Harusnya aku tahu alasan kenapa perasaanku tidak enak kemarin.
Setelah pulang ke rumah, aku baru membuka Instagram yang tiba-tiba dipenuhi notifikasi. Ketika kulihat apa yang membuat akunku mendadak ramai, aku menemukan sebuah fakta bahwa Sena mengunggah hasil photobox kami kemarin ke Instagram!
Di hari Senin yang sebenarnya cukup cerah ini, aku sudah dibuat kesal sebab saat masuk kelas tadi, teman-teman tiba-tiba menghampiriku di depan pintu dan menodong uang 'pajak jadian'. Tentu saja aku memprotes hal tersebut. Namun, mereka tidak percaya dan malah semakin menggodaku untuk pindah duduk bersama Sena. Sekilas info, setiap awal bulan posisi duduk harus diubah, dan aku kedapatan awal bulan yang sangat baik.
"Aku nggak jadian!"
"Bohong!" tandas mereka semua, membuatku melotot kesal. Apa sih? Yang tau masalahnya itu kan aku!
"Kalau nggak percaya, tanya aja Sena!" protesku setengah keki, kemudian beranjak dari pintu untuk mengambil kursi yang masih kosong.
Melody nyaris menarik lenganku, namun tidak jadi sebab aku lebih dulu melangkah dan mengambil kursi yang ada pada baris ketiga, banjar kedua dekat pintu. Seolah punya telepati, yang sedang kami debatkan muncul dengan seragam putih-putih dan jaket abu. Sena tersentak beberapa saat begitu melihat sebagian orang mengerumuninya.
"Sen, pajak!" sambar Selly, tiba-tiba mengadahkan tangan ke arah Sena.
Dia mengernyit. "Haa?" Kemudian menatap satu per satu teman-teman di hadapannya. "Pajak apa? Aku nggak punya NPWP, kok."
Aku memijat pelipis begitu mendengar Sena menjawab dengan polos, terlebih saat Melody dengan tegas mengatakan, "Pajak jadian!" Membuat Sena semakin mengernyit dalam.
"Jadian?" ulangnya dengan nada lamat-lamat. "Jadian ap—OOOOHHH!" Mendadak, bola mata dan suara si manis membesar, kemudian tertawa keras-keras.
Harusnya tawa Sena itu sudah menjadi jawaban atas pertanyaan konyol mereka. Tetapi, kurasa semuanya menyangkal tawa itu. Sekarang, Sena malah memasang ekspresi meledek pada mereka semua dan melirikku dengan pandangan yang sama.
Dengan begonya, cowok itu berkata, "Oke, aku traktir permen satu kelas!" Membuatku kontan melongo.
Apa-apaan, sih?
Setelah mengatakan itu, si manis kembali tertawa. Teman-teman semakin percaya bahwa kami kini sudah pacaran dan itu bukanlah fakta! Jadi, aku memberi tatapan membunuh pada Sena supaya dia mengatakan yang sejujurnya.
"Bercanda, guys. Kita tuh nggak jadian," ungkap Sena, membuatku bisa bernapas lega. "Cuma habis nge-date aja. HAHAHA."
Aku melotot, kontan mengambil pulpen entah milik siapa yang ada di kolong meja ini dan melemparnya kuat-kuat hingga mengenai kepala Sena. Cowok itu meringis sesaat, kemudian tertawa lagi.
"Sena sesat!" umpatku, membuat seisi kelas kini tergelak.
Lagi-lagi aku menghela napas dan kembali duduk di kursi. Sena juga sudah mengklarifikasi semua itu dan mengatakan bahwa kemarin dia memintaku menemaninya beli hadiah untuk sang adik. Aku sih mengiakan saja hal tersebut daripada dituduh yang tidak-tidak.
"Udah, ya? Beres ya semuanya? Sekarang aku mau duduk," katanya seolah baru saja memberikan klarifikasi pada wartawan.
Aku baru bernapas lega dan berniat ambil topi dari dalam tas untuk persiapan upacara. Namun, baru saat aku membuka ransel, seseorang tahu-tahu meletakkan kursinya di sebelahku. Aku menoleh dan tercengang bukan main begitu melihat Sena dengan cengiran seperti biasa menjatuhkan bokongnya di atas kursi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Accismus (VERSI REVISI)
Teen Fiction"Kotak pos belum diisi mari kita isi dengan isi-isian, siapa yang kena harus terima tantangan!" * Aku Naura, murid biasa-biasa saja yang menyukai Sena, teman sekelas super-famous dalam diam. Tapi karena sebuah permainan konyol yang menyuruhku menyeb...