Pada akhirnya Taeyong hanya bisa menuruti semua ucapan Jung Jaejoong, lelaki itu akan menang dalam setiap permintaan dan perkataan nya. Bahkan Yunho saja tidak bisa menolak permintaan sang istri, apalagi dengan Taeyong. Dirinya merasa sedikit pusing sehabis bercerita tentang hidupnya pada Jaejoong, sangat takut bahwa laki-laki cantik itu akan beranggapan aneh padanya.
Tapi, di satu sisi Taeyong merasa lega seakan beban berat yang ada di pundaknya perlahan menghilang. Mencoba mengabaikan hal itu, saat ini Taeyong tidur di sebuah kamar tamu yang sudah menjadi miliknya untuk ke depan, kamar ini terletak di lantai bawah.
Taeyong baru saja selesai menyusun pakaiannya dengan Mark. Dia merebahkan tubuh di samping sang anak yang tampak berguling-guling di atas kasur empuk tersebut.
"Mark suka dengan kasurnya, sayang?"
"Malk cuka cekali Bubu~" ucap balita itu tertawa.
Setidaknya Taeyong beruntung bisa bertemu Jaejoong karena memberikan pekerjaan serta tempat tinggal untuknya.
"Taeyong?" Suara ketukan di susul panggilan membuat lelaki mungil itu bangkit dari posisi tidur, bergegas membuka pintu dan mempersilahkan Jaejoong untuk masuk ke dalam.
Lelaki yang lebih tua berjalan masuk untuk menggendong Mark kemudian menatap Taeyong gemas.
"Kau imut sekali dengan baju kebesaran itu, apa kau suka? Kalau kau mau aku akan membawakan seluruh baju putraku untukmu saja."
"T-tidak usah Nyonya, nanti putra anda akan marah karena bajunya menghilang lagipula aku masih punya beberapa baju yang layak pakai. Aku tidak mau merepotkan," jawab lelaki mungil tersebut tak enak hati, tadi dirinya di paksa oleh Jaejoong untuk memakai baju seseorang yang di sebut sebagai putranya.
Dia benar-benar merasa khawatir, takut kalau anak dari Nyonya Jung ini akan marah saat mengetahui kalau dia memakai bajunya begitu saja.
Jaejoong mencium pipi Mark berkali-kali kemudian mendengus, "Dia tidak akan berani marah padaku. Lagipula saat ini dia dengan sengaja kabur agar aku tidak menyuruhnya untuk menikah, dasar anak itu!"
Taeyong hanya dapat meringis mendengar ucapan lelaki tersebut, diam-diam ia merasa ngeri.
"Dan sampai kapan kau akan memanggil ku Nyonya? Mulai sekarang kau harus memanggil kami dengan sebutan Ayah dan Ibu, sudah sangat lama sekali aku ingin memiliki anak manis dan cantik seperti mu tapi yang keluar malah sangat mirip dengan Yunho, kaku dan menyebalkan."
Lagi-lagi Taeyong hanya meringis, dia dengan patuh menganggukkan kepala. "Baik Ibu."
"Hei sampai kapan kalian akan berbicara, aku sudah lapar." Yunho berdiri di ambang pintu dengan wajah malas.
"Maaf A-ayah, kalau begitu aku akan memasak sekarang juga, I-ibu biarkan aku menggendong Mark," ucap Taeyong kaku dengan panggilan tersebut, dia berniat mengambil sang anak dari gendongan Jaejoong, akan tetapi dengan tangkas laki-laki itu mengelak.
"Kita langsung makan saja, aku sudah menyuruh Yunho untuk memesan makanan dari luar, jadi jangan memasak hari ini. Mulainya besok saja ya?"
"Baik Ibu."
Kemudian mereka keluar dari kamar Taeyong menuju meja makan untuk mengisi perut yang keroncongan, suasana di sana terasa lebih hangat karena celotehan Mark yang bahagia di suapi oleh Taeyong dan Jaejoong bergantian.
*****
Tak terasa sudah satu minggu Taeyong tinggal di mansion keluarga Jung, dan dalam satu pekan itu pula dapat Taeyong lihat kalau Mark sudah akrab dengan sang Nyonya Jung. Mereka berdua akan berceloteh panjang, menceritakan ini itu bahkan tertawa bersama. Taeyong sendiri tidak mempermasalahkan hal tersebut karena ia tahu bahwa selama ini Jaejoong pasti kesepian di rumah sebesar ini sendirian.
Lelaki mungil itu berkutat di dapur, sedangkan Mark bermain di taman belakang bersama dengan Jaejoong. Setelah memasak sarapan tadi Pagi, Jaejoong mengatakan menu makan siang yang harus dia masak.
Hal ini di karenakan sang putra dari keluarga Jung akan pulang ke rumah setelah pengembaraan panjang kata Jaejoong. Taeyong meletakkan piring terakhir di atas meja, ia menatap penuh kagum serta bangga. Tangannya bergerak melepaskan celemek dan menggantungkan di sisi dekat kulkas, akan tetapi tubuhnya tersentak tatkala suara dingin menyapa.
"Kau?!"
Dengan cepat lelaki mungil nan cantik tersebut berbalik badan, memandang sosok tegap di depannya dengan gundah.
"Ah, Aku hanya----" Taeyong tak dapat melanjutkan ucapannya ketika sosok itu berjalan mendekat, bahkan terkesan menyudutkan nya pada kulkas di belakang tubuh Taeyong.
Lelaki mungil itu memejamkan mata ketika sosok tersebut mengangkat tangan. Tarikan kecil dapat ia rasakan di ujung baju yang di pakai. "Ini bajuku? Siapa yang menyuruhmu untuk memakainya?"
"Jaehyun! Jangan menakuti Taeyong! Dasar anak menyebalkan ini, benar-benar banyak tingkah sekali. Kemari kau dan duduk di sini," ujar Jaejoong yang tiba-tiba datang dengan Mark di gendongan.
Yang dimarahi hanya merotasikan mata, dia berdecih kemudian menurut begitu saja. Bisa panjang ceritanya jikalau Jaehyun tak mengikuti apa yang di ucapkan oleh sang Ibu.
"Kapan kau pulang?"
"Aku baru sampai Ibu. Bisa ibu jelaskan siapa dia? Dan anak siapa yang Ibu gendong itu?"
"Bubububububu~" Mark merentangkan tangan pada sang Ibu, dan Taeyong langsung mengambil alih tubuh gembal tersebut. Walaupun sudah berada di dalam gendongan Taeyong akan tetapi tatapan mata bulat nan menggemaskan milik anak berusia 22 bulan itu masih saja menatap wajah tegas lelaki yang bernama Jaehyun tadi.
"Namanya Lee Taeyong dan yang ada di dalam gendongannya itu Lee Minhyung atau bisa kau panggil Mark. Taeyong ini yang sudah membantu Ibu saat pingsan beberapa minggu lalu, karena tak ingin berhutang dan Taeyong juga tak ingin menerima sesuatu begitu saja jadi Ibu memberikan Taeyong pekerjaan dengan membantu Ibu mengurus mansion ini," jelas Jaejoong panjang lebar.
Sedangkan Jaehyun mengangguk dan melihat Taeyong yang masih berdiri di tempatnya, di dekat kulkas.
"Maaf untuk yang tadi. Aku tidak tahu kalau kau yang sudah menyelamatkan Ibu, terima kasih atas kebaikan mu Lee Taeyong."
"Sama-sama Tuan."
"Ibu dimana Ayah?"
"Dia ada di kantor, katanya rapat dadakan. Siapa yang kemarin menghilang begitu saja bahkan harus merepotkan ayahnya sendiri hanya karena takut di tanya kapan menikah," ejek Jaejoong sebagai jawaban.
Lagi-lagi Jaehyun hanya memutar bola mata bosan, "Ibu aku sudah bilang kalau aku mengurus perusahaan cabang yang ada di pinggir kota, kenapa Ibu terus-menerus mengatakan itu. Aku bosan mendengarnya."
"Lalu kau kira aku tidak bosan juga melihatmu yang masih sendiri di umur segini? Bahkan teman-teman mu saja sudah menikah dan memiliki anak. Sampai kapan kau akan bertingkah seperti ini Jaehyun?"
"Ibu, tolong. Aku tidak ingin berdebat sekarang."
Suasana di ruang makan menjadi mencekam seketika, Taeyong tak bisa melakukan apapun melihat perdebatan itu.
"Mam, Malk mau mam Bubu." Hingga suara milik Mark memecahkan keheningan, lelaki mungil itu membungkukkan badan ketika Jaejoong menatapnya seketika.
"Maaf Ibu. Aku akan membawa Mark ke taman belakang saja, Ibu dan Tuan Jaehyun lanjutkan saja makan siangnya." Selepas mengatakan itu Taeyong langsung berlalu dengan satu bungkus biskuit bayi di tangannya, lelaki mungil itu menutup pintu yang menjadi penghubung antara dapur dan taman belakang dengan pelan.
Kini keduanya duduk lesehan di teras bagian belakang, dengan telaten Taeyong menyuapi Mark dan disambut antusias oleh sang anak. Sesekali keduanya akan bergurau dan tertawa bersama, tak terasa biskuit yang dibawa pun sudah habis.
Taeyong menepuk pahanya, memberikan kode agar Mark mendekat. Akan tetapi batita itu malah terlihat bingung dengan mulut yang terbuka.
"Tidak mau susu?"
"Mau!"
Lelaki mungil tersebut mengelus rambut halus Mark sayang, dia tersenyum dengan manis. Tanpa sadar kalau seseorang memperhatikan mereka dari kamarnya, berdiri di balkon dengan wajah yang tak terbaca.
******
Tbc.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mistake [✓]
Fiksi PenggemarSebuah kesalahan yang membuat Taeyong menjadi single parent di usia yang masih muda. Alert : 17+ © Machayy0