Part 6

11.5K 616 17
                                    

Sret

Buk Rati melemparkan selembar kertas ke hadapan Sassy. "Lihat nilai kamu, kalau begini terus gimana kelas kita mau menang?"

Sassy menatap kertas di hadapannya, itu adalah kertas ulangan hariannya kemarin. "Kalau begitu, suruh Haniza saja!" Sassy menatap Buk Rati dengan santai.

"Haniza selalu mewakili kelas kita, kamu sekali-kali berguna sedikit, jangan cuma majang nama di kelas saya!" ketus Buk Rati.

Sassy mendengus geli.

"Kenapa kamu tertawa? Ada yang lucu?" tanya Buk Rati. Ia menatap Sassy dengan pandangan tak suka. "Tidak tahu sopan santun!" gumamnya pelan, namun masih bisa didengar oleh Sassy.

Tanpa ekspresi sedikit pun, Sassy menatap Buk Rati. "Ternyata, Ibu sangat ingin saya maju di cerdas cermat ini!" Sassy tertawa pelan. "Tidak usah khawatir, saya tidak akan mendapatkan juara dua seperti Haniza!" Sassy bangkit dari duduknya, dan segera pergi sebelum ia lepas kendali di dalam ruangan itu.

"Gue harus lapor ke Haniza."

****

Brak

Sassy yang semulanya tengah asik bermain game di HPnya kini menghentikan kegiatannya, ia menatap Haniza yang baru saja memukul mejanya.

"Lo pikir lo lebih pintar dari gue?" Haniza menatap tajam Sassy. "Lo tuh cuma murid beruntung yang masuk kelas ini, jadi gak usah belagu!" Haniza mendorong kepala Sassy. Ia sangat geram pada Sassy setelah mendengar kalau gadis itu menjelek-jelekkannya saat berada di dalam ruangan Buk Rati.

Sassy bangkit dari duduknya, dan dengan begitu mudah ia menarik rambut Haniza hingga gadis itu meringis kesakitan. "Gue emang lebih pintar dari lo, Haniza!" Sassy melepaskan rambut Haniza dengan kasar, lalu membalik badannya, hendak pergi dari sana. Namun, Haniza yang tak terima dengan ucapan serta sikap Sassy, segera menghampiri gadis itu dan menarik rambutnya. Seperti yang Sassy lakukan padanya tadi. "LO PIKIR GUE TAKUT SAMA LO?" Haniza semakin kuat menarik rambut Sassy, lalu menghempaskan tubuh gadis itu ke lantai.

Plak

Haniza memberikan tamparan di pipi kiri Sassy.

Tringgggggg

Haniza mengembuskan napas kasarnya saat mendengar bel pulang sudah berbunyi. Dia kembali menatap Sassy, lalu mencengkram kuat dagu gadis itu. "Hari ini lo selamat!"

****

Sassy mendorong pintu di hadapannya dan langsung masuk ke dalam, lalu duduk di hadapan orang yang sudah menunggunya sedari tadi.

"Kamu yang bernama Sassy?"

Sassy menganggukkan kepalanya.

Laki-laki yang kini tengah melihat berkas-berkas di hadapannya itu adalah seorang polisi berusia 48 tahun, panggil saja Harun.

"Maaf, kami tidak bisa memproses kasus ini, dengan kata lain, laporan kamu saya tolak!" ujar Harun, menjelaskan alasan kenapa memanggil Sassy ke kantor polisi ini.

Sassy mengerutkan dahinya, tak mengerti. "Di tolak?" Sassy tertawa pelan, tak percaya. "Apa alasan anda menolak laporan saya?"

"Melihat vidio yang kamu kirim, itu tidak bisa disebut sebagai kasus bully, jadi kami tidak bisa menerima laporan tersebut!" kata Harun dengan santai.

Dan ini benar-benae gila.

"Bapak kira memukul teman sekelas seperti itu bukan termaksud bully, lalu bully menurut Bapak seperti apa?" tanya Sassy. Dia tidak habis pikir dengan ucapan polisi di depannya ini, bisa-bisanya vidio Haniza yang tengah merundungnya habis-habisan tidak dianggap sebagai kasus bully. Apa polisi ini masih waras?

I'm Not Sassy (Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang