Setelah kejadian semalam, rumor tentang Sassy beredar sangat cepat. Dan kini gadis itu tengah berjalan dengan langkah santai menuju ke sekolahnya, gerbang sekolah pagi ini sudah terbuka, dan satu mobil mewah sudah terparkir di sana.
Sassy terus melangkahkan kakinya hingga sampai di ruang guru yang hampir setiap minggu ia masuki. Tanpa mengetuk pintu seperti biasnya, ia langsung masuk ke dalam ruangan itu.
Buk Rati yang berada di dalam ruangan itu mengerutkan dahinya, ia menatap bingung ke arah Sassy. "Ada perlu apa kamu ke sini?" tanya Buk Rati.
Sassy tidak segera menjawab, ia berjalan mengelilingi ruang kerja Buk Rati sampai duduk di sofa. "Hanya ingin bermain!" jawabnya, sambil menatap Buk Rati.
Buk Rati sedikit menyandarkan pinggulnya di meja kerjanya, ia melipat kedua tangannya, menatap datar Sassy. "Pintu keluar ada di sebelah kanan, silahkan keluar!"
Sassy bangkit dari duduknya, lalu berjalan mendekati Buk Rati. "Jadi saksi di pengadilan, dan Ibu akan saya maafkan!"
Buk Rati mengerutkan dahinya, tak mengerti. "Apa maksud kamu? Dan kenapa saya harus menjadi saksi di pengadilan?"
"Saya menuntut Haniza atas tindak bully yang dia lakukan kepada saya, dan saya ingin Ibu menjadi saksi di pengadilan!" kata Sassy, menjelaskan dengan wajah datarnya.
"Apa kamu sudah gila? Kamu ingin menghancurkan nama baik sekolah?" Buk Rati menatap Sassy dengan pandangan marah. Tak menyangka kalau Sassy akan bertindak sejauh ini.
"Saya hanya menghancurkan nama baik Haniza, bukan nama baik sekolah!" kata Sassy, santai.
"Benar-benar sudah gila."
Sassy hanya tersenyum mendengar kalimat yang baru saja keluar dari mulut Buk Rati, ia lantas berjalan mendekati wanita itu hingga berdiri sangat dekat dengannya. "Ibu pikir saya tidak tahu?" Sassy menatap Buk Rati dengan pandangan meremahkan. "Saya tahu semuanya, termaksud alasan kepedulian Ibu kepada Haniza!" Sassy tertawa sangat kencang, sambil membalik badannya dan berjalan menjauh dari Buk Rati. Namun, detik berikutnya ia kembali menatap Buk Rati dan mendekati wanita itu dengan sangat cepat. "Uang suap termaksud jumlahnya, saya tahu semuanya!"
****
Menikmati pemandangan jalan raya yang sangat ramai dengan perasaaan gelisah, membuat Buk Rati duduk dengan perasaan tak tenang. Setelah kepergian Sassy, ia bergegas menghubungi Pak Fadly, ia meminta laki-laki itu untuk menemuinya di kafe dekat sekolah karena ada hal yang ingin ia sampaikan. And, you know.
Tringg
Buk Rati menoleh ke arah pintu masuk, ia segera melambaikan tangannya ke arah Pak Fadly yang baru saja masuk melewati pintu itu.
Dengan langkah tegapnya, Pak Fadly menghampiri Buk Rati, dan langsung duduk di hadapan wanita itu.
"Hal penting apa yang ingin kamu sampaikan?" tanya Pak Fadly, the to point.
"Sassy menuntut Haniza ke pengandilan!"
Pak Fadly mengerutkan dahinya. "Jadi, permasalahannya di mana? Biarkan saja mereka yang menyelesaikan semuanya!" ujarnya, sangat santai. Dan dibalik kata mereka yang pak Fadly sebutkan ada nama Milyza dan Haniza di dalamnya.
Buk Rati mengembuskan napasnya secara kasar dengan rasa khawatir. "Sassy mengancam saya!"
Pak Fadly tertawa kecil, tak percaya dengan kalimat yang baru saja Buk Rati lontarkan. "Apa kamu bercanda?"
"Dia sudah tahu semuanya!"
Satu alis Pak Fadly terangkat. "Semuanya?"
Buk Rati menganggukkan kepalanya. "Tentang uang suap yang kita terima!"
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Not Sassy (Tahap Revisi)
ActionCerita ini hasil dari pemikiran saya sendiri, PLAGIAT DILARANG ❌ MENDEKAT. Typo di mana-mana! **** Gadis SMA yang menjadi korban bully di sekolahnya tiba-tiba kembali ke sekolah setelah 3 bulan berada di rumah sakit, dia datang dengan penampilan ser...