Bab 26
Ponsel di tas Nat berbunyi ketika ia baru saja tiba di lobby apartemen tempatnya tinggal.
Gadis itu meringis saat melihat panggilan telepon tersebut berasal dari kakaknya yang ia lupakan di tempat pesta tadi setelah bertemu dengan Arga. Parahnya lagi, Nat pulang dengan Arga tanpa pamitan pada kembarannya itu.
"Abang, sorry, tadi aku pulang duluan sama teman aku dan lupa pamitan sama Abang," ujar Nat, setelah mengangkat telepon. Benar-benar ia lupa akan kehadiran Nicholas setelah bertemu dengan Arga.
"Kamu benar-benar, Nat. Abang tadi udah cari kamu keliling tapi kamu enggak juga ketemu. Abang kira kamu itu diculik sama orang," omel Nicholas di seberang sana.
Pria itu benar-benar tidak habis pikir dengan sang adik yang tiba-tiba menghilang setelah pamit izin pergi ke toilet. Bisa mendapat masalah besar jika benar adiknya hilang. Nicholas tidak bisa membayangkan kemarahan seperti apa yang akan ia terima dari keluarganya jika dia tidak menemukan keberadaan Nat.
"Iya, maaf, Bang. Tadi aku benar-benar lupa." Nat meringis saat mendengar suara helaan napas sang kakak.
"Ya udah, kalau begitu kamu langsung istirahat. Abang mau minap tempat teman abang."
"Iya, Bang."
Sambungan telepon sudah mati saat Nat mendongakkan kepala dan menemukan Arga berdiri tak jauh dari posisinya berada. Pria itu juga baru saja menerima telepon dari neneknya sebelum Nicholas menelepon.
"Kakak kamu yang menghubungi kamu?" Arga menatap Nat dengan sebelah alis terangkat.
"Iya. Tadi dia sudah mencari saya, tapi enggak ketemu."
Keduanya mengobrol sambil melangkah menuju arah lift.
"Maaf, gara-gara kita keasyikan ngobrol dan berniat mau pulang, kamu justru lupa kalau kamu jalan bareng kakak kamu," kata Arga meminta maaf.
"Enggak apa-apa, kok, Mas. Ngobrol dengan Mas Arga itu asyik ternyata. Makanya saya sampai lupa dengan keadaan sekitar," sahut Nat. Tidak lupa ia juga melempar senyum manis pada pria yang ia sukai itu.
Keduanya kemudian melangkah masuk ke dalam lift yang terbuka.
"Saya juga senang mengobrol sama kamu. Ternyata, kamu punya wawasan yang luas," sahut Arga memuji Nat.
"Terima kasih."
Tidak ada lagi obrolan di antara keduanya. Saat lift terbuka, mereka akhirnya keluar menuju unit apartemen mereka masing-masing.
"Lusa, saya akan bawa kamu dan perkenalkan kamu dengan kakek dan nenek saya. Saya harap kamu enggak akan lupa."
Mendengar itu, Nat tersenyum manis. "Kalau itu mas tenang aja. Saya enggak akan lupa untuk bertemu dengan calon kakek dan nenek saya juga," balas Nat jujur.
"Ingat, kita hanya pura-pura," peringat Arga menatap Nat.
"Enggak apa-apa kita pura-pura sekarang. Siapa tahu, dari kepura-puraan kita, bisa berakhir ke pelaminan beneran."
Perempuan itu tersenyum manis membuat Arga bergidik ngeri. Gadis itu sepertinya sudah mulai mengeluarkan taringnya, pikir Arga. Segera ia menuju unit apartemennya dan membuka pintu kemudian masuk tanpa menoleh ke arah Nat yang masih setia menatap pintu tertutup milik Arga.
"Ciieww Mbak Nat!"
Nat terkejut saat mendengar seruan dari Sasha yang entah kapan tiba-tiba muncul di sampingnya.
"Benar 'kan kata saya Mbak, kalau pesona Bang Gaga enggak akan bisa diragukan lagi. Bah, Mbak Nat aja tertarik." Perempuan dengan perut buncit itu dengan sengaja menyenggol lengan Nat dan tersenyum menggoda sembari mengedipkan matanya.
"Lho, kamu ngapain di luar malam-malam seperti ini? Enggak dimarah sama suami keluar dari apartemen?" Nat menatap Sasha yang saat ini sudah berdiri di sampingnya padahal jam sudah menunjukkan pukul 10 malam.
"Ah, tadi niatnya mau intip suami aku apa udah pulang atau belum. Eh, aku justru lihat Mbak Nat dengan Bang Gaga." Sekali lagi Sasha menyenggol Nat. "Lagi PDKT, nih, ceritanya?"
"Ah, enggak. Tadi kami enggak sengaja ketemu di pesta." Nat menolak mengakui. "Kamu harus cepat masuk apartemen kamu. Soalnya ini udah malam dan enggak baik buat ibu hamil diam di luar."
Sasha yang merasa tidak mendapat hasil untuk menggoda tetangga apartemennya segera masuk dengan wajah cemberut. Sementara Nat sendiri terkekeh melihat tingkah laku wanita hamil satu ini. Mengangkat bahunya, gadis itu masuk ke dalam apartemennya.
Keesokan paginya.
Nat datang ke kantor bertepatan dengan munculnya Neva di belakangnya.
"Kamu kenapa, Nev? Seperti habis dikejar orang jahat saja." Nat menatap aneh pada sosok Neva yang baru tiba dengan napas tersengal. "Terus kamu tadi malam ke mana? Kenapa kamu enggak pulang dan enggak ngabarin Mbak?"
"Panjang Mbak ceritanya. Nanti aku ceritain pelan-pelan." Gadis cantik itu berusaha untuk mengatur napasnya kemudian menegakkan tubuhnya dengan sempurna dan membawa Nat untuk menuju lift yang sudah mulai ramai.
Sesampainya di meja mereka, Neva kemudian mulai bercerita tentang di mana dirinya dibawa oleh Arga kemarin sore saat pulang kerja ke rumah pria itu.
"Kamu enggak ngapa-ngapain 'kan sama dia?" Nat menatap Neva terkejut. Pikirannya sudah berkelana memikirkan apa yang dilakukan oleh dua orang dengan jenis kelamin berbeda berada di dalam satu atap yang sama.
"Jangan mikir yang aneh-aneh, Mbak. Saya dibawa sama Kello ke rumahnya. Di rumahnya itu ada Maminya, papanya, adik-adiknya, dan juga ART."
"Oh, saya kira cuma ada kalian berdua."
"Lagi bahas apa 'sih kalian berdua? Serius banget kayaknya," tegur Ana, yang baru saja tiba.
"Ini lagi bahas film barat yang lagi viral."
"Hah? Film apaan memangnya?" Ana dengan santai melempar ransel hitamnya di atas meja hingga menimbulkan suara yang keras dan untuk yang kesekian kalinya mengejutkan beberapa karyawan lain.
"Aduh, Mbak Ana. Bisa enggak, kalau mau meletakkan ranselnya, itu pelan-pelan?" Neva yang juga terkejut segera menegur Ana tanpa menjawab pertanyaan gadis itu.
"Enggak bisa."
"Huh!"
"Film apa yang lo bahas dengan mbak Nat?" tanya Ana sekali lagi. Ia cukup penasaran dengan apa yang dibahas kedua perempuan itu saat tiba tadi.
"Ada film tentang cowok gila yang bawa ceweknya ke rumahnya gitu lah."
"Oh? Ada film begitu? Apa judulnya?"
"Ini Bukan soal film. Ini soal Neva yang dibawa pergi sama pacarnya ke rumah orang tua pacarnya," jelas Nat. Tidak tega juga ia melihat Ana yang penasaran.
"Gue kira film beneran."
"Tapi, kisah nyata kehidupan saya bisa dibuat film, Mbak. Sekelas film Hollywood pasti jadi box office," sahut Neva dengan wajah angkuhnya.
"Mimpi enggak usah ketinggian. Kalau jatuh, gegar otak baru tahu rasa."
"Astagfirullah, Mbak An, amit-amit doanya. Nyebut, Mbak! Nyebut. Ayo, istighfar!" Neva bergerak kemudian mengguncang kedua lengan Ana agar gadis itu segera bertaubat. Namun, Ana justru dengan mudahnya menjauhkan tubuhnya dari jangkauan Neva.
"Fyi, Nev, kalau-kalau lo lupa, gue Kristen."
"Astaghfirullahaladzim! Lupa saya, Mbak!" Neva bergidik segera menjauh dari jangkauan Ana. Ia lupa jika gadis tomboy di depannya berbeda agama dengannya.
Nat yang melihat tingkah laku Neva tertawa apalagi saat melihat raut wajah terkejut dan syok yang ditampilkan oleh Neva.
Berada di sini benar-benar mampu menghibur seorang Nathalya Silvia.
KAMU SEDANG MEMBACA
KEJAR TARGET (sequel Dilema Istri Kedua)
AcakCover bye @aimeeAlvaro Nathalya Silvia. gadis cantik 24 tahun ditinggal menikah oleh kekasihnya tanpa kepastian. Keluarga Nat--sapaan akrabnya-- yang masih percaya mitos di keluarga besar mereka mendesak Nat untuk segera menikah dan mencari suami...