56

2.9K 784 108
                                    


Bab 56

Nat bukanlah tipe perempuan yang suka mencari masalah. Bukan tipe orang yang gampang ditindas juga. Nat adalah tipe orang yang jika disakiti ia tidak akan membalas, kalau orang yang menyakitinya tidak terlalu berlebihan.

Diamnya Nat adalah mencari waktu yang tepat untuk melakukan pembalasan.

Contohnya saja pada Hasna. Jujur saja ia tidak terlalu peduli akan apa yang dilakukan Hasna padanya. Mau gadis itu menghancurkan hubungannya dengan Riko, mempermalukan Nat di depan tamu undangan, atau bahkan memfitnahnya di mana-mana, ia tidak peduli. Setidaknya, batal menikah dengan Riko membuatnya bisa bertemu dengan Arga, hingga membuat keberuntungan yang tidak terduga.

Sayangnya, Hasna sudah terlalu jauh bersikap. Memfitnah dirinya sana-sini, dan bahkan sekarang perempuan itu bersama dua temannya menghadangnya saat ia akan keluar dari toilet wanita.

"Kalian bertiga bisa minggir? Saya mau keluar dan enggak ada waktu untuk mengurusi kelakuan kekanakan kalian."

Nat berujar menatap tajam pada ketiga perempuan yang entah mengapa terlihat sangat membenci dirinya. Seingatnya, ia tidak pernah mencari masalah pada mereka.

"Lo mau keluar dari sini?  Yakin, lo bisa?" Hasna mencibir menatap tajam pada sosok Nat.

Membenam perasaan benci dan harus tersenyum pada orang yang ia benci, tentu saja sangat menyiksa Hasna. Iri dan dengki merasuki dirinya karena tidak suka pada kehidupan Nat yang dianggap jauh lebih baik dari dirinya.

Nat terlahir dari keluarga kaya raya, dengan orang tua yang selalu harmonis, dan kedua kakak yang selalu melindunginya. Para sepupu yang menyayanginya, tentu saja selalu membuat Hasna yang kehidupannya biasa-biasa saja merasa iri. Disukai oleh banyak orang karena kepribadiannya yang baik. Bahkan, pemuda yang ia sukai saat SMA pun mengejarnya.  Inilah awal mula ia membenci seorang Nathalya Silvia.

Hasna sengaja memperkenalkan Riko pada Nat untuk membuat gadis itu menyukai Riko. Kemudian, setelah mereka menjalin hubungan serius, Hasna masuk ke dalam hubungan Nat dan Riko. Menggoda Riko, dan berhasil merebut pria itu dari tangan Nat  serta meninggalkan Nat tepat pada hari pernikahan mereka. 

Hal ini tentu saja membuat Hasna berpuas diri. Setidaknya, ia merasa Nat tidak berhak bahagia.

Meskipun dirinya bisa dikatakan sebagai perempuan tidak tahu malu dan tidak tahu terima kasih karena sudah dibiayai sekolah hingga kuliah oleh kedua orang tua Nat, Hasna tidak peduli. Baginya, orang tua Nat wajib dan harus membiayai sekolahnya. Toh, mereka juga punya banyak uang. Uang segitu tidak akan membuat keluarga itu miskin untuk membiayai kebutuhan sekolah dan kuliahnya.

"Mau kamu apa, Hasna?"

"Mau gue?"

Hasna tersenyum miring kemudian memberi kode pada Siti yang langsung diangguki oleh gadis itu untuk segera menutup pintu toilet. Sementara Aminah yang mengerti tugasnya, mengambil ember berisi air kotor bekas mengepel lantai yang diberikannya langsung pada Hasna.

Keduanya hanya ikut bersenang-senang menyaksikan teman mereka menyiksa perempuan lain. Ini layaknya seperti sinetron dan mereka senang melakukannya.

"Mau gue itu gini." Hasna menyeringai puas sambil melempar seember air kotor tersebut ke tubuh Nat dan memercik wajah wanita itu.

"Lo itu enggak cocok bahagia. Orang yang harus bahagia itu gue. Orang yang harus punya kekayaan itu gue dan bukan lo!"

Hasna melempar ember yang sudah kosong tepat mengenai perut dan lengan Nat.

Dirinya dan Riko bertengkar setelah tahu jika orang tua Nat adalah salah satu konglomerat di kota mereka. Riko juga bahkan baru tahu jika kedua kakak Nat adalah pengusaha yang sudah dikenal banyak orang.

Riko berniat untuk mendekati Nat kembali agar usaha yang sedang dirintis olehnya bisa berkembang dengan bantuan kedua orang tua Nat. Rencananya, setelah mendapatkan suntikan dana, pria itu berjanji akan meninggalkan Nat dan menikahi dirinya. Sayangnya, Hasna tidak mau. Ia tidak percaya jika Riko mendekati Nat hanya demi suntikan dana dari orang tua Nat. Berpikir jika itu hanya alasan yang dibuat oleh pria itu agar bisa kembali pada perempuan yang ia benci.

"Lo itu enggak ada apa-apanya dibanding gue. Lo cuma beruntung terlahir dari keluarga lo. Lo enggak berhak bahagia dan merebut Riko dari gue."

Hasna sepertinya kehilangan akal. Perempuan itu mencengkram keras pipi Nat dan menatap tajam wanita yang sudah basah oleh air kotor.

"Lo cuma cewek yang lahir dari keluarga kaya. Kelebihan lo cuma di harta doang!" bisiknya tajam.

"Udah? Udah kamu melampiaskan emosi kamu?" tanya Nat, yang sejak tadi diam. 

Senyum sinis tersungging di sudut bibir Hasna saat menatap wajah cantik Nat yang membuatnya iri.

"Gue belum selesai kalau wajah lo enggak rusak."

Entah dapat dari mana, Hasna memegang sebuah pisau lipat, yang tentu saja mengejutkan Aminah dan Siti. Kedua perempuan itu terbelalak tidak percaya dengan apa yang mereka lihat.

"Hasna, ini enggak ada di dalam rencana kita," ujar Siti mengingatkan Hasna. 

"Ini bukan urusan kalian berdua. Ini urusan gue dan dia." Hasna membalas sambil menatap tajam kedua temannya yang mundur ketakutan.

"Kamu yakin bisa menyakiti saya?"

Tiba-tiba, Nat yang sejak tadi diam meraih pergelangan tangan Hasna yang memegang pisau kemudian memelintir ke samping hingga pisau tajam tersebut jatuh ke lantai.

Nat menendang pisau menjauh dari tubuh mereka. Sebelah tangannya menggenggam pergelangan tangan Hasna, sementara tinjunya melayang ke pipi gadis itu dan terakhir Nat mendorong Hasna hingga gadis itu jatuh menimpa kedua temannya yang di belakang.

"Sekarang giliran saya yang berurusan dengan kalian."

Ekspresi wajah Nat yang tajam membuat Hasna sadar akan apa yang dilakukannya. Dilanda kecemburuan karena berpikir Riko akan meninggalkannya, Hasna gelap mata dan berniat untuk merusak wajah Nat.

Bibir Hasna terbuka bersiap untuk mengucapkan beberapa patah kata, namun tinju dari Nat sudah bersarang ke pipinya lagi. Tidak sampai di situ saja, kedua tangan Nat menggenggam rambut Siti dan Aminah lalu membenturkan kepala mereka ke kepala Hasna.

Ketiganya tidak bisa bereaksi dengan kekuatan seorang perempuan yang ikut perguruan seni bela diri.

Beberapa menit kemudian, Nat melangkah keluar dari toilet dengan wajah pucat pasi. Kakinya melangkah tertatih seolah tenaganya sudah tersedot.

Beberapa karyawan wanita yang melihat Nat terbelalak terkejut. Mereka segera menghampiri Nat dan bertanya tentang kondisinya.

Bibir Nat terbuka ingin menjawab, namun ia sudah lebih dulu menutup kelopak matanya  dan jatuh tidak sadarkan diri hingga membuat beberapa wanita yang berada di dalam toilet panik.

"Panggil yang lain. Ada yang pingsan!"

Segera kehebohan terjadi dan membuat banyak karyawan mulai berkumpul mulai untuk mengangkat Nat menuju ruang kesehatan.

Bagian keamanan segera menyisir tempat dan menemukan 3 perempuan yang sudah babak belur di dalam toilet tempat di mana Nat keluar.

Ketiganya turut dibawa ke ruang kesehatan untuk dilakukan pemeriksaan fisik. Sementara sisanya membagi tugas untuk menyelidiki masalah yang terjadi.

Pembullyan di lingkungan kantor baru pertama kali ini terjadi setelah beberapa tahun berlalu.

Ini tentu saja tidak baik untuk citra perusahaan. Maka dari itu, bahkan dari atasan pun langsung menyelidiki kasus tersebut.

KEJAR TARGET (sequel Dilema Istri Kedua)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang