|CHAPTER - 44|

1.4K 137 121
                                    


-|Happy Reading|-

Saat ini yang bisa dilakukan Laurent hanyalah menatap pria yang masih belum sadar itu dengan tatapan melamun.

Tadi itu benar-benar merepotkan jika dibayangkannya kembali. Dimulai ia harus memapah tubuh Liam yang begitu berat, mengganti pakaian Liam yang sangat basah dengan kaos oversize ukuran paling besar miliknya, bahkan mengompres dahi yang terasa panas menggunakan air hangat, semua sudah dilakukan dengan benar.

Namun sudah 30 menit berlalu Liam masih belum sadarkan diri juga, padahal ia sudah mencoba memijat kepalanya menggunakan minyak eucalyptus. Tetapi hasilnya belum kelihatan.

Saat ini keduanya sedang berada di ruang keluarga. Dengan Liam yang terbaring di sofa panjang dan Laurent duduk tepat di sampingnya.

Wanita itu lagi-lagi menghela nafas panjang. Baru saja Dena mengirimkan sms bahwa ia tidak akan pulang karena sedang lembur. Jadilah sekarang hanya tinggal mereka bertiga. Laurent, Liam, dan bayi di dalam kandungannya.

"Sadarlah, aku benar-benar tidak ingin melihatmu lagi" ujar Laurent sembari memejamkan kedua matanya.

Ia mengantuk, tetapi tidak bisa tidur karena melihat Liam yang tidak kunjung bangun.

Ia mengecek sekali lagi apakah pria itu masih bernafas dengan benar atau tidak. Ternyata pria itu masih hidup, hembusan nafasnya terasa begitu panas.

Laurent memilih untuk mengambil kain yang sejak tadi berada di dahi Liam dan mulai mengompresnya lagi menggunakan air hangat. Demam tingginya tidak kunjung turun, di tambah lagi wajahnya terlihat sangat pucat.

"Benar-benar menyusahkan, jika kau sedang sakit kenapa kau menemuiku? Padahal aku tidak ingin lagi bertemu denganmu" gumam Laurent masih dengan menyentuh dahi Liam.

Ia memeriksa dahi pria itu sembari membandingkan dengan suhu badannya saat ini.

"Demamnya belum turun,"

Tatapan wanita itu tiba-tiba saja menatap kearah wajah Liam. Walaupun terlihat ada bulu-bulu halus di wajahnya karena sudah tidak lama dicukur, namun tetap saja dia masih terlihat tampan.

"Ck! Apa yang sudah aku pikirkan"

Laurent menggelengkan kepalanya sejenak, menyadarkan dirinya sendiri.

"Sepertinya aku benar-benar sudah gila"

Lagi-lagi ia kembali menatap wajah itu. Tangannya bergerak ingin menyentuhnya. Namun, langsung diurungkan karena pikiran dan hatinya yang sedang beradu.

Jari-jari lentik itu malah mendarat keatas perut sedikit membuncitnya sembari mengusap pelan perut itu dengan lembut.

"Untung saja dia tidak menyadari kehadirannya sama sekali," gumam Laurent di dalam hati.

Baguslah ia memakai baju yang sedikit longgar hingga membuat perutnya tidak begitu terlihat jika ia sedang berdiri.

"Sepertinya aku tidak bisa lagi untuk tinggal lebih lama disini,"

Ya, bayinya berkembang begitu cepat, hingga membuat perutnya semakin membesar padahal ia baru saja menginjak di usia minggu ke 9.

Jika diperhatikan dengan teliti orang lain pasti langsung tahu jika dia sedang hamil. Ia sama sekali tidak ingin hal itu terjadi.

Tetapi jujur saja ia sangat penasaran...

Kira-kira bagaimana ya, reaksi Liam ketika mengetahui Laurent sedang mengandung darah dagingnya, jika saja mereka sedang tidak memiliki masalah seperti saat ini?

HE IS THE PLAYER! [DIXONSERIES#2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang