Setelah pernyataan Gilang yang mengatakan bahwa dia akan mundur dan menganggap pertemanan kami tidak pernah ada, cowok itu sama sekali tidak menegurku. Dia tidak tiba-tiba datang padaku dan mengatakan 'aku suka kamu' atau mendelikku saat aku mengomeli Sena. Gilang benar-benar konsisten akan ucapannya yang bilang bahwa dia akan memulai semuanya dari awal lagi sebelum aku dan dia satu kelompok, yang berarti, kami tidak pernah saling bertegur sapa satu sama lain.Kurang lebih sudah hampir satu minggu aku dan Gilang sama-sama diam dengan kesibukan masing-masing. Sena sesekali meledekku, namun kuabaikan dan pura-pura fokus belajar. Dia sampai heran melihatku membuka buku bahkan saat tidak ada guru di kelas. Melihat responsku yang tidak bisa diajak bermain, Sena memutuskan untuk mengelilingi kelas dan menjahili siapa pun yang berpapasan dengannya.
"Guys, guys!"
Suara Selly di depan kelas membuat atensi seluruh siswa terambil. Gadis itu menepuk tangannya beberapa kali guna diperhatikan.
"Barusan aku dapat kabar dari Bu Farah, katanya hari kamis depan adalah hari ulang tahun sekolah. Jadi, setiap kelas diminta perwakilannya buat tampil dan juga ikut lomba. Lombanya ada futsal putra, basket putri, voli putra, voli putri, joget balon, sama makan kerupuk. Kalau tampilnya bebas, mau nyanyi, nari, atau apa pun itu." Selly menjelaskan dalam satu tarikan napas, membuat beberapa anak mengerubunginya, termasuk Sena. Aku sendiri sampai meninggalkan kursiku dan berjongkok di samping tempat duduk Prita.
"Nah, terus juga ada lomba kreativitas kelas. Jadi, masing-masing kelas harus bikin konsep yang unik. Misalnya, kelas diubah jadi kafe, planetarium, museum, pameran foto, dan lain-lain. Konsep lomba kreativitas kelas harus dikumpul hari ini supaya nggak ada yang sama," lanjut Selly.
Kami semua mengangguk-angguk meski tak kunjung memberikan solusi untuk idenya. Oleh sebab itu, Selly memutuskan untuk menulis nama-nama peserta lomba dan pengisi acara dulu untuk tampil nanti. Sisa murid akan bertugas menghias kelas dan melakukan segala macam kegiatan di dalamnya.
"Nah, siapa aja yang mau ikut lomba?"
"Aku, dong! Ikut voli." Vera mengangkat tangan.
"Aku sama Rani juga mau ikut voli."
"Kalau aku basket, deh."
"Aku juga basket!"
"Kuy, basket!"
"Si Hana tuh jago voli. Tulis aja namanya."
Kelas mendadak heboh oleh pekikan anak-anak. Aku sendiri tidak berminat mengambil apa pun sebab berolahraga bukanlah passion-ku. Kulihat, Selly sibuk menulis nama-nama murid yang ikut serta dalam lomba ini sementara aku hanya duduk-duduk santai di samping Prita yang asyik membaca.
"Kamu mau ikut lomba apa, Nau?" Sena bertanya tepat ketika aku mengubah posisi jadi memeluk lutut. Bibirku baru tergerak sedikit untuk bicara, namun lebih dulu disela, "Mau joget balon? Sama aku, yuk!"
"...."
Tidak ada hal yang pantas Sena dapatkan selain lemparan sepatu. Jadi, aku bersiap membuka sepatu dan melemparkan itu ke kepalanya. Namun, kutahan sebab melihat banyak murid lain di belakang Sena yang mungkin bisa terkena imbasnya.
"Kepalamu!" semprotku.
"Lho? Kepalaku kenapa? Baik-baik aja, kok."
Iya, tapi otaknya tidak baik-baik saja!
Aku heran dengan tingkah Sena belakangan ini. Dia benar-benar akan menjahiliku dengan sepenuh hati selama satu bulan atau bagaimana, ya? Kelakuannya benar-benar usil. Kalau begini terus, aku juga tidak tahan!
Memang benar kata pepatah. Sena seperti gunung: dari jauh terlihat memesona, tetapi dari dekat banyak lubangnya. Kurasa aku harus kembali mengecek kadar kewarasanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Accismus (VERSI REVISI)
Novela Juvenil"Kotak pos belum diisi mari kita isi dengan isi-isian, siapa yang kena harus terima tantangan!" * Aku Naura, murid biasa-biasa saja yang menyukai Sena, teman sekelas super-famous dalam diam. Tapi karena sebuah permainan konyol yang menyuruhku menyeb...