.
.
.Ketika Yohan bangun dari tidur singkatnya, truk telah berhenti bergerak. Yohan mengintip keluar lewat pintu belakang muatan truk dan dia menemukan sebuah 'tanda' yang menunjukkan bahwa arah Tunggangalas adalah kesana. Dia menoleh ke belakang dan melihat cahaya berkelip-kelip merah. Itu adalah Seungyoun, dia memberi sinyal pada Yohan dalam kode morse jika Seungyoun akan sampai disini saja, dan akan kembali memberitahu masyarakat Rejowerno.
Yohan melambaikan tangannya pada Seungyoun, memberitahunya bahwa Yohan sudah melihat sinyal itu. Cahaya merah itu kemudian hilang dibalik kebutaan pagi. Yohan menghela nafas, sejauh ini rencananya berjalan lancar, dia hanya berharap semua terus berjalan seperti ini, walau itu tak mungkin 100% sempurna.
Seakan mendapatkan firasat, ketika truk itu kembali berjalan pelan memasuki kawasan Tunggangalas, Yohan berpikir untuk memberi Seungyoun dan tim penyelamat tanda, karena siapa tau akan ada beberapa belokan membingungkan di depan sana. Yohan mencari sesuatu yang sekiranya bisa bertahan selama seminggu di dalam truk itu namun tak menemukan apapun.
Mungkin merasakan langkah kaki Yohan yang mondar mandir, Yeonjun terbangun.
"Kamu cosplay jadi alat pel, hah? Langkah kakimu ganggu banget, anjir." Kata Yeonjun.
"Kamu ada sesuatu, nggak? Buat nandain jalan biar Mas Seungyoun sama bantuan nggak bingung pas mau nyusul. Takutnya ada beberapa belokan yang bikin pusing." Tanya Yohan.
Yeonjun bangun dari tidurnya. Lalu berjalan mendekati Yohan, kemudian dia keluarkan pistol pemberian Arin. Untung saja truk yang mereka naiki ini berada di urutan paling belakang, jadi ketika Yeonjun menembak beberapa pohon untuk menandai kemana harus berbelok, nggak ada yang panik—kecuali si sopir yang ngerasa anak anak SMA ini terlalu liar untuk anak seumuran mereka.
"Puas?" Tanya Yeonjun pada Yohan.
"Matamu bisa ngeliat pas gelap juga ternyata." Puji Yohan.
"Aku mau lanjut tidur. Nih, kalo ada belokan lagi." Kata Yeonjun memberikan pistol itu pada Yohan, kemudian berjalan sempoyongan menuju tempat tidurnya tadi—paha kirinya San.
"Padahal bentar lagi sampe.. tapi yaudah lah.. biar tidur dulu." Kata Yohan sambil ketawa kecil.
.
Sekitar dua puluh menit an, ketika cahaya matahari pagi mulai menembus di sela sela terpal yang memiliki beberapa lubang, truk kembali berhenti, seakan udah paham kalo mereka udah sampai di Tunggangalas, Yohan segera membangunkan empat anaknya dengan cara yang emang agak brutal tapi masih dimaklumi.
Ketika kepala para manusia nggak tau diri itu terangkat dari pahanya, San segera memukuli kakinya yang beneran mati rasa. Ketiga makhluk dengan muka bantalnya masih coba mengumpulkan nyawa mereka yang berlarian kesana kemari dan tertawa. Yohan kembali mengintip dan dalam jangkauan matanya, dia melihat rumah rumah yang sebenernya nggak jauh beda dari yang ada di Rejowerno, hanya saja.. dia melihat bangkai hewan yang tergantung di setiap rumah masyarakat.
"Budaya mana lagi yang diamalkan sama orang orang Tunggangalas ini, Astagfirullah.." kata Changbin lirih yang ikutan ngintip.
"Istighfar kamu, Bin?" Tanya Yohan.
"Nyinden aku, Han." Balas Changbin.
"Rencana pertama?" Tanya Yeonjun sambil menekuk lehernya yang kaku ke kanan kiri.
"Sandiwara." Tepat setelah Yohan menjawab pertanyaan itu, pintu belakang muatan truk dibuka. Dari bawah mereka lihat si pak supir—orang yang kemarin di dzolim i Yeonjun sebagai pelaku pembuka pintu itu, namun ada beberapa warga yang juga berkumpul di bawah.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Klub 513 | vol.2 | Ep.3 : Kidung Rajah
FanfictionWooyoung : "Kode terbaik yang nggak akan lekang oleh zaman adalah nge share lagu yang mewakili perasaan lewat SW." Yohan : "Lingsir Wengi gitu misalnya?" San : "Ayang mu beda alam?" Yeonjun : "Gapapa beda alam daripada nggak punya ayang." Changbin :...