Ini hari Minggu yang tenang tanpa Prita.Kenapa aku bilang begitu? Sebab sudah dua pekan kemarin, setiap weekend, gadis itu selalu menginap di rumahku. Kedatangan Prita tentu berdampak terhadap ketenangan hari Mingguku. Ingat kan bagaimana momen saat aku yang selalu debat dengan dia saat menginap? Kalau tidak debat, biasanya akan berakhir curhat, meski setelah itu debat lagi.
"Haahh. Segarnyaa ...."
Aku membuka jendela kamar, memejamkan mata sambil menghirup dalam-dalam udara segar dari luar sebelum asap kendaraan berebutan memasuki kamarku. Walau belum mandi pun, aku sudah merasa bugar. Jadi, tidak perlu kan mandi pagi-pagi?
Setelah merapikan kamar, aku menguncir rambut dan pergi ke dapur untuk mengambil apa pun yang ada di kulkas. Mama sedang sibuk memotong bawang sementara Papa siap mengeluarkan sepeda untuk pergi berkeliling kompleks.
"Ikut nggak, Ra?" Papa bertanya begitu dia melihatku sedang berjongkok di depan lemari es.
Aku menjawab dengan posisi mencari cemilan. "Nitip bubur aja," sahutku. Tetapi, mendadak aura di sebelahku berubah. Jadi, aku mendongak dan mendapati Mama yang masih memegang pisau sedang menatapku berapi-api. "Eh? Ng ... nitip donat aja, deh."
Setelah memberikan cengiran setengah ngeri pada Mama, aku bergegas mengambil Teh Kotak dan pergi ke ruang depan untuk menonton televisi. Papa yang baru mengeluarkan sepeda kembali lagi ke rumah untuk mengambil sesuatu yang langsung disemprot Mama, "Sarapannya di rumah, ya!" dengan nada penuh sindiran.
Seperti aku, respons Papa pun mengisyaratkan kata OK dengan ibu jari dan telunjuknya, lantas pergi ke kamar dengan setengah ngeri.
Aku menertawakan itu dan kembali fokus mencari saluran televisi yang bagus. Namun, berbubung tidak ada tontonan lain selain acara gosip, maka kuputuskan untuk pergi ke kamar dan mengambil ponsel. Aku akan menonton Youtube saja.
Niat hanya tinggal niat ketika ponselku malah berbunyi sebelum aku sempat membuka layar kunci. Tampilan depan menggambarkan nama Sena dengan emot pisau. Sengaja aku menamainya seperti itu supaya tidak berpikir anak ini akan melakukan semacam hal-hal manis padaku. Yah, walaupun aku sering mengomelinya, perasaanku pada Sena masih sama, kok.
Senaa🔪 memanggil ....
Tanpa sadar, aku melakukan terapi pernapasan sebelum mengangkat panggilan itu.
"Halo?"
"Hai, Nau," sapa seseorang di seberang sana. "Cuacanya cerah, ya?"
"...."
Sepertinya aku pernah mengingat kalimat ini sebelumnya.
Aku menghela napas. "Iya. Saking cerahnya aku sampai bingung kamu kesambet apa, tiba-tiba nelepon."
"Hahahahaha." Kudengar tawa Sena menggema. "Mama sama papa kamu ada di rumah?"
Tunggu. Kalimat ini terdengar mencurigakan.
"Ada," jawabku pada akhirnya. "Kenapa?"
"Mau ketemu calon mertua dong~ Hahahahaha."
"...."
Harusnya aku sudah menduganya, bukan?
Aku menghela napas. "Kegabutan apa lagi hari ini, Sen?"
"Aku bosan, Nau."
Tuh, kan.
"Shana hari ini supersibuk sama teaternya. Aku mau ikut nemenin pun nggak boleh."
"Kenapa kamu nggak cari kesibukan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Accismus (VERSI REVISI)
Teen Fiction"Kotak pos belum diisi mari kita isi dengan isi-isian, siapa yang kena harus terima tantangan!" * Aku Naura, murid biasa-biasa saja yang menyukai Sena, teman sekelas super-famous dalam diam. Tapi karena sebuah permainan konyol yang menyuruhku menyeb...