tapi karena sebuah permainan konyol yang menyuruhku menyeb...