Bab 47Arga sudah berada di kamarnya terlebih dahulu. Sementara si empunya kamar saat ini sedang berada di kamar orang tuanya mendengar wejangan dari mama dan papanya.
"Kamu lihat sendiri bagaimana Arga sayang dengan perempuan yang dipanggil maminya. Rasa kagum dan hormat dari seorang anak untuk orang tua, enggak bisa ditipu dari sorot mata Arga, Nak." Azmi membelai rambut putrinya dengan lembut. "Kalau kepribadian maminya mungkin terlihat ganas. Tapi, kalau kamu, Mama tahu dengan baik."
Nat tersenyum kecil menatap mamanya. "Mama tahu aku seperti apa. Aku akan membalas kebaikan dengan kebaikan, dan kejahatan dengan kejahatan. Meskipun lambat, aku bukan tipe orang yang lupa dengan rasa sakit yang diberikan orang ke aku."
"Iya, Sayang. Mama dan papa mengerti kamu dengan baik daripada orang lain." Rudi tersenyum menatap putrinya yang sudah menikah. "Berbakti dan bersikap baik pada suami dan keluarganya, ya, Nak. Papa lihat mereka orang-orang baik dan terlihat tulus."
"Iya, Pa. Aku akan selalu dengar apa yang dikatakan papa."
"Mama rasa, untuk mendekatkan diri dengan Mami dan papanya Arga, enggak sulit. Tapi, keluarga dari bapak kandungnya sepertinya agak sulit." Azmi ingat dengan apa yang dikatakan oleh putrinya jika nenek dari Arga dari Papa biologisnya tidak merestui hubungan Nat dengan Arga sehingga tidak hadir.
"Iya, Ma, Pa. Makanya Mas Arga minta supaya kami tinggal di kediaman Papa dan maminya. Habis menikah, Mas Arga enggak mau tinggal di apartemen."
"Dia bilang enggak mau beli rumah sendiri?"
Nat menggeleng sebagai tanggapan. "Mas Arga bilang, kami akan tinggal di rumah lamanya. Enggak perlu beli rumah. Rumah yang sekarang ditempati ukurannya besar," jawab Nat pada mamanya.
"Kalau Nat enggak betah tinggal sama mertua yang enggak punya kecocokan, Nat bisa minta sama suaminya untuk pindah rumah. Jangan pernah memendam apapun sendiri. Mama enggak mau kamu terkena tekanan batin."
"Iya, Ma. Aku sayang banget dengan mama dan papa. Pokoknya mama dan papa harus sering-sering jenguk aku di Jakarta."
Rudi tertawa dan membalas pelukan putrinya. "Iya, Sayang. Pokoknya mama dan papa akan selalu sering jenguk kamu di Jakarta."
"Mama juga berharap semoga kamu cepat dapat momongan."
"Amin!"
Ketiganya mengaminkan doa Azmi sambil berpelukan di kamar yang mungkin akan jarang dimasuki Nat mulai dari besok.
Setelah mengobrol santai dengan kedua orang tuanya, Nat berniat ke lantai atas untuk menemui Arga yang sudah lebih dulu menempati kamarnya. Tapi, sebelum naik ke atas, ia sudah dihadang oleh Nicholas di ujung tangga.
Pria itu menatap adiknya dengan seringai yang membuat Nat mendengus geli.
"Abang mau ngomong apa? Mau kasih wejangan juga supaya aku jadi istri yang baik?"
"Enggak." Nicholas menggeleng kepalanya dan menatap Nat dengan tatapan serius miliknya. "Abang cuma mau bilang, kalau mau mendesah, jangan keras-keras. Ingat, kamar kita enggak kedap suara."
Rasa panas menjalar di pipi Nat saat mendengar ucapan kakaknya. Tinju kecilnya terkepal kemudian melayang ke bahu sang kakak.
"Abang!" Nat melotot dengan wajah merah. "Aku aduin Abang ke Kak Bisma karena abang ngomong aneh-aneh ke aku."
"Silakan, aduin aja. Paling juga Kak Bisma bakalan tiba di Indonesia satu atau dua bulan lagi. Wlek!"
Nicholas berlari menaiki anak tangga setelah menjulurkan lidahnya ke sang adik yang menginjak kakinya kesal dengan tingkah laku kakaknya.
Bisma memang tidak bisa langsung pulang ke Indonesia karena ada banyak hal yang harus diurus di luar negeri sebelum pulang. Inilah yang menyebabkan pria itu tidak bisa hadir di pernikahan sang adik. Andai saja tadi Bisma ada, mungkin Salim tidak bisa pergi dengan wajah mulus. Meski sering menjaili adiknya, Bisma adalah kakak pelindung terbaik bagi Nat.
Mendengus kesal, Nat kemudian menaiki anak tangga menuju kamarnya. Saat tiba di depan pintu, tanpa sadar telapak tangannya bergerak menyentuh di mana debar jantungnya berada. Entah mengapa, saat berdiri di depan pintu kamar dan sadar jika di dalam ada Arga, Nat mendadak gugup.
Di tengah rasa gugup Nat, pintu kamar sebelah terbuka dan muncul hanya kepala Nicholas yang menjulur keluar.
"Langsung tancap gas aja, Nat. Enggak usah sungkan. Ingat kata Abang kalau kamar kita enggak kedap suara."
Nat melotot menatap sang kakak. Kakinya menginjak di lantai dan berniat untuk menghampiri Kakak kembarnya itu, namun pintu sudah lebih dulu ditutup membuat Nat tidak bisa membalas sang kakak.
Akhirnya dengan tangan gemetar, Nat memegang knop pintu dan mendorongnya hingga pintu terbuka. Gugup menghampiri membuat gadis itu semakin berdebar saat masuk ke dalam kamar. Namun, saat pertama masuk hal yang ia lihat adalah sosok Arga yang sedang berbaring di atas tempat tidurnya.
Nat berjalan mendekat dan melihat mata Arga yang tertutup, tanpa sadar membuatnya lega. Ia tidak perlu bersikap gugup ataupun kaku saat berinteraksi dengan pria itu jika yang bersangkutan tidak tidur.
Rasa lega tidak berlangsung lama saat tiba-tiba kelopak mata Arga terbuka dan tatapannya bertemu dengan mata Nat yang saat ini sedang memperhatikan ekspresi wajah Arga dengan serius.
"Mas Arga." Nat menelan ludahnya gugup. "Mas Arga belum tidur?"
"Hampir." Pria itu bangkit dari rebahannya kemudian berdiri di hadapan Nat. "Kenapa kamu berdiri di samping tempat tidur? Suami istri bukannya harus tidur barengan?"
Arga menunduk sedikit untuk menatap wajah Nat yang memerah.
"A-aku."
"Aku apa, hm?" Tangan Arga tanpa sadar bergerak mengusap pipi lembut Nat.
"Aku."
"Hm?"
Arga mendekatkan wajahnya ke wajah Nat hingga Nat bisa merasakan hembusan napas Arga menerpa bibir dan hidungnya.
Tanpa sadar Nat memejamkan matanya, berpikir jika Arga akan menciumnya. Jujur saja ini adalah ciuman pertamanya, dan jantungnya semakin berdebar tidak terkendali membayangkan seperti apa rasanya ketika bibirnya dan bibir Arga menyatu.
Namun, sudah 10 detik lebih Nat memejamkan mata, ia tidak merasakan apapun. Membuka matanya, yang dia lihat hanyalah senyum geli Arga yang menatapnya dengan mata cerah.
Nat menunduk malu dengan pikirannya. Mengira jika Arga akan menciumnya.
"Aku mau melakukan hal-hal spesial sama kamu dengan waktu dan tempat yang sudah terencana."
Nat mendongak membalas tatapan Arga. Pria di depannya sudah mengubah cara memanggil dirinya sendiri yang tentu saja membuat Nat merasa senang.
"Sekarang kamu ganti baju, terus kita tidur. Besok jam 08.00, pesawat udah berangkat."
"Iya, Mas," sahut Nat dengan suara lembut.
Gadis itu kemudian bergerak lincah menuju lemarinya dan mengambil piyama. Lalu, pergi ke kamar mandi tanpa menatap ke arah Arga lagi.
Nat merasa malu!
![](https://img.wattpad.com/cover/247403315-288-k721893.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
KEJAR TARGET (sequel Dilema Istri Kedua)
De TodoCover bye @aimeeAlvaro Nathalya Silvia. gadis cantik 24 tahun ditinggal menikah oleh kekasihnya tanpa kepastian. Keluarga Nat--sapaan akrabnya-- yang masih percaya mitos di keluarga besar mereka mendesak Nat untuk segera menikah dan mencari suami...