"HUA!"Aku tahu bahwa harusnya pagi ini aku tidak terkejut melihat sosok perempuan berambut panjang di sampingku—berhubung kemarin malam Prita mendatangi rumahku sambil kehujanan dan beralasan kalau dia sedang tidak bisa tidur di rumah karena satu dan lain hal. Mama jelas menyuruhnya menginap—Namun, nyawaku masih belum terkumpul sepenuhnya! Ditambah dengan lampu remang-remang dan pencahayaan dari ponsel, aku malah berteriak histeris begitu mendapati Prita sedang duduk menyender dipan sambil bermain ponsel.
Dia melirikku sekilas tanpa ekspresi, kemudian kembali menatap benda persegi panjang yang mengeluarkan cahaya.
"Kamu ngagetin aku."
Prita hanya membalas protesan serakku dengan dehaman malas.
Setelah mengelus dada beberapa kali, aku mengambil beker yang ada di atas nakas dan melihat waktu sekarang. Alisku bertaut begitu mendapati ini masih pukul tiga dini hari dan Prita malah sibuk bermain ponsel.
Aku menatap Prita dengan setengah terpejam. "Nggak tidur?"
"Udah bangun."
Pernyataan tersebut sukses membuat mataku terbuka lebar dan mengecek jam untuk yang kedua kalinya. Tapi tetap saja, beker itu masih menunjukan pukul tiga dini hari.
"Kamu nggak ada buku?"
"Buku apa?"
"Yang ringan aja. Majalah National Geographic, mungkin?"
Kalau aku bisa memastikan diriku sendiri di cermin, maka kupastikan tampangku sudah horor seratus persen. Dengan mata setengah terpejam, mulut menganga, rambut singa, pencahayaan dari bawah, lampu remang-remang ....
Aku percaya kalau kata gila tidak cukup menggambarkan perawakanku.
Dan apa katanya tadi? Bacaan yang ringan?
Kurasa sejak lahir Prita sudah dicecarkan buku-buku ensiklopedia anak. Mendadak aku merasa bodoh karena baru bisa membaca Majalah Bobo saat sekolah dasar.
"Ta," panggilku masih setengah melongo. "Kalo kamu cari novel, aku ada." Berusaha menekankan kata 'novel', kuharap Prita mengerti bahwa gaya baca dia tidak selaras denganku.
"Novel? Dunia Shopie?"
"...."
"...."
Ya Tuhan ... Siapa lagi si Shopie ini ...?
"Dunia ... siapa?"
"Dunia Shopie," tandas Prita. "Isinya terkait sejarah filsafat mulai dari abad sebelum zaman Socrates, kemudian zaman Socrates, Plato, dan Aristoteles, zaman abad pertengahan, hingga—"
"STOP!" Aku berteriak dengan dua telapak tangan mengarah padanya. "A-aku ... mau ke toilet," kataku cepat-cepat, lantas turun dari kasur dan membuka pintu kamar secara paksa. Setelah keluar dari kamar, aku bersandar di dinding dengan posisi memegangi kepala.
Ada yang salah dengan anak itu. Kepalaku bisa pecah jika dia terus-menerus menjelaskan perihal Shopie dan kawan-kawannya.
Tiba-tiba, aku tahu alasan kenapa orang-orang tidak mau bergaul dengan Prita.
Selain cuek, kami juga tidak bisa mengerti pola pikirnya, dan itu membuatku gila!
🌸🌸🌸
Selepas mencuci wajah—juga pikiran—aku kembali ke kamar dan menemukan Prita yang masih setia memandang ponsel di atas kasur. Tanganku menekan sakelar lampu supaya ruangan ini menjadi terang. Seakan terganggu, Prita melirikku dan lampu bergantian, seolah aku baru saja merusak agenda main HP-nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Accismus (VERSI REVISI)
Fiksi Remaja"Kotak pos belum diisi mari kita isi dengan isi-isian, siapa yang kena harus terima tantangan!" * Aku Naura, murid biasa-biasa saja yang menyukai Sena, teman sekelas super-famous dalam diam. Tapi karena sebuah permainan konyol yang menyuruhku menyeb...