"Qih lo serius? Lo gak kasian liat bini lo?" Tanya Adam setelah menghantarkan Alesha ke rumah orang tua nya.
Faqih menarik napas dalam. "Saya lebih kasian lihat dia kelelahan karena ngurus laki laki lumpuh ini," ucap nya dengan suara bergetar.
"tapi dia ikhlas qih rawat lo,"
"Saya merasa menjadi beban dia dam, saya ngerasa gak berguna."
"Yaudah fiks, besok lo gue temenin siap siap ya."
"Tidak usah dam,"
"Ini permintaan bokap gue, lo gini juga kan karena jalanin tugas dari bokap."
Faqih menatap kaki nya yang mati rasa itu. "Saya beban kamu ya dam?"
"Ck.apaan sih lo kalo ngomong yang bener."
"Terimakasih dam,"
Di sisi lain di kediaman Alzam dan Qia, Alesha menangis sejadi jadi nya di pelukan Qia. "Aku ikhlas bun rawat Aa, tapi kenapa Aa suruh aku pergi?"
"Sayang.. Faqih butuh waktu," ucap Qia pelan.
"Abi tau banget Faqih cinta kamu, gak mungkin dia ninggalin kamu sayang, sabar dia butuh waktu."
"Kenapa waktu terus? dengan kehadiran aku Aa gak bisa bertahan? Katanya cinta aku.."
Alzam sebelum nya mendapat chat dari Faqih bahwa diri nya ikhlas melepaskan Alesha jika ada laki laki lain yang lebih sempurna di banding nya. Alzam benar benar tak berkutik didalam lubuk hati nya ia yakin pasti Faqih tak rela jika Alesha bersama laki laki lain. Hanya diri nya merasa bersalah karena kaki nya yang tak berfungsi.
"abi.. Buna.. Kenapa orang yang aku sayang ninggalin terus ya?"
"Ck, " Razzan menghapus Air mata nya yang turun setelah mendengar penuturan adik nya.
Razzan memeluk adik nya. "Jangan ngomong gitu dek.. Abang masih di sini."
"Mommy pergi, daddy pergi sekarang suami aku pergi.. mungkin kalau gak ada kalian aku hidup sebatang kara," tutur Zeya yang membuat Qia menangis histeris.
"Sayang jangan ngomong gitu, kita gak bakal ninggalin kamu kok.. Zeya tetap anak buna Putri kesayangan buna."
"Sabar, jika kalian berjodoh InsyaAllah, Allah akan satukan lagi." ucap Alzam yang sedang menenangkan istri nya.
Alesha tersenyum, membuang napas pelan. "Gapapa abi, buna aku akan terima jalan takdir yang sudah di tulis Allah."
"Aku yakin happy end kok, entah sama siapapun aku nanti."
Razzan mengelus rambut Adiknya. "Mau ke kamar? Abang anterin."
Alesha mengangguk, Razzan membawa dua tas jinjing yang tadi Adam bawa.
Alesha mendudukan diri nya di tepi ranjang. "percaya sama abang, takdir Allah itu yang terbaik buat hamba nya."
Alesha hanya mengangguk kan kepala nya, "percaya sama abang kan?" tanya Razzan menyakinkan.
Alesha menggeleng. " Ngapain percaya sama abang, musyrik "
Razzan menatap Alesha tak percaya, topeng itu sangat tebal. "Cielah udah bisa bercanda nih?"
"Kenapa?"
"Bobo udah malem, mau di usut usut?"
Alesha menabok lengan Razzan pelan. "Ih aku udah gede tau!"
"Di mata abang kamu masih anak kecil, princess nya bang Razzan sama bang Fawaz."
Alesha tersenyum hangat, "besok temenin aku ke rumah Aa ya?"
Razzan menatap mata sendu Alesha yang seperti memohon, entah pakai pelet apa Razzan mengangguk setuju.
Pagi yang cerah di penuhi dengan suara burung berkicau dan angin yang berhembus membuat dedaunan sibuk menari. Gadis cantik eh wanita yang baru saja membuka mata nya di suguhi roti dan susu coklat, ia melahap itu dan bergegas ke kamar mandi. Ah rasa nya jadi ingat saat masih gadis, dimana kasih sayang dan cinta yang penuh ia terima tanpa kehadiran orang tua kandung nya. siapa lagi kalau bukan dari keluarga Abi nya.
"Semoga Aa berubah pikiran, padahal kan aku ikhlas rawat Aa. masa cuma karena kasian aku di suruh pergi sih" dumel nya di depan cermin kamar mandi.
Dengan dress maroon ia turun ke arah meja makan yang di sana sudah ada Qia dan Bibi. Bibi? Padahal anak anak Qia sudah besar semua. Tidak! Bukan itu, Alzam tidak mengizinkan Qia terlalu kecapean jika mengurus rumah sebesar ini sendiri.
"Wih putri buna udah bangun, rapih banget mau kemana?"
"Mau ke rumah Faqih bun, boleh ya? Sama aku kok," jawab Razzan dari arah tangga.
Qia tersenyum, ia tak bisa melarang anak nya, ia bebaskan asal putri semata wayang nya bahagia. "Boleh dong, tapi makan siang di sini ya, tuh buna udah masak," Qia menujuk kompor yang sedikit penuh dengan sayur sayuran .
"Siap bun!" jawab mereka serempak.
Razzan dan Alesah berhenti di depan pintu rumah Faqih. Sepi dan mereka mengerutkan kening nya bingung ketika melihat spanduk yang tertera di jendela rumah Faqih. "Di kontrakan"
"Aa kemana bang?" sendu Alesha.
Razzan menggeleng ia tak mengetahui apapun tentang adik ipar nya. Tak lama ada tetangga yang membuka pintu rumah nya. "Eh neng bukan nya istri nya mas Faqih ya?"
Alesha mengangguk. "Iya bu, suami saya kemana ya kok ini di kontrakin."
"Saya kurang tau pasti kemana nya ya neng, tapi yang saya tau mas Faqih pergi berobat makanya rumah ini di kontrakin."
"Kemana ya bu kalo tau?" Tanya Razzan.
"Waduh itu saya bener bener gak tau mas, kemarin sih pergi sama temen nya yang sering ke sini juga lho."
"Adam" Itu yang ada si benak alesha.
"Abang anterin aku ke rumah Adam ya?" Razzan mengangguk menyetujui.
Setelah sampai sana suami nya dan Adam pun tak ada hanya ada Isyam.
"Om Adam nya kemana ya om?" tanya Alesha yang sudah duduk di ruang tamu rumah Adam.
"Adam pergi sama Faqih ke- " Isyam berpikir sejenak.
"Itu, liburan lho iya liburan,"
"Liburan? Faqih kan gak bisa jalan om,"
Duh salah ngomong lagi
"Jujur om, " Desak Alesha.
"Om saya bener kanget Aa Faqih, tolong kasih tau di mana mereka."
"Berobat."
"Ya mereka bertobat Zeya, tapi maaf saya gak bisa ngasih tau tempat nya."
"Kenapa rumah Faqih di kontrakin ya?" Tanya Razzan.
"Dia, dia mau menganti biaya bertobat nya, padahal saya ikhlas juga membantu nya."
"Lama ya om?" sendu Alesha menatap lantai.
"Saya kurang tahu pasti."
"Yasudah saya permisi dulu ya om, terimakasih informasinya" Razzan menuntun Alesha keluar.
"nunggu atau cari yang lain?, abang harap kamu jawab sesuai hati kamu."
"Aku gak tau bang, ehehe aku gak apa apa kok mau pulang aja mau makan masakan buna." Alesha menampilkan gigi rata nya.
Bersambung..
ini part kalo tembus 100 komen aku bakal lanjut secepatnya!
BABAY👋
KAMU SEDANG MEMBACA
couple till jannah
Teen FictionBagaimana jadi nya ketika dua insan saling menjaga dalam setiap doa nya? Dua manusia yang saling mencintai dalam diam namun bicara terang terangan kepada sang Pencipta untuk di satukan. Faqih, Laki laki yang hidupnya cukup dibilang tak mampu meng...