Tebak, apa yang lebih mengesalkan daripada menunggu Sena di dalam apartemen Gilang?
Yap. Melihat Sena, Kak Raka, dan Prita sedang asyik wisata kuliner di booth makanan samping minimarket!
Kami sudah menyusuri interior minimarket dan tidak menemukan Sena dan Prita di dalam. Tetapi ketika aku dan Gilang mencoba cari ke lapangan sebelah yang memang sedang mengadakan bazar makanan, ternyata Sena sedang sibuk mengantre jajan chiki ngebu! Kak Raka mengajak ngobrol Prita di tempat penjual kerak telor sambil menenteng beberapa kantung plastik. Aku benar-benar mendidih dibuat mereka semua.
"Sena!" pekikku, sementara yang dipanggil terlonjak sampai chiki nitrogen yang baru dipegangnya jatuh beberapa.
Dia mencari asal suaraku dan melotot lebay. "Lho, Nau? Kok kamu ada di sini?"
Aku menutup graham, meninggalkan Gilang yang kini hanya diam menatapku tergopoh-gopoh mendekati Sena. "Harusnya aku yang nanya, kamu ngapain di sini?"
Mata si manis mengerjap polos. "Jajan."
"...."
"...."
Siapa yang salah, sih?
"Kenapa kamu lama banget? Aku tungguin dari tadi!" Aku berdecak pinggang, menatap Sena yang masih memegang jajanan dengan sangat polos dan santai.
Dia memasukkan chiki beku itu ke dalam mulut. "Kata Kak Raka, kita disuruh jajan dulu aja," jawabnya, membuatku mendelik ke arah Kak Raka yang masih belum menyadari kehadiranku.
Benar kan dugaanku? Mereka pasti sengaja.
Baru saja mulutku terbuka dan hendak mengomel, sesuatu yang dingin menyentuh lidahku. Aku terkesiap dan langsung menoleh ke Sena yang hanya nyengir bebek. Dia baru saja memasukkan satu chiki beku ke dalam mulutku supaya aku tidak mengomel rupanya.
"Enak, kan?"
Aku berdecih. Sebenarnya ini enak. Namun, berhubung mood-ku mendadak buruk, aku menjawab dengan gelengan. "Bisa-bisanya kalian ...."
Sena tertawa jenaka melihat reaksiku, kemudian menyapa seseorang di belakangku. "Hai, Lang. Apa kabar?"
Gilang menajwab dengan dehaman, kemudian mengerlingku yang masih menatap Sena dengan berapi-api seraya meniup-niup chiki beku dalam mulut sampai mengeluarkan asap.
"Kak Raka mana?"
Sena menunjuk dengan dagu ke arah pejual kerak telor. "Itu." Membuat Gilang turut menoleh.
Selagi si cowok jenius mengalihkan perhatian, aku menarik lengan Sena untuk sedikit menjauh dan berbisik tepat di telinganya. "Kamu sengaja, ya?"
Dia memasang tampang terkejut, lalu berpura-pura melihat ke arah lain. "Dudududu~"
Anak ini benar-benar ....
"Gimana? Lancar, kan?"
"Apanya yang lancar," geramku. "Kamu nggak tau gimana aku mati kutu di sana?"
Satu chiki beku kembali masuk ke mulutnya dengan uap mengelilingi. "Kamu nggak mungkin mati kutu, Nau," katanya, sok tahu. "Nih, aku tebak, kemungkinannya cuma dua. Pertama, kamu ngomel-ngomel nggak jelas kayak gini. Kedua, kamu ngajak ngobrol Gilang tentang sesuatu yang entah apa buat mencairkan suasana. Ya, kan?" tebak Sena dengan sangat akurat seraya meniup-niup es krim tersebut seolah dia paranormal.
Dahiku berkedut.
Ya ... nggak salah, sih.
"Kalau udah tau begitu, kenapa kamu sengaja?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Accismus (VERSI REVISI)
Teen Fiction"Kotak pos belum diisi mari kita isi dengan isi-isian, siapa yang kena harus terima tantangan!" * Aku Naura, murid biasa-biasa saja yang menyukai Sena, teman sekelas super-famous dalam diam. Tapi karena sebuah permainan konyol yang menyuruhku menyeb...