"Elena!!"
Teriakan di susul gedoran dari luar berhasil membuat seorang perempuan yang bergulung di balik selimut terusik.
DOR DOR
"Bangun kamu, udah jam berapa ini?" Teriak Laras kuat.
Suara teriakan Laras, mama Elena, dan gedoran pintu seketika membuat Elena terperanjat bangun.
Oh, ya Allah, mama. Gak ada manis-manisnya deh. Bangunin anak gadisnya Ck.
"Iya ma, ini Lena udah bangun." Teriak Elena di dalam kamar. Mendesah kesal lantaran ulah mamanya pagi-pagi buta.
"Udah jam berapa ini, Lena. Kamu itu anak gadis. Masak jam segini baru bangun dan bla ... bla ..."
Belum apa-apa udah dapat sarapan tanpa gizi. Gerutu Elena kesal. Kesal lantaran mamanya lagi-lagi berhasil membuat dia bangun dengan cara gak biasa.
Melirik jam di atas meja nakas, mata Elena langsung melotot begitu mengetahui jam menunjukkan pukul 6.20.
Mampus gue kesiangan.
Secepat kilat, Elena langsung berlari ke kamar mandi. Mengabaikan teriakan juga Omelan mamanya yang tidak akan berhenti sebelum mamanya itu lelah.
Bisa digorok gue, sama mbak Hanum kalau tau telat. Gerutu Elena panik.
Hari ini adalah jadwal dia membuka cafe baru. Maklum Elena adalah maneger Hanum sekaligus merekap sekertaris pribadinya. Hanum adalah seorang pembisnis sekaligus atasannya di cafe. Dia memiliki beberapa bisnis kuliner, berhubung hari ini dia sedang menghadiri acara pertunangan adiknya.
Maka dia lah yang bertugas membuka cabang cafe di Bekasi. Tetapi na'as, hari ini dia kesiangan. Semua ini pasti gara-gara Yuli yang dari semalam memborbardirnya dengan chat, dan telepon tentang persiapan penyambutan pembukaan cabang cafe. Berakhir dia tidur larut dan bangun kesiangan. Semua itu karna kemauan Hanum.
Bosnya itu menginginkan pembukaan cabang kali ini lebih heboh dari biasanya. Padahal sudah berulang kali dia katakan. Yang akan meresmikan cabang bukan bosnya melainkan Elena. Lalu kenapa harus heboh, toh bos tidak bisa hadir?
Tapi dengan semua tingkat keajaiban juga sikap seenak hati bosnya. Bosnya tetap ingin Elena melakukan semua yang dia inginkan. Termaksud cara, sekaligus perayaan pembukaan cafe.
Berakhir, Yuli lah yang menjadi kelimpungan dengan semua tuntutan keinginannya. Kalau sudah begini, Elena bisa apa?
Maklum dia mah apa atuh, cuman remukan rangginang yang kebetulan dipungut bosnya. Ck,
Dengan mandi secepat yang dia bisa. Elena langsung bergegas, bersiap-siap sebelum Hanum menelpon dengan semua pertanyaan ajaibnya. Bisa berabe kalau sampai Hanum tau, jika pagi ini dia kesiangan.
Hanya butuh waktu tiga puluh menit Elena selesai melakukan persiapan. Demi apa pun, ini adalah rekor mandi plus persiapan Elena paling cepat yang pernah ada, selama hampir dua puluh lima tahun dihidup di dunia pastinya.
Berjalan terburu-buru turun dari tangga, Elena langsung berteriak heboh begitu melihat mamahnya, Laras sedang mengelap koleksi guci-guci cantiknya diruang tengah.
"Apa sih Len, teriak-teriak? Ini itu rumah, bukan hutan." Tegur Laras galak.
Agak kesal melihat anak gadisnya yang teriak-teriak heboh sambil lari-lari tidak jelas di pagi buta seperti ini. Kapan sih anak gadisnya itu bersikap sedikit waras?
"Mama, Ihhh. Lena udah telat tau." Jawabnya sambil menarik tangan kanan Laras untuk dia cium.
"Mangkanya pagi-pagi itu bangun, jangan kesiangan mulu. Gimana kamu mau dapat jodoh coba, kalau kelakuannya kayak gini terus." Omel Laras.
"Iya- Iya Mama, udah ah ngomel mulu. Lena berangkat ya. Assalamu'allaikum." Ucap Elena sedikit kesal.
Sebelum mendapat omelan Laras lebih lama lagi, dia langsung lari keluar rumah. Mamanya itu, kalau sudah mengomel tidak pernah melihat waktu dan tempat, bisa-bisa sampai seharian kalau dibiarkan terus.
"Dasar anak durhaka." Sungut Laras emosi.
Itulah jawaban Laras yang Elena dengar sebelum dia lari keluar dan masuk ke dalam Mobil.
****
Pukul 8 lebih, Elena sampai di tempat peresmian cafe. Bahkan Hanum sudah menelponnya berkali- kali. Begitu pun Yuli saat diperjalanan tadi. Sengaja tidak diangkat oleh Elena agar dia lebih fokus mengemudi.
Dia bahkan sudah hatam bagaimana bosnya itu kalau sudah mengomel, bisa naik darah Elena dibuatnya kalau sampai meladeni bos sarapnya itu.
"Woy, ke mana aja sih lo? Mbak Hanum ni dari tadi nelpon gue mulu. Nanyain lo kenapa gak ngangkat telponnya." Jerit Yuli heboh begitu Elena turun dari mobil.
Maklum Yuli yang ditugaskan Hanum membantu Elena untuk mengurus persiapan cafe. Karna kerja Yuli yang bagus, gadis berusia kisaran 23 tahun itu juga salah satu orang kepercayaan Hanum setelah Elena pastinya.
Elena menoleh ke arah Yuli dan meliriknya sebentar.
"Berisik lo ah." Ketusnya pada Yuli yang berdiri sambil berkacak pinggang di samping mobil Elena.
"Et dah galak banget si. Mbak, Jomblo." Delik Yuli sambil mengekor Elena masuk ke dalam cafe.
Terpaut dua tahun tidak membuat Yuli menghormati Elena yang lebih tua darinya. Karna sifat Elena yang apa adanya dan ceplas-ceplos, membuat Yuli bersikap netral dan ceplas-ceplos seperti seusianya dengan Elena.
Toh, Elena nya juga tidak mempermasalahkan itu semua, jadi Yuli juga tidak mau ambil pusing.
Berbeda dengan Hanum, Yuli sedikit sungkan pada bosnya itu. Maklum, umur Hanum jauh lebih tua darinya. Dan juga Hanum kalau sudah keluar tanduknya, bisa sangat menyeramkan dia seperti badak kehilangan tanduknya.
***
Acara pembukaan cafe hari ini pun berjalan lancar. Tidak ada kendala sama sekali. Elena cukup puas dengan hasil kerja keras anak buahnya, begitu pun Hanum pastinya.
Elena berjalan ke arah parkiran menuju mobilnya, dia sudah akan pulang saat ini. Seharian ini membuka cabang cafe sendirian membuat tubuhnya terasa lelah. Dia butuh cepat-cepat pulang agar bisa mengistirahatkan tubuhnya karna lelah.
Mengangkat alis heran, Elena semakin memicingkan mata curiga melihat Yuli yang berdiri di samping mobilnya. Lengkap dengan senyum lebar layaknya model pepsodent, unjuk gigi.
"Ngapain lo di situ?" Ketus Elena begitu sampai di depan mobilnya. Menatap malas pada bawahannya itu.
Sambil cengengesan dengan wajah sok polos. Yuli menjawab. "Lo mau pulang kan mbak? Gue nebeng dong?" Jawab Yuli memelas.
"Ogah, jalan kaki sono lo!! lagian gue sibuk. Gak ada waktu buat nganter-nganter orang kayak lo." Tolak Elena mentah-mentah, bukannya tersinggung, Yuli malah dengan santai menepuk lengan atasannya pelan.
"Belagu lo mbak." Ucap Yuli kesal.
"Lagian, lo tadi ke sini sama siapa? Kenapa gue harus repot-repot nganter lo?"
"Gue tadi dianter Bebeb Bayu. Dia gak bisa jemput, soalnya ada urusan mendadak katanya."
"Alasan." Cibir Elena.
Yuli langsung mengerucutkan bibir mendengar cibiran atasannya.
"Gimana? Boleh ya? Please?" Mohon Yuli sambil memasang tatapan sepolos mungkin.
"Najis gue mah. Gak cocok lo masang tampang begitu." Cibir Elena semakin menjadi-jadi.
"Ya udah buru naik. Awas aja lo berisik. Gue turunin lo di tengah jalan." Ancam Elena tak tanggung-tanggung.
Mendengar ucapan Elena, Yuli langsung memandang atasannya dengan binar mata bahagia. "Jadi lo mau nganter gue?" Tanya Yuli memastikan.
"Hm." Jawab Elena malas.
Dengan semangat 45, Yuli langsung melesat masuk ke dalam mobil. Sangking bahagianya, Yuli sampai loncat-loncat kecil saat berjalan menuju mobil Elena. Membuat sang empunya hanya mendengus pelan karna kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Salah Nikah! (SELESAI)
RomanceElena tidak punya rencana apa pun dengan masa depannya. Termasuk menikah dalam waktu dekat. Tapi apa jadinya jika dia harus menikah dadakan lantaran keadaan. Terpaksa? Jelas dia terpaksa. Senang? Sedikit. No, no, no. Jangan hujat Elena lantaran dia...