Hari ini adalah hari di mana pesta perayaan sekolah diadakan. Masing-masing murid sudah datang dari pukul setengah tujuh pagi guna mencoba kostum yang tadi dibawa olehku dan Sena. Toilet siswa jadi superantre sebab banyak yang menggunakannya. Sebagian murid laki-laki malah langsung berganti pakaian di kelas sesuai dengan kostum yang akan mereka pakai nanti."Wah, Prita jadi kayak Ibu Peri," celetuk Sena begitu Prita menghampiri kami dengan kostum ala Noni Belanda.
Dengan ekspresi datar, gadis itu melihat pantulan dirinya di depan cermin lemari kelas dengan sedikit memutar tubuh.
"Nggak kayak hantu," komentar Prita, membuat hatikuku tertohok.
Aku menggaruk tengkuk. Memang, sih, gaun ini terlalu bagus untuk digunakan sosok hantu. Tapi, tidak ada lagi yang cocok selain ini.
"Adanya cuma itu, Ta."
"Nggak papa." Selly berkomentar. "Gampang, kok. Bisa dikasih bercak merah di gaun dan topinya. Wajah Prita juga nanti bakal dirias jadi seram, kan. Nah, tinggal ditambah wig aja yang warna pirang."
Aku dan Sena mengangguk mendengar penjelasan Selly. Lantas, gadis berambut bob itu mengalihkan pandang padaku dan mindai kostumku dari atas hingga bawah. "Kalau sadako sih emang polosan gini aja ya, Nau? Paling nanti rambut kamu di-spray biar kaku dan make up pucat."
"Kalau nggak pakai make up malah kayak emak-emak pakai daster, Nau." Itu komentar Sena, membuatku sudah siap melemparnya dengan sepatu. Tetapi, cowok ini malah tertawa renyah.
"Berarti, Naura sama Prita udah oke, ya? Aku mau cek kostum anak cowok dulu. Fano, Rendy, Gilang. Hm ... kalau ketemu mereka, nanti tolong suruh temuin aku, ya? Aku mau keluar beli air dulu."
"Oke." Sena mengacung jempol, sementara Selly pergi meninggalkan kami.
Aku mengamati figur Prita dari atas hingga bawah. Topi berwarna gading dengan gaun senada yang masih cantik rumbainya. Rambut lurus pendek Prita yang terurai dan diselipkan ke belakang telinga membuat anak ini tampak seperti Tuan Putri. Sena benar, Prita mirip Peri. Mungkin, aku harus memberinya tongkat bintang dan sayap Peri sekalian.
"Nah, ini Gilang."
Pemikiran anehku terhenti begitu Sena memandang ke arah belakangku. Prita juga melakukan hal yang sama. Jadi, aku turut mengikuti.
Di hadapan kami, Gilang sudah siap dengan kostum jubah hitam merah ala drakula dengan kerah yang tegap tinggi menutupi lehernya. Seolah jubah ini memang didesain untuknya, wajah Gilang pun menjadi sorotan karena ekspresi lempeng dan sorot legam membuat si cowok jenius malah terlihat seperti vampir ganteng.
"Wah ...," desis Sena, tidak berkedip. "Kalau hantunya modelan Gilang dan Prita, sih, orang mana takut," lanjutnya, membuatku mengangguk setuju. Malah, kalau hantunya cantik dan ganteng begini, orang-orang jadi pada naksir.
Tiba-tiba, aku teringat sesuatu. Saat acara nanti, aku dan Gilang yang akan bertugas di bagian penjualan tiket. Walau pakai make up seram sekali pun, aura Gilang masih tetap terlihat. Sementara aku ....
Kepalaku menunduk, memindai pakaian dari atas hingga bawah. Daster putih polos yang kukenakan ini persis seperti emak-emak yang akan nyuci baju. Sekuat apa pun make up untukku nanti, tetap saja kalah dengan tampang Gilang. Dia memang hanya memakai jubah hitam berkerah seperti itu. Tapi, entah kenapa aura gantengnya bertambah sepuluh kali lipat.
"Selly mana?" Pertanyaan Gilang membuyarkan lamunanku.
Sena mengedikkan dagu ke arah gerbang. "Lagi keluar sebentar, mau beli air."
Anggukan mengerti Gilang beri. Kini, cowok itu mengambil duduk di kursi depan kelas seraya memerhatikan murid-murid yang mondar-mandir untuk ganti pakaian. Aku mengikutinya dan turut duduk di samping Gilang, menyisakan jarak satu kursi di antara kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Accismus (VERSI REVISI)
Teen Fiction"Kotak pos belum diisi mari kita isi dengan isi-isian, siapa yang kena harus terima tantangan!" * Aku Naura, murid biasa-biasa saja yang menyukai Sena, teman sekelas super-famous dalam diam. Tapi karena sebuah permainan konyol yang menyuruhku menyeb...